“Jika sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,maka Kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya,” (Qs. Al-A’raf [7]: 96).
Ayat di atas menegaskan kepada kita fondasi utama untuk membentuk masyarakat Muslim. Fondasi yang dimaksud adalah iman dan takwa. Dua hal tersebut menjadi syarat mutlak untuk membangun masyarakat Muslim. Tanpa keduanya, masyarakat tersebut hanya tegak pada fondasi yang rapuh.
Ramadhan yang baru saja dilaksanakan semestinya meninggalkan jejak ketakwaan dalam diri kita. Betapa tidak? Masjid-masjid begitu ramai dipenuhi jamaah pada sepanjang Ramadhan. Pengajian menjadi paket acara yang menyenangkan. Seakan kita merasakan bahwa Ramadhan telah membentuk kepribadian Islami (asy-syakhsiyah al islamiyah), sekaligus menciptakan masyarakat Muslim (al mujtama’ al muslimah). Sayangnya, begitu meninggalkan Ramadhan, sebagian capaian itu mulai surut bahkan menghilang. Masjid kembali sepi, tilawah Al-Quran tidak lagi terdengar, pengajian-pengajian telah berkali-kali diumumkan melalui pengeras suara tapi tetap saja sepi pengunjung.
Islam sangat menganjurkan untuk selalu memperbaharui kualitas keimanan dan ketakwaan. Itulah sebabnya, Umar bin Khathab pernah berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Mari kita menambah iman,” seraya mereka berdzikir kepada Allah. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaharui kondisi keimanan dan ketakwaan kita.
Melakukan Muhasabah
Melakukan muhasabah (mengevaluasi diri) terkait dengan kondisi keimanan dan ketakwaan sangat penting dilakukan. Muhammad Nu’man Yasin dalam Al-Iman menyatakan bahwa hal terpenting yang harus dilakukan setiap Muslim adalah memelihara dan menghisab dirinya: adakah imannya bertambah ataukah berkurang; dan hendaknya ia meneliti, jika imannya berkurang, apa yang harus dilakukan untuk menguatkannya.
Abu Darda mengatakan, “Di antara tanda kefaqihan (kepahaman tentang Islam) seseorang adalah apabila ia memelihara imannya dan menambalnya jika bekurang.” Maimun bin Mahran (Said Hawwa, 2004) menjelaskan, “Seorang hamba tidak termasuk golongan muttaqin sehingga dia menghisab dirinya lebih keras ketimbang muhasabahnya terhadap orang lain.” Evaluasi kondisi keimanan Anda. Jika saat ini merasa malas untuk ke masjid, lemah dalam tilawah, gampang marah, dan sebagainya, segeralah mengambil tindakan untuk memperbaiki diri.
Menambah Ilmu
Benarlah yang dikatakan Muhammad Nu’man Yasin bahwa ilmu merupakan jalan untuk meningkatkan iman dan ma’rifah. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita tidak memupus semangat kita dalam menambah ilmu. Mendatangi majelis-majelis ilmu, seperti majelis taklim, kajian rutin, kuliah subuh, kultum ba’da shalat maghrib tidak sekedar berpahala tetapi sekaligus mampu meningkatkan kualitas keimanan seseorang. Tentu termasuk di dalamnya membaca buku dan berdiskusi secara makruf.
Begitu banyak sarana menambah ilmu yang dapat diperoleh, hanya saja sayang – selama ini – kita lebih banyak dihinggapi rasa malas. Kajian-kajian di banyak masjid serta toko buku dan perpustakaan begitu dekat dengan tempat kita tinggal. Alangkah indahnya jika semua itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas iman kita. Hidupkanlah majelis-majelis ilmu di sekitar rumah Anda. Berduyun-duyunlah ke masjid bersama keluarga, sehingga lingkungan Anda menjadi semarak dan bergairah terhadap ilmu. Allah SWT menyatakan, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah, dari para hamba-Nya, adalah orang-orang yang berilmu.” (Qs. Faathir [35]:28).
Meningkatkan Amal Shalih dan Ketaatan
Memperbanyak amal shalih akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Sekali kita bermalas-malasan untuk shalat berjamaah di masjid, misalnya, maka lambat laun tindakan ini akan menggiring kita pada kemalasan-kemalasan yang lain. Sebaliknya, bersemangatlah untuk melakukan amal shalih, lalu perhatikan, dalam waktu yang tidak lama kita akan bersemangat pula untuk melakukan amal shalih lainnya.
Susunlah program rutin beserta target-targetnya. Misalnya, program rutin: tilawah Al-Quran ½ juz perhari dan shalat berjamaah di masjid. Program pekanan: tahajud 3x perpekan, mengikuti pembinaan keislaman (halaqoh/taklim), dan sebagainya. Langkah ini dilakukan untuk memperteguh semangat kita dalam beramal shalih dan meningkatkan ketaatan kepada Allah ta’ala.
Menjauhkan Diri dari Hal-hal yang Subhat dan Berdosa
Seorang Muslim sangat menjaga hidupnya agar tidak melakukan kemaksiatan sekecil apapun. Mereka berusaha maksimal agar terjauh dari perkara-perkara subhat dan dosa. Dari Athiyah bin ‘Urwah As-Sa’dy ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang tidak bisa mencapai tingkatan muttaqin (orang-orang yang bertakwa), sebelum ia meninggalkan semua yang tidak berdosa karena khawatir terjerumus pada sesuatu yang berdosa.” (HR. Tirmidzi).
Begitulah tradisi yang dilakukan para sahabat Rasulullah. Jangankan yang sangat jelas dilarang, sesuatu yang tidak berdosa, tetapi dikhawatirkan dapat menjerumuskan ke dalam perbuatan dosa pun ditinggalkannya. Sikap yang dimiliki Muslim, ungkap Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam Halal wa Haram fil Islam adalah sikap wara’ (berhati-hati karena takut berbuat haram). Setiap Muslim diharuskan untuk menjauhkan diri dari masalah yang masih subhat. Cara semacam ini termasuk upaya menutup jalan berbuat maksiat (saddud dzara’i).
Mengingat Kematian
Mengingat kematian sebenarnya mampu meningkatkan ketakwaan kita. Kesadaran bahwa waktu yang kita miliki di dunia ini terbatas, bahkan tidak bisa ditentukan kapan habisnya, mendorong kita untuk bersiap-siap setiap saat dengan ibadah yang terbaik. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW mengingatkan tentang perkara ini. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Perbanyaklah kalian untuk mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu maut!” (HR. Tirmidzi).
Bencana demi bencana yang melanda negeri ini semestinya menjadikan kita semakin mendekat kepada Allah. Setiap saat ketentuan Allah dapat terjadi pada diri kita. Sebuah penyesalan yang sangat besar ketika kematian itu didekatkan, kita belum mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Marilah kita jadikan lingkungan kita sarat dengan ketaatan kepada Allah, agar bencana itu dijauhkan dari kita. Dan seandainya, bencana itu teramat dekat, kita telah bersiap diri secara maksimal dengan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.
Bersahabat dengan Orang-orang Shalih
Selain langkah-langkah di atas, kita dapat melakukan langkah-langkah lain, antara lain berkumpul bersama orang-orang shalih. Teman memberikan pengaruh besar dalam diri seseorang. Oleh karena itu, bergaullah dengan orang-orang shalih, yang memiliki ketaatan kepada Allah luar biasa. Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang shalih dan berilmu akan memberikan manfaat yang besar dalam meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Jika kita mencermati sejarah kenabian, kita akan menemukan bahwa kebiasaan berkumpul dengan orang-orang shalih dan berilmu merupakan kebiasaan para sahabat Rasulullah.
Imam An-Nawawi dalam kitab Riyadus-Shalihin memuat sebuah hadits yang menunjukkan kebiasaan ini. Dari Abu Wail Syaqiq bin Salamah, ia berkata: “Setiap hari Kamis, Ibnu Mas’ud ra. biasa memberi nasihat kepada kami. Waktu itu ada yang usul: ‘Wahai Abu Abdurrahman, saya lebih senang apabila kamu mau menasehati kami setiap hari.’ Ibnu Mas’ud menjawab, ‘Sebenarnya saya bisa memberi nasihat setiap hari. Hanya saja, saya khawatir kalau kalian menjadi bosan. Saya sengaja membatasinya sebagaimana Rasulullah SAW. melakukannya kepada kami. Beliau juga khawatir kalau kami merasa bosan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Marilah kita simak penuturan Harm bin Hayyan, seorang ahli ibadah yang menjadi pegawai Umar bin Khathab, “Tiada seorang hamba yang mendekatkan hatinya kepada Allah, melainkan Allah akan mendekatkan hati orang-orang beriman kepadanya sampai ia mendapatkan kasih sayang mereka.” Berkumpullah dengan orang-orang shalih yang menghiasi setiap pertemuan mereka dengan kebaikan dan ilmu. Dengan cara demikian, insya Allah, kita akan terjaga dan terbina.Dari orang-orang seperti merekalah kita akan memperoleh banyak manfaat. Insya Allah.
http://matahati01.wordpress.com/2010/09/12/menjaga-kualitas-ketakwaan/
0 komentar:
Post a Comment