Semakin kau menuntut
kesempurnaan dari diri seseorang, maka saat itu pula kau semakin menemukan banyak
kekurangan pada dirinya.
Dalam organisasi
berkumpul berbagai orang dengan membawa karakter masing- masing. Banyak hal
yang akan kita pelajari dan pahami saat berinteraksi dengan satu sama lain
hingga di akhir kita bisa menyimpulkan si A begini, si B begini, dan
seterusnya. Namun itu bukanlah hal yang mudah, bukan sesuatu yang bisa kita
putuskan dalam waktu singkat. Lama, hingga kita bisa menyimpulkan karakter
seseorang.
Pun dalam dakwah
kampus. Beraneka pendapat bersinggungan, berbagai keinginan menjejali, berbagai
tingkah laku menuntut kesiapan hati. Walau namanya dakwah kampus, orang-
orangnya tetaplah manusia normal. Punya rasa dan hati. ADK (aktivis dakwah
kampus, nama keren dari personil dakwah kampus, wewwh) juga ada yang temperamen,
cengeng, doyan pujian, senang nyuruh, minta pelayanan, dan sebagainya. Di balik
itu juga ada ADK yang pengen kerja sendiri (kl
diganggu jd berantakan katanya), yang seneng begadang, yang hobi makan,
yang suka ngaret, yang bentar- bentar ngeluh, dan yang sampai sholatnya sedikit
molor.
Ya, kita akan temukan
sosok yang demikian di sekeliling atau mungkin diri kita sendiri. Pertanyaannya
adalah patutkah kita bangga dengan sifat- sifat tersebut? Tidakkah kita ingin
seperti Umar yang mampu menempatkan sikap temperamennya pada tempatnya,
kelembutan dan kecengengan Aisyah pada waktunya? Berikut juga dengan komitmen
Abu Thalhah tuk menghukum dirinya atas kelalaian dalam beribadah lewat
bersedekah, juga kerja keras Fatimah dalam rumah tangga sebagai putri dari seorang Rasul? Mari
kita posisikan sifat- sifat itu pada track yang tepat!
Siapapun kita tentu
ingin lebih baik. Dan itu harusnya terlihat dalam keseharian kita, baik lewat
ucapan, tindakan, maupun tatapan. Terlebih pada para ADK. Keseriusan tuk
mengubah sikap masa bodoh menjadi lebih tanggap, kesanggupan menerima amanah,
kebesaran hati dalam setiap situasi, kesediaan menjalankan perintah qiyadah,
hingga kesabaran dalam menanti kemenangan dakwah sembari terus bergerak dan berbuat.
Begitulah seharusnya.
Bukan saatnya lagi kita
ingin selalu diperhatikan, ingin dihargai walau kita sendiri sulit menghargai
orang lain (waktu syuro’ baca2 buku
misalnya, acuh gak acuh). Bukan lagi menuntut kesempurnaan dari teman
seperjuangan, namun cobalah berbuat yang terbaik yang kita mampu. Saat masing-
masing sudah melaksanakan ini dari diri sendiri, insya Allah tidak akan ada waktu
untuk mengeluh dan menuntut.
Tetap semangat dan ceria,
mari nikmati tiap perjalanan hidup kita!(06/05san)
0 komentar:
Post a Comment