Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan
nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr: 1-3)
Ya, mencoba membaca
situasi.
Akhir- akhir ini ada
satu fenomena klasik di kalangan aktivis, khususnya aktivis dakwah kampus. Ini bukan
tren yang dibuat- buat namun ia hadir apa adanya, sedia kala. Fenomena yang
tidak bisa dianggap remeh karena luarbiasa pengaruhnya bagi perkembangan dakwah
kampus. Yup, kecewa.
Akhi wa ukhti fillah
yang dirahmati Allah,
Bersyukurlah jika kita
pernah kecewa dalam dakwah ini. Ya, karena itu artinya kita bergerak, kita
berbuat. Jika kita tidak pernah bergerak dan berbuat sama sekali, bagaimana
kita bisa kecewa?
Kecewa bisa jadi pada
diri sendiri, saat kita terlambat bangun. Kecewa pada teman dekat, membiarkan
kita melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Kecewa pada saudara, terlalu
banyak menuntut. Kecewa pada orangtua, tidak mendirikan shalat tepat waktu. Kecewa
pada dosen pembimbing, perfeksionis. Kecewa pada orang- orang sekitar, membuang
sampah sembarangan. Hingga bisa kita simpulkan, kekecewaan ada di mana- mana
dan bersama siapa saja.
Sejatinya, kecewa
bermula dari sebuah harapan. Jika diibaratkan ketika kita menanam bunga, memberi pupuk, menyiram
dan merawatnya dengan baik. Namun
kenyataannya kita tidak melihat bunga yang tumbuh subur dengan indahnya bunga
yang dihasilkan. Ada ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Wajar dong
kecewa!
Dalam hiruk- pikuk
dakwah kampus pun demikian. Kita menaruh harapan kepada saudara kita dimana
kita sangat yakin dia akan mampu seperti yang kita harapkan. Misalnya dalam
satu acara besar dimana kita terlibat dalam kepanitiaan (hmm, dari sini nih seringnya kasus bermula), beberapa dengan
semangat memberikan berbagai argumentasi dan wacana jitu untuk kesuksesan
acara. Tepat ketika wacana itu hendak diaplikasikan, gelap (beberapa gak tau pergi kemana). Akhirnya
kita juga yang sibuk. Kecewa? Sangat wajar (saya
dukung 100%)!
Namun apakah tindak
lanjut dari rasa kecewa ini?
Haruskah kita keluar
dari komunitas dakwah ini dan membentuk komunitas baru?
Wow, tentu saja tidak. Karena
akhirnya kita juga akan menemukan
kekecewaan di arena baru itu.
Akhi wa ukhti fillah,
Saat kekecewaan muncul,
saat itulah kita dibutuhkan. Artinya, hanya orang yang kecewalah yang peka dan mampu
menterjemahkan satu keadaan. Maka peran kita hendaknya lebih besar menangkal
fenomena itu.
Jelas, dibutuhkan
nasihat kebenaran dari kita.
Saat yang lain tidak
memperhatikan penampilan yang akhirnya tampil dengan wajah kusut, kita kecewa. Beginikah
seorang ADK? Siapa yang bakal berani curhat dan meminta pendapatnya saat orang
lain ada masalah?
Saat yang lain hanya
cerdas dalam teori namun aksi sangat minim, kita kecewa. Bukankah Allah sangat
murka kepada orang yang mengatakan apa yang tidak ia kerjakan? Siapa yang akan mau
mendengarkan nasihat yang kita berikan? Kebenaran yang akan kita sampaikan?
Ya, sosok kecewa
harapannya bisa menjadi pencerah bagi yang lain.
Mari renungkan kembali.
Ketika ada kelemahan
dan kesalahan saudara kita, cobalah untuk menutupinya dengan kebaikan dan
kontribusi yang telah ia berikan untuk dakwah ini. Sebagaimana Allah
mengampunkan dosa- dosa manusia dengan amalan yang mereka perbuat.
Kita adalah da’i. Bukan
mahasiswa yang tiba- tiba tanpa sengaja bergabung di barisan ini. Berbuatlah dengan
ikhlas, berikanlah nasihat kepada saudara kita dengan cara yang ahsan.(09/05san)
0 komentar:
Post a Comment