Kawan, mari kuberitahu. Aku punya banyak mimpi malam itu. Malam yang membuatku tidak dapat terlelap walau sekejap. Malam yang akhirnya aku putuskan sebagai malam yang cukup bersejarah dalam hidupku. Malam yang menyimpan berjuta kenangan hingga aku berani menuliskan ini semua. Malam yang cukup membuatku bisa berpikir jernih, tanpa ada intervensi dari siapapun. Malam yang bisa membuatku merasa semakin dekat dengan Tuhanku. Malam yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Malam yang begitu indah karena aku bisa bebas bermimpi, kawan!
Kawan, mari kubisikkan kejadian dan peristiwa apa saja yang terjadi di malam itu. Mula2 aku bersiap untk mendirikan qiyamullail. Solat malam yang kuyakin bisa menyelesaikan kecamuk yang ada dalam jiwa yang selama ini tersimpan dan tidak tahu ingin bercerita dengan siapa karena aku pun tidak begitu yakin dengan apa yang aku pikirkan kala itu. Rakaat demi rakaat kulewati, aku semakin khusyuk dan merasa dekat denganNya ketika aku mulai menceritakan persoalanku di hadapanNya. Kamu tahu, apa persoalanku? Kecamuk yang ada dalam diriku, kawan?
Kawan, mari kuceritakan padamu tentang ceritaku kepada Tuhanku. Aku mengatakan dengan bahasa yang seadanya, karena aku tahu pasti Allah mengerti dan aku lebih leluasa bercerita dengan bahasaku sendiri. Ini bedanya bercerita antara dengan Tuhan dan manusia, kawan. Tidak perlu terlalu banyak merangkai kata, langsung ungkapakan apa saja yang ada dalam pikiran. Dan aku mengatakan bahwa saat ini aku sedang bingung keadaan diriku yang tidak kunjung berkembang. Akademik? Tidak bisa dibanggakan, walau aku dapat IP 3,**, tapi aku lebih tahu seberapa besar pengetahuanku tentang disiplin ilmu yang kujalani saat ini. Peranku di dakwah kampus? Belum dapat dibandingkan dengan temanku yang baru saja hijrah sejak kuliah, sementara aku sejak SMA sudah mengenal tarbiyah. Walau aku sering datang syuro, berusaha berkontribusi dalam kegiatan dakwah namun itu belum sesuai dengan yang diharapkan. Kawan, bercerita tentang masa depan? Aku belum punya gambaran masa depan yang jelas hingga saat ini. Masih mengikut aliran arus yang ada. Belum punya perencanaan jangka panjang.
Kawan, mari kulanjutkan ceritaku pada Tuhanku. Aku juga katakan bahwa aku sedih dengan kondisiku saat ini yang masih belum ada menorehkan prestasi yang bisa dibannggakan kepada kedua guru sejatiku, pahlawanku. Ayah dan ibu yang tidak kenal lelah.
Kawan, mari kuceritakan sedikit tentang keduanya. Ayahku seorang petani, kawan. Profesi yang sangat menuntut adanya kerja keras, optimis, sabar, dan siap mendapat resiko. Kesehariannya mengurus lahan kami yang lumayan luas dan Allah begitu sayang kepada keluarga kami hingga penghasilan dari bertani dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kami dan kami pun tidak pernah mendapatkan tantangan yang luarbiasa seperti yag dialami teman ayah lainnya yang berprofesi sebagai petani. Mereka sering mengalami gagal panen akibat kemarau panjang, hingga mengalami kerugian yang cukup banyak. Kami bersyukur bahwa ayah mampu membaca keadaan tentang prediksi musim yang akan terjadi. Jadi ayah sudah bisa mentargetkan kapan harus bertanam. Kemudian, ayah juga pintar untuk memprediksikan tentang harga bahan hasil pertanian melonjak dan kapan mengalami penurunan. Ayah bisa membaca semua itu, hingga kami hampir selalu mendapatkan waktu yang tepat untuk panen, yaitu ketika harga barang tsb naik. Begitulah ayahku. Sosok yang kami juluki sebagai Menteri Pertanian, walau bangku SD pun belum sempat diselesaikannya karena himpitan ekonomi yang dialami oleh keluarga mereka dahulu. Sekali lagi, ayahku tidak tamat SD, kawan. Tapi bagi kami beliau adalah pembelajar sejati yang kami banggakan. Satu lagi, ayahku juga dikenal sebagai Raja Damai. Yah, tentu saja karena ketenangan dan kebersihan hati beliau. Itu ayahku, kawan!
Kawan, mari kuberitahu padamu tentang ibuku. Guru pertamaku. Ibuku seorang guru SD Negeri di samping rumah kami. Sabar, itulah yang sangat kukaguni dari beliau. Postur tubuh yang kecil menyebabkannya mudah untuk bergerak kemana saja ia mau, dan benar bahwa berbagai pekerjaan dapat dilaksanakan dalam waktu bersamaan. Banyak sudah pengorbanan yang telah ibu berikan demi sekolahku dan kelima saudaraku. Bayangkan kawan, di waktu jam istirahat tepatnya pukul 09.30, ibu selalu pulang ke rumah. Ada saja pekerjaan yang harus dikerjkan. Mulai dari menjemur hasil panen coklat kami, kopi, atau bahkan mengambil coklat dari pohonnya yang kebetulan kebunnya ada di samping rumah. Seolah tidak pernah lelah. Semangat yang luarbiasa selalu terpancar walau aku sering melihat ibu menarik nafas panjang pertanda beliau lelah. Namun di depan kami, beliau cukup energik. Itu ibuku, kawan.
Kawan, mari kulanjutkan ceritaku pada Tuhanku. Aku katakana bahwa aku sangat bersyukur memiliki mereka. Dan aku pun sangat ingin membuat mereka bersyukur memilikiku. Sambil menangis, aku ceritakan semua. Aku ingin menorehkan prestasi sebagai wujud rasa syukur pada Nya dan terimakasih kepada kedua pahlawanku. Dan aku pun bersiap melafazkan mimpi2 ku, agar aku bisa komitmen nantinya.
Kawan, kamu tahu apa yang kukatakan pada Tuhanku. Aku berucap bahwa aku ingin menjadi seorang penulis, internet marketer, hafizh. Ketiga itu yang terucap dari bibirku disertai bulira airmata yang tidak kunjung berhenti hingga mukena yang kugunakan basah. Tidak mengapa, aku menyenangi ini. Menjadi penulis, aku bisa memberikan ilmuku kepada khalayak ramai, dengan internet marketer aku bisa bekerja di rumah, dan seorang hafizh dapat menyelamatkan keluarganya kelak di akhirat. Selanjutnya, aku pun menyebutkan beberapa kota yang ingin agar kakiku diberi kesempatan berpijak di sana; Padang, Jambi, Aceh, Jogja, Bogor, Tokyo. Kelima kota itu yang kusebutkan kala itu. Aku sebutkan agar aku diberi kesempatan untuk bisa mengikuti ajang bergengsi tahun 2011 tepatnya bulan Juli, aku sebutkan agar aku diberi kesempatan untuk memenangkan perlombaan menulis itu, aku sebutkan agar aku diberi celah untuk berangkat ke kota2 itu dengan gratis. Kusebutkan itu semua, kawan!
Kawan, aku ingin katakan bahwa aku semakin merasa optimis. Aku punya rakasasa yang selama ini masih tidur dalam tubuhku dan aku wajib membangunkannya. Lalu kututup doaku dengan ucapan agar saudaraku di Palestina, Bosnia, dan bumi Islam lainnya dilindungi dan diberi kekuatan. Dan kuserahkan semuanya pada Allah. Kuusap airmataku, dan kulanjutkan dengan tilawah. Malam itu benar2 penuh semangat, kawan. Tidak mengantuk sedikitpun. Tidak tergoyahkan oleh dengkuran yang seakan mengejekku.
Kawan, mari kusampaikan maksud dan tujuanku menuliskan ini. Aku ingin kita semua punya mimpi, kawan. Tidak masalah jika orang lain menganggap itu tidak mungkin atau ide gila. Lanjutkan saja. Kau tahu, aku terus berusaha menggenggam mimpi2 yang telah kulafazkan di malam itu. Aku yakin suatu saat nanti aku akan bisa mewujudkannya. Dan hari hariku akan semakin indah dengan impian yang jelas.
Selamat bermimpi, kawan! (16/01san)
*02.30 malam. inspired by 'Sang Pemimpi' dan 'Alangkah Lucunya Negeri Ini'
2 komentar:
subhanallah isi blognya...
tampilannya juga lumayan...
mari berbagi pengetahuan kita kepada sesama...
ok.. sharing is caring
Post a Comment