Dunia didominasi oleh golongan KIRI padahal jelas golongan kiri ini adalah penghambat kesuksesan kita, pelambat pencapaian2 prestasi kita. Sementara golongan kanan yg merupakan kaum minoritas acapkali dianggap aneh, ‘sinting’ akibat system kerja yg mereka terapkan. Padahal jelas, mereka yg duduk di tempat2 strategis adalah mereka yang dominan memanfaatkan otak kanan.
Perhatikan!
Pengguna otak Kiri
Rasional, terkait IQ
Kognitif, logis
Realistis, analistik
Kuantitatif, aritmatik
Serial, linier
Terencana, kasual
Segmental, fokus
Verbal, eksplisit
Intrapersonal, self centric
Motorik
Pengguna otak Kanan
Emosional, terkait EQ
Afektif, intuitif
Imajinatif, artistic
Kualitatif, spasial
Parallel, lateral
Tak terencana, impulsif
Holistic, difus
Visual, implicit
Interpersonal, other centric
Motorik kiri
Nah, dari ciri2 yang kita perhatikan di atas, cenderung yang lebih kaku dan rigid. Kita lihat saja, lebih dijejali dgn ilmu pengetahuan, berpikit sempit, harus terencana. Jika hal ini lebih dominan dalam diri kita, tentu akan sulit bagi diri untuk berkembang. Bayangkan, jikia semua harus sesuai dgn prosedur yang ada, apa jadinya jika satu tahapan proses terbentur? Tentu akan sulit bagi kita untuk bergerak ke tahap berikutnya karena tidak adanya alternative lain. Jika bisa dibilang, si pengguna otak kiri selalu melakukan sesuatu yang pasti, dan kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi ketidakpastian yang bakal terjadi.
Baik, sebenarnya seperti apa seharusnya kita memposisikan kedua bagian penting ini? Otak kanan dan otak kiri? Yang mana cara kerja dan hasil dari keduanya saling mendukung dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Apakah keduanya harus seimbang? Fifty fifty, atau menganaktirikan yang satu??
- Sejak 1810, Joseph Gall telah menemukan bahwa pusat pikiran dan perasaan itu berada di otak. Bukan di hati. Bukan pula di jantung. Dan temuan ini telah diaminkan oleh seluruh pakar sepanjang zaman.
- Sejak 1930-an, pakar2 telah meyakini bahwa otak kiri adalah rasional, terkait dengan IQ. Sementara otak kanan adalah otak emosional yang berkaitan dengan EQ.
- Tahukah Anda, otak kanan itu menentukan 80% kesuksesan, lantaran tak terpisahnya otak kanan dengan EQ.
- Tahukah Anda, kuatnya otak kanan membuat Anda lebih self motivated, lebih cerdas, lebih supel, lebih awet muda
- Tahukah Anda, menurut Thomas Friedman, penulis yang mendapat penghargaan Pulitzer,” Apabila Anda ingin mengasah otak kanan, maka lakukanlah sesuatu yang Anda cintai.”
- Tahukah Anda, golongan kanan melakukan sesuatu karena panggilan jiwa, bukan panggilan kerja. Sepenuh hati, bukan sepenuh gaji
- Tahukah Anda, tanpa otak Kanan, Anda tidak lebih dari seonggok prosessor computer.
Jadi, penggunaan otak kanan haruslah lebih besar dibandingkan dengan otak kiri. Kalau bisa kita masukkan ke hukum paretonya: 80-20.
Penggunaan otak kanan yang dominan akan memberikan akselerasi dalam pencapaian target2an kita. Bandingkan, ketika si A pengguna otak kiri yang masih pusing dengan perencanaan yang akan dibuat, si B yang tidak lain adalah pengguna otak kanan sudah menjalankannya dan bergerak cepat menuju keadaan yang tak terduga. Ketika si A masih berpikir akan kemungkinan2 yang terjadi, si B malah sudah menjumpai kemungkinan2 itu terlebih dahulu karena memang dia sudah memulainya. Artinya, golongan kiri terkesan lambat dalam beberapa urusan.
Mengapa golongan kiri terkesan lambat? Kata2 yang sering mereka keluarkan adalah, “jangan2”.., “eh, nanti jadi gini..”, tapi- tapi..”, “kalau2..”.. dst. Kebanyakan mikir, sampai akhirnya tidak satupun yang terdselesaikan akibat kemungkinan2 yang dianggap pesimis bisa dihadapi. Sementara golongan kanan, take action! Bukan berarti mereka tidak berpikir terlebih dahullu, namun mereka lebih ke praktek. Talk less do more. Sembari mereka bekerja, mereka juga berpikir tentang kemungkinan yang akan terjadi. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.
Untuk menjadi golongan kanan, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalgi selama ini kita sangat kuat dengan tradisi dalam diri untuk selalu terencana, melakukan sesuatu dengan cara yang biasa, takut dibilang aneh, pengen jadi orang biasa, dst. Dan parahnya lagi, lingkungan kita juga sangat mendukung untuk menjadikan kita golongan kiri. Mulai dari bangku sekolah hingga perguruan tinggi yang kita ikuti, sebagian besar menuntut kita untuk cerdas secara intelektuak, sementara emosionalnya terkadang hamper terabaikan.
Kita sebut saja contohnya, masalah Ujian akhir. Yang menjadi patokan lulus tidaknya siswa, yang menjadi standart baku berhasil tidaknya siswa adalah melalui ujian tertulis saja. Hanya melihat aspek kognitif dan terkesan mengabaikan afektif maupun psikomotorik.
Contoh lainnya, misalnya di bangku perkuliahan. Seorang mahasiswa yang berprestasi akan dilihat dari IPK (Indeks Prestasi Aademik)nya. Untuk apa sih sebenarnya angka itu? Akankah itu bisa menjamin keberhasilan seorang sarjana di masyarakat nanti. Apakah nilai itu bisa ‘dijual’? Mengapa tidak dibuat saja P nya itu menjadi Pendapatan ?(pinjam kata2 pak Ippho Santosa). Artinya, lulusan universitas nantinya haruslah sudah punya persiapan yang matang dalam hal mencari pendapatan yang dilihat dari usaha yang telah dirintis sejak di bangku perkuliahan. Dan seyogyanya, pihak birokrasi memfasilitasi mahasiswa untuk hal itu. Jadi ketika mereka sudah lulus, mereka tidak hanya membawa selembar ijazah dengan IPK 3,8.., namun juga membawa lembar surat kerjasama dengan perusaahan untuk mengembangkan usahanya. Ini yang kita perlukan sebenarnya.
Sekali lagi, ilmu, teori dan pengetahuan yang kita miliki tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan praktek dan aplikasi dari itu semua. Dan yakinlah, ketika teori sudah diamalkan, maka akan muncul berbagai pemikiran lainnya berkaitan dengan hal itu. Sangat berbeda jika kita hanya mencari teori saja, tanpa segera mengamalkannya, pengetahuan kita akan mandek. No progress.
Namun, terlepas dari itu semua, penulis yakin pemerintah punya rencana tersendiri mengapa harus mengambil dan menerapkan sistem pembelajaran seperti saat ini, baik di bangku sekolah maupun perkuliahan. Penulis hanya ingin menyoroti bahwa saat ini kita SANGAT dituntut untuk menjadi golongan kiri. Terserah kita, apakah tetap pada prinsip kita yang kaku, takut berbeda dari kebanyakan (padahal golongan yang baik itu kebanyakan adalah kaum yang ‘minoritas’, sedikit. ….Qoliilamma tasykurun). Jadi, persiapkan diri kita mulai saat ini untuk melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dari oarng kebanyakan. Asal tidak melanggar aturan!
Zhelayu Uspekha!
Berubah- berubah (Power Rangers mode onJ)
Ditengah permasalahan mahasiswa yang terkesan sangat ‘penurut’
Note:
Golongan kanan di sini tidak sama dgn yang ada dalam Al Qur’an ya. Golongan kanan di sini adalah mereka yang dominan menggunakan otak kanan. Dan begitu pula sebaliknya untuk golongan kiri.
0 komentar:
Post a Comment