September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Jan 20, 2011

KB (Keluarga Besar) Tenaga Pendidik


Apakah Anda seorang guru, atau calon guru, atau ‘mantan’ guru??
Atau apakah Anda seorang tentor, tutor, tenaga pengajar les privat, atau apapun namanya itu yang masih berhubungan dengan profesi sebagai pendidik?

Saat ini telah banyak kita lihat dan saksikan berdirinya berbagai lembaga belajar yang dari waktu ke waktu selalu mengalami peningkatan. Keadan ini memberikan kesan yang positif bagi pencapaian target yang dicanangkan oleh menteri pendidikan. Tidak bisa dipungkiri, keberadaan lembaga non formal memiliki andil yang besar bagi peningkatan mutu pendidikan sehingga tidak salah jika pemerintah memberi dukungan terhadap berdirinya lembaga- lembaga belajar tersebut. Selain peningkatan mutu pendidikan, lembaga belajar juga mampu membantu mengurangi angka pengangguran.

Berbicara tentang mutu pendidikan, tentu tidak lepas dari mutu atau kualiatas yang dimiliki oleh tenaga pengajar. Dalam hal ini, untuk sebuah lembaga belajar non formal sering disebut dengan ‘tentor’. Seorang tentor, layaknya seorang guru di sekolah memiliki peran yang sangat besar akan keberhasilan siswanya, tentu tidak lepas dari berbagai faktor lainnya. Jika kita runut ke belakang, sebagaian kita mungkin pernah mengenyam pendidikan non formal sebelum menjadi mahasiswa. Mengikuti bimbingan belajar, intensive, dan try out adalah beberapa rangkaian kegiatan yang sering dilakukan oleh lembaga ini. Dan sedikit banyaknya tentu kita mengerti seperti apa gambaran tentor yang berkualitas. Pintar? Menguasai materi? Mampu mencairkan suasana lewat cerita lucu? Serius? Bersuara lantang? Dan beberapa criteria lainnya yang setiap orang memiliki penilaian yang berbeda..

Dari pengalaman penelitian yang dilkukan, sebenarnya siswa sangat membutuhkan dan mengharapkan sosok tentor yang bias membantu mereka untuk mencapai apa yang mereka impikan. Dengan kata lain, siswa ingin seorang tentor mampu memberikan materi dengan cara yang mudah diterima oleh akal sehat mereka di tengah berbagai tuntutan yang harus mereka penuhi. Sebut saja siswa kelas 12 dimana dia akan menghadapi UN dan kemudian ujian masuk ke perguruan tinggi yang dia impikan. Artinya seorang tentor diharapkan mampu untuk menciptakan jurus jitu yang bisa diterapakan oleh siswa dengan mudah tanpa harus menghabiskan banyak waktu untuk memahaminya. Seorang tentor hendaknya paham bahwa pelajaran yang harus dipelajari oleh si siswa tidak hanya bidang studi yag dia ajarkan, jadi harus ada upaya dari seornag tentor untuk membuat siswa mudah memahami bidang studinya sehingga waktu yang lain bisa dimanfaatkan untuk mempelajari bidang studi yang lain. Nah, jika semua tentor berpikiran seperti ini tentu siswa tidak akan merasa terbebani dengan banyaknya materi yang harus dia kuasai.

Kemudian, sosok seorang tentor hendaknya mampu menjadi sahabat bagi siswanya. Kalau bisa kita katakan, jangan ada celah permisah antara tentor dengan siswa. Kedua golongan ini harus bias membina hubungan yang baik layaknya seperti kakak/ abang dengan adiknya. Semua pasti setuju bahwa seorang kakak/ abang yang baik akan memberikan yang terbaik untuk adiknya. Ia akan merasa bahwa dia bertanggungjawab atas kesuksesan dan kegagalan adiknya dan ia harus mempertanggungjawabkannya. Selanjutnya, seorang kakak/ abang tentu tidak ingin menyianyiakan kerja keras kedua orang tua siswa (layaknya ortu sendiri) yang telah memberi kepercayaan kepada lembaga tersebut untuk mendidik anak mereka. Sebuah amanah yang tidak bisa disepelekan. Setiap tentor harus tahu itu!

Jika kita lihat dari sisi pengharapan tentor sendiri, setiap tentor tentu ingin agar siswanya mengerti atas apa yang disampaikannya. Sejatinya, dia ingin memberikan yang semua ilmu yang dimilikinya kepada siswa demi kesuksesan mereka di ujian anti. Namun, tentu tidak semudah memindahkan air dari bejana ke bejana lainnya. Mentransfer ilmu adalah kegiatan yang membutuhkan proses yang lama dan memerlukan kesabaran dari si tentor sendiri. Kembali lagi, seperti yang sudah saya jelaskan di tulisan ‘Gol. Kanan VS Gol. Kiri’, dibutuhkan sebuah kerelaan bagi seorang tentor untuk lebih menggunakan otak kanan. Mengapa? Karena dalam melakukan sesuatu dibutuhkan kreativitas. Dan otak kanan adalah bagian yang bertnaggungjawab untuk itu.

Apa hubugan kreativitas dengan transfer ilmu?? Dapat kita bayangakan suasana kelas ketika sang tentor hanya mencatat dan menjelaskan sendiri kepada siswa, tanpa ada umpan balik ataupun partisipasi dari siswa, pasti suasana belajar seperti ini akan membosankan, mati gaya. Sang tentor haruslah lebih kreatif dalam pemberian materi dan memilih teknik yang seperti apa yang harus digunakan. Tentu sangat berbeda jika jika mengajarkan topic misalnya ‘Simple Past Tense’ kepada siswa kelas 3 SMA dan kelas 3 SMP, tentu tidak sama teknik yang kita gunakan untuk menjelaskan ‘Trigonometri’ kepada siswa SMA dengan SMK. Artinya, seorang tentor harus kreatif membaca suasana. Ketika suasana sudah mulai memanas dengan berbagai rumus fisika yang kita sampaikan, perlu ada kegiatan lain yang bisa kita lakukan agar siswa tetap dalam keadaan siap menerima pelajaran selanjutnya. Kreativitas tentor sangat dinantikan siswa. Mereka tentu sangat ingin mendapatkan materi yang sama seperti yang disekolah dan mendalaminya, namun cara yang berbeda. Tidak masalah jika cara yang digunakan seorang tentor berbeda dari kebanyakan, misalnya menjelaskan mulai dari akhir ke awal, membuat jurus ampuh, melibatkan siswa dalam pemberian contoh kalimat, dan berbagai kreativitas lainnya. Harapannya semoga cara yang mereka dapatkan di bimbingan belajar lebih memudahkan dibandingkan dengan cara yang mereka dapatkan di sekolah. Jangan mengkhianati kepercayaan mereka.

Persiapan yang baiak adalah kunci keberhasilan. Tidak bisa dipungkiri, persiapan yang matang bagi seorang tentor akan sangat menentukan kesuksesannya membawakan topic yang telah ditentukan. Dengan mempersiapkan topic, sang tentor juga tidak akan dipandang sebelah mata oleh siswa di dalam kelas seraya berbisik,”Ini kakak bisa nggak ya bantu aku berhasil ?”. Akan ada semacaam keraguan pada diri siswa ketika kita terlihat kurang memahami materi kita. Berlatih terlebih dahulu adalah hal penting yang harus dilakukan.. Kita semua yakin bahwa lembaga belajar telah mengadakan diklat bagi calon tenaga pengajar, jadi itu adalah salah satu alat yang harus dimanfaatkan dengan baik.

Akhir kata, menjadi tenaga pendidik adalah tugas yang sangat mulia. Tidak masalah apakah kita berada di lembaga formal/informal, PNS/ tidak, digaji/ tidak, yang jelas seberapa pun ilmu yang kita berikan akan sangat bermanfaat bagi kita baik di dunia maupun di akhirat. Bukankah salah satu amalan yang pahalanya tidak akan putus adalah ilmu yang diamalkan/ diajarkan ?

Dan saatnya bagi calon petenaga pendidik agar mempersiapkan dirinya sebaik mungkin agar kelak bisa menjadi sahabat yang baik bagi siswanya. Sedangkan kepada para tenaga pendidik, teruslah berbenah diri. Sesungguhnya siswa membutuhkan sosok yang bisa membimbing mereka, bukan sosok yang juga masih meraba. Beri sebuah kepercayaan kepada siswa bahwa kita layak mendidik mereka.
Kaizen. Continous Improvement!
SalamPerubahan..
(20/01san)

*ditengah upaya mematangkan diri menjadi tentor yang bersahabat.

2 komentar:

kayaknya ada yg mw jd tentor neh???
heheh

tp kak yg msi dlm pikiran rd, tentor skrg msi jauh dr pendidik. dia hanya bertindk sbg pengajar aja, jd parameter kbrhsilnnya hny diliht dr brp bnyk anak2 yg masuk PTN, smntara bgsa ini kn butuh seorg pngajar dn jg pendidik. btul gk ce'gu?

itulah yg perlu dibenahi. kalau kk pikir sebelum jadi guru ada baiknya jadi tentor, atau tenaga pengajar di lembaga non formal dulu, walau bukan harga mutlak itu bisa menjamin. tapi sedikit banyknya dia sudah tahu seputar proses belajar mengajar.. jadi ketika sudah duduk di lembaga formal (baca:sekolah), dia sudah bisa menjadi pendidik dan pengajar. bukan lagi seperti yang saat ini sering kita lihat, PNS (guru) yang masih meraba. baru belajar.
i think so

Post a Comment

 
Baca Juga:
Langganan
Get It