September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Man Jadda wa Jadda. Zhelayu Uspekha!

"Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?(QS. Al Qashash: 60)

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

QS. Ar Rahman: 13

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan. (QS. Yusuf: 55)

“Maka Bersabarlah Dengan Sabar Yang Baik, sesungguhnya mereka memandang siksaaan itu mustahil. Sedangkan Kami memandangnya mungkin terjadi. (Al-Maarij : 5-7)

“Hadapilah dengan senyuman. Selamat bahagia!

“Masalah Palestina bukan hanya masalah bangsa Palestina dan bangsa Arab saja. Tetapi masalah seluruh umat Islam, bahkan masalah kemanusiaan secara keseluruhan. Atas dasar pandangan aqidah inilah seluruh umat Islam wajib memahami kondisi dan permasalahan Palestina.

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.”

(Q.S At Taubah: 44)

“Berkata Musa, ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu."

Q.S Al Maidah; 25

““ Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin “ Artinya : Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim "

(al anbiya;87)

““ Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang – orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku perkenankanlah doaku , ya Tuhanku beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab. "

Wanita adalah perhiasan. Dan sebaik- baik perhiasan adalah WANITA SHOLEHAH

HR. Muslim

"Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya."

HR. Tirmidzi

"Wanita yang didunianya solehah akan menjadi cahaya bagi keluarganya, melahirkan keturunan yang baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari."

Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya.

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

QS. Ar Rahman: 13

May 31, 2012

MUSYAR XVII UNIMED: Sosok Pemimpin Berilmu dan Beramal



Sedikit mengulas metode pemilihan pemimpin di zaman Rasulullah dan para sahabat. Mari lihat teknik pemilihan pemimpin; Khulafaurrasyidin.

Khalifah Abu Bakar As- Shiddiq, dipilih dengan cara musyawarah terbuka tanpa ada calon sebelumnya di Saqibah Bani Saidah.
Khalifah Umar bin Khatab, dipilih dengan cara penunjukkan oleh Khalifah Abu Bakar berdasarkan keputusannya dengan tokoh-tokoh terpercaya, dikalangan sahabat kemudian diumumkan pada khalayak dan rakyat menyetujuinya.
Khalifah Usman bin Affan dipilih dengan pemilihan yang dilakukan oleh Majlis Syuro’ dengan pemilihan yang dilakukan oleh Majlis Syuro’ (Formatur) sebanyak 6 orang yang dibentuk oleh Khalifah Umar bin Khatab.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib, dipilih dalam situasi kacau setelah terbunuh Khalifah Usman bin Affan. Pemilihan dilakukan secara spontan dan terkesan darurat, yang dimulai oleh kaum yang tidak puas dengan khalifah Usman.
Dari kenyataan seperti tersebut diatas, terdapat isyarat bahwa persoalan penyelenggaraan kekuasaan biarlah diselesaikan oleh umat manusia dengan cara musyawarah. Sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an Surat Ali Imran ayat 159 :
Artinya :
.......bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (politik, perang, ekonomi dan masalah-masalah kemasyarakatan lain). Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S Ali Imran : 159)

Penting untuk mempersiapkan pemimpin.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (An-Nisa : 9)

Siapa pemimpin baru  UKMI Ar- Rahman UNIMED?
Sampai hari ini, H- 2 Musyar UNIMED nama- nama kandidat belum muncul di lapangan. Atau memang sengaja tidak dipublikasikan hingga ia bakal menjadi ‘sesuatu’?


Pemimpin. Tentu kita butuh orang ini. Walau sebenarnya kita semua adalah pemimpin, namun tentu saja ada pemimpin dari para pemimpin ini. Pemimpin yang akan mengarahkan kita untuk bisa bergerak rapi, berjalan di jalan yang benar dan dengan susunan yang teratur. Dan kemudian kita bisa mencapai tujuan akhir kita.

Yap, sebelum kita dipimpin tentu saja ada tujuan yang ingin kita wujudkan selama dalam kebersamaan ini. Tentu ada hal yang ingin kita realisasikan dari sebuah kepemimpinan ini. Merumuskan tujuan dan menyamakan gerak langkah adalah dua hal yang pertama seharusnya kita lakukan sebelum pemimpin ini mulai beraksi bersama dengan orang yang dipimpinnya. Dibutuhkan persamaan persepsi antar seluruh elemen yang ada di dalamnya. Dan di sinilah sebenarnya peran pemimpin itu sendiri. 
 Semakin paham mau kemana di bawa kemana tulisan ini.


Pemimpin di Lembaga Dakwah Kampus atau UKMI Ar- Rahman tentu berbeda dengan pemimpin di UKM lainnya. Ia diharapkan menjadi sosok teladan dalam bicara, sikap, dan perbuatan karena sesungguhnya roda dakwah akan berputar baik ketika semua personil memiliki pemimpin yang menyesuaikan antara perkataan dan perbuatannya. UKMI Ar- Rahman sebagai UKM Islam internal dalam kampus hendaknya mampu menaungi seluruh organisasi Islam kampus eksternal lainnya. Hingga kebermanfaatan UKMI dapat dirasakan oleh semuanya lewat hadirnya Kampus Islami. Nah, tentunya dibutuhkan pemimpin yang bisa mengusung cita- cita besar ini.
Sebelum terlambat, yuk kita coret- coret kriteria qiyadah yang kita harapkan. Apa modal utama seorang qiyadah?  


1. ILMU
Umar bin Khathab radiallaahu anhu pernah berkata, “Belajarlah kalian, sebelum kalian diangkat  menjadi pemimpin” (Al Bukhari, Fathu Al Bari, 1/65)
Ilmu apa saja yang perlu dimiliki oleh calon pemimpin UKMI Ar- Rahman?
-    Pengetahuan Islam dasar
Fasih membaca Al Qur’an, mengetahui dan mengamalkan fiqih sehari-hari, mampu mengumandangkan adzan dan iqomah.
-    Pengetahuan tentang teknik berdakwah dan berharakah
           Tidak bisa dipungkiri, ini ilmu yang harus dimiliki oleh pemimpin UKMI Ar- Rahman UNIMED. Bagaimana mungkin seseorang mampu memimpin sebuah jama’ah dakwah jika ia sendiri tak mengetahui  bagaimana caranya berjama’ah. Pengetahuan seperti ini bisa didapatkan dari buku-buku tentang gerakan dakwah dan gerakan mahasiswa. Misalnya, Risalah Manajemen Lembaga Dakwah Kampus, Fiqih dakwah, termasuk Inspiratia Flava, dan lain-lain.
-    Pengetahuan tentang Manajemen Organisasi
Maksudnya, ilmu tentang bagaimana mengelola sebuah lembaga dakwah secara profesional sesuai dengan fitrah organisasi. Misalnya, bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Kinerja, Teknik Negosiasi, Komunikasi organisasi, dan Budaya Organisasi.
-    Pengetahuan  Psikologi
Ini juga pengetahuan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Menjadi pemimpin kudu pintar membaca situasi. Hal ini terkadang menjadi bumerang bagi seorang pemimpin karena sesungguhnya ia tidak paham benar apa yang diinginkan saudaranya.
           


2. AMAL      
Seorang pemimpin hendaklah orang yang selalu memperhatikan amalannya hari demi hari. Ia selalu melakukan perbaikan kualitas dan kuantitas amalan. Semua yang ia lakukan memiliki landasan tersendiri hingga tidak ada hal yang sia- sia dari apa yang ia lakukan. Aplikasi dari ilmu yang ia miliki terlihat dari amalan yang ia lakukan.
Amalan seperti apa yang harus dipenuhinya?
Shalat tepat waktu di mesjid, hafalan, dhuha, tilawah, shalat malam, dll.  Karena kita yakini bersama, hati yang terpimpinlah yang bisa memimpin.

Kemudian, kita juga mengetahui seperti apa kriteria seorang pemimpin. Jika kita berbicara hal ini, tentu kita sudah memiliki sosok yang sudah jelas menjadi acuan standarisasi layaknya seorang pemimpin. Beliau adalah Rasulullah. Pemimpin sepanjang zaman.

Berikut karakter beliau yang harapannya dimiliki oleh pemimpin UKMI Ar- Rahman.
            Shiddiq = Jujur

Seorang pemimpin adalah mereka yang jujur dalam setiap tindakannya. Boleh jadi sesuatu itu adalah hal yang sulit dan bahkan sedikit pahit jika disebutkan namun bagaimanapun pemimpin harus menyebutkannya dengan cara yang baik.
 

Tabligh = Menyampaikan

Dalam hal ini, seorang pemimpin dituntut untuk menyampaikan kebenaran. Tidak hanya itu, pemimpin juga harus terbuka. Artinya, tidak menutup diri saat diperlukan oleh anggotanya. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

      Amanah = Dapat Dipercaya
Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan    merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). Karena seorang pemimpin d ituntut supaya ahli di bidangnya. Bukan hanya degan kekuatan sendiri tentunya, namun juga kekuatan mereka yang dapat dipercaya. (atasan- red). Dengan demikian, seorangn pemimpin hendaknya terus berupaya untuk meningkatkan pengetahuannya sehingga tidak akan ditemukan berbagai kejanggalan dalam kepemimpinannya yang membuat anggota ragu kepadanya.

      Fathonah = Cerdas
Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.

All in all, pemimpin UKMI Ar- Rahman (Ketum, Koord. Fak, Koord. Dept) harus menjadi sorotan kita.

3 hari menuju Musyawarah Anggota UKMI Ar- Rahman (MUSYAR) UNIMED XVII, hawa- hawa 'segarrr' nya mulai terasa.
Ingat kawan, KITA ADALAH DA'I, maka berbicara, bersikap, dan berbuatlah layaknya seorang da'i :)
Semoga hati tetap terkondisikan.

2 hari menuju Musyawarah Anggota UKMI Ar- Rahman (MUSYAR) UNIMED XVII, rangkaian kata- kata mulai terangkai dan tak sabar segera meluncur di forum spektakuler ini. Ingat kawan, tak semua kata- kata itu harus terucap nantinya.
"Berbicara yang baik atau diam" (ciri orang beriman pada hari akhir tuh)
:)
Semoga pikiran, lisan, dan perbuatan tetap berada pada track yang benar.


Baca juga:
Sosok pemimpin yang terpimpin

May 26, 2012

Tadabur QS. Al 'Ashr


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Al-Ashr: 1-3)

Surah ini termasuk golongan Makkiyah yang diturunkan sesudah surah Asy-Syarh dan terdiri dari tiga ayat. Sayyid Quthb memahami aspek i’jazul Qur’an yang ketara pada surah pendek ini yang memang merupakan keistimewaan Al-Qur’an. Sebagai contoh misalnya, irama surah ini menunjukkan satu keserasian dimana pada akhir setiap ayatnya ditutup dengan huruf “ra”. Susunan redaksinya juga indah; berawal dari yang terpendek hingga yang terpanjang. Hanya dalam tiga ayat, tergambar dengan gamblang manhaj dan rambu-rambu kehidupan manusia yang dikehendaki oleh Islam yang berlaku sepanjang zaman dan pada setiap generasi. Memang hanya ada satu manhaj dan jalan keselamatan dari kerugian seperti yang dirumuskan dalam surah ini, yaitu iman, amal shalih, saling menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.

Surah ini diawali dengan sumpah. Sumpah Allah dengan salah satu makhluknya yang terpenting yang menentukan kehidupan manusia, yaitu waktu, baik seluruhnya maupun sebagiannya. Dalam satu “masa” terdapat beberapa keadaan; sakit dan sehat, suka dan duka, demikian seterusnya saling berpasangan. Bahkan dalam sebuah ‘waktu’ tersimpan segala jenis peristiwa dan kejadian. Karena keagungan waktu inilah maka Allah bersumpah dengannya. Dan memang Allah berhak bersumpah dengan apapun yang dikehendakinya dari seluruh makhlukNya, sedangkan manusia hanya boleh bersumpah dengan Allah dan nama-nama atau sifatNya yang mulia.

Terdapat banyak pemahaman para ulama tentang maksud ‘Al-Ashr’ yang menjadi sumpah Allah dalam surah ini. Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘Al-Ashr’ adalah waktu petang, karena pada waktu inilah berakhirnya segala aktifitas manusia, sehingga tinggal menghitung untung dan rugi dari apa yang telah dilakukannya semenjak pagi hingga waktu petang. Dalam konteks waktu, sebagian ulama menyimpulkan bahwa biasanya Allah bersumpah dengan waktu dhuha dalam konteks keberuntungan dan dengan waktu petang dalam konteks kerugian.

Makna lain dari kata ‘Al-Ashr’ yang masyhur adalah sholat Ashar. Shalat Ashar merupakan sholat yang utama dan diperintahkan khusus oleh Allah untuk dipelihara dan dijaga melalui firmanNya: “peliharalah oleh kalian shalat-shalat kalian dan shalat wushtho, yaitu sholat Ashar”. (2: 238). Bahkan Rasulullah bersabda mengagungkan shalat yang satu ini dalam salah satu haditsnya: “Barangsiapa yang tertinggal shalat Ashar, maka ia seolah-olah kehilangan keluarga dan hartanya”. Dalam riwayat lain dinyatakan: “maka sia-sialah semua amalnya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Imam Ahmad). Disini Al-Biqa’i menemukan korelasi yang indah antara lafadz ‘insan’ yang merupakan sebaik-baik jenis makhluk Allah yang diciptakan dalam sebaik-baik kejadian (bentuk) dengan lafadz “Ashr” yang merupakan waktu pilihan, ibarat minuman jus yang dipilah dan diperas dari buah yang segar yang diistilahkan dalam bahasa Arab ‘Ashir.

Secara redaksional, bentuk nakirah (indifinitive) pada lafaz “khusr” menunjukkan besarnya kerugian yang akan diderita oleh setiap manusia dan juga untuk menghinakan manusia yang menderita kerugian tesebut, karena kerugian itu meliputi kebinasaan diri dan usianya. Atau bentuk nakirah juga menunjukkan umumnya kerugian tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh  Al-Alusi bahwa kerugian yang disebut oleh ayat bersifat umum mencakup segala jenis kerugian; duniawi maupun ukhrawi. Seperti kerugian dalam perniagaan, kerja-kerja manusia maupun pemanfaatan usia yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt. Apalagi bahwa pernyataan Allah tentang kerugian setiap manusia dalam ayat ini diperkuat dengan dua huruf ta’kid (penegasan), yaitu Inna yg berarti sesungguhnya dan La yg berarti benar-benar.

Keumuman ayat kedua dapat difahami dari lafadz ‘insan’ yang didampingi oleh alif dan lam yang menunjukkan makna yang umum. Meskipun ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘manusia’ pada ayat ini adalah segolongan orang kafir seperti Al-‘Ash bin Wa’il, Al-Walid bin Al-Mughirah dan Al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Al-Asad, namun tetap umumnya lafadz lebih kuat daripada khususnya ayat yang terbatas pada mereka yang telah menerima kerugian. Sehingga siapapun tanpa terkecuali tidak akan bisa terlepas dari kerugian melainkan jika ia berpegang teguh dengan ajaran yang terkandung pada ayat terakhir surah ini, yaitu iman, amal shalih dan saling menasehati untuk menepati kebenaran serta saling menasehati dalam kesabaran.

Iman dan amal shalih yang menjadi syarat pertama keluar dari kerugian merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Artinya tidak berguna dan akan mati iman seseorang tanpa amal shalih, begitu sebaliknya sia-sialah amal shalih yang tidak berlandaskan iman. Dari iman berasal setiap cabang kebaikan dan dengannya terkait setiap buah kebaikan. Oleh karena itu, Al-Qur’an dengan tegas menghancurkan nilai seluruh amal perbuatan, selagi amal perbuatan itu tidak didasarkan pada iman yang menjadi pendorong dan penghubung dengan Sang Maha Wujud. “Dan orang-orang yg kafir, amal perbuatan mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yg datar, yg disangka air oleh orang yg dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tdk mendapatinya suatu apapun”.(AN-Nur: 39). Secara impelementatif, Iman adalah gerak dan amal, pembangunan dan pemakmuran menuju Allah. Ia bukan sesuatu yang pasif, layu dan bersembunyi di hati nurani. Juga bukan sekedar kumpulan niat yang baik yang tidak tercermin dalam bentuk perbuatan & gerak.

Ayat yang terakhir dan terpanjang dalam surah ini merupakan gambaran kepedulian seorang mukmin dengan saudaranya tentang kebaikan. Saling berpesan dalam kebenaran tentu sangat diperlukan, karena melaksanakan kebenaran itu butuh bantuan orang lain. Saling berpesan berarti mengingatkan, memberi dukungan, memotivasi dan menyadarkan. Dan seseorang tidak akan mungkin mampu melaksanakan kebenaran dan kebaikan yang sempurna secara personal, tanpa keterlibatan orang lain. Demikian juga saling berpesan dengan kesabaran sangat diperlukan karena akan bisa meningkatkan kemampuan, semangat dan perasaan kebersamaan. Apalagi dalam meyakini, menjalankan dan menyeru kebenaran tadi bisa jadi akan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam beragam bentuknya. Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan, “Kesabaran adalah setengah dari (realisasi) iman seseorang”. Disinilah urgensi kepedulian seorang mukmin dengan suadaranya dalam dua hal yang saling berkaitan; kebenaran dan kesabaran.

Yang menarik untuk dicermati mengenai tafsir surah ini adalah pendapat Al-Wahidi dalam kitab tafsirnya Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz. Beliau mengemukakan secara spesifik contoh mereka yang telah mendapat kerugian dan keberuntungan berdasarkan urutan dalam mushaf. Abu Jahal merupakan representasi dari orang yang merugi. Abu Bakar merupakan sosok yang sesuai dengan implementasi iman. Umar bin Khattab mewakili orang-orang yang beramal shalih. Utsman bin Affan merupakan contoh nyata dari mereka yang saling menasehati dalam kebenaran dan Ali bin Abi Thalib identik dengan golongan yang saling menasehati dalam kesabaran. Lebih lanjut As-Syanqithi dalam tafsir ‘Adhwa’ul Bayan mengemukakan Mafhum mukhalafah dari setiap ajaran dalam surah ini; mafhum mukhalafah dari keberuntungan adalah kerugian, yaitu tdk beriman (kafir), tidak beramal atau beramal buruk, tidak berpesan dengan kebenaran atau berpesan tetapi dengan kebatilan serta tidak berpesan dengan kesabaran atau senantiasa berkeluh kesah.

Sungguh setiap kita mendambakan kesuksesan, keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Tidak ada jalan dan manhaj lain melainkan mengamalkan kandungan surah ini secara totalitas seperti yang pernah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Disebutkan bahwa tidaklah dua orang sahabat Rasulullah bertemu, melainkan salah seorang dari keduanya akan membacakan surah ini sebelum berpisah, kemudian saling mengucapkan salam dan saling berjanji serta berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan iman dan beramal shalih, saling berjanji untuk senantiasa berpesan dengan kebenaran dan dengan kesabaran dalam menjalani kehidupan mereka.
http://www.dakwatuna.com/2010/02/5548/agar-kita-tidak-merugi-tadabbur-surat-al-ashr/

May 24, 2012

Why So Serious?



 “Yaaah, Why So Serious? Toh hidup ini cuman sekali, santai aja kawan!”
“Yeee, sapa pula yang tertekan. Saya sih cukup bahagia dengan gaya hidup beginian.”
“Emmmmh, Nampak tuh yang kamu lagi banyak pikiran. Kita masih muda sob, gak usah serius- serius kali lah. Ntar nyeselll.”
“Lho__ Lho, apa2an ini? Gue baik- baik aja lho. Kamu tuh perlu dipertanyakan seharusnya.“
“Lha, kok jadi gue pula yang kena?”
“Beeegh, gak pernah serius. Liat tuh PR, kesentuh Jam- 1; Solat, ngasal; Ngesms, lebay; Becakap; berantakan; Jalan; nyorot semua. Halaaaah… pasti ada yang salah.”
“Opppzzz….”(ah, masak iya sih. Kan yang begituan model anak  muda sekarang, dalam hati)

Yup, mari kita serius!
Serius dengan hidup ini, karna ia hanya sekali, maka harus hidup yang berarti. 
1.   Serius dalam Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Ibadah
Selalu ada semangat tuk sebuah perbaikan. Ini adalah jargon teman- teman yang cukup serius menjalani hidup ini.
Kita tidak tahu raka’at sholat yang mana yang diterima Allah, baris tilawah yang mana yang bernilai pahala terbesar, puasa mana yang paling berkualitas. Kita tidak tahu. Oleh karena itu, kewajiban kitalah untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah.


Kita patut khawatir dengan ibadah- ibadah yang selama ini kita kerjakan. Tidak ada jaminana yang bisa kita  buat bahwa ia diterima oleh Allah. Bisa jadi masih ada sedikit riya dalam sholat kita, kecamuknya pikiran ketika sholat, atau masih ada rasa bahwa ibadah- ibadah itu hanya sekadar rutinitas.


Heiii, kita harus serius mengevaluasi ini!
Pantaskah kita berbangga dengan tilawah 2 juz perhari, rawatib 6 kali rawatib, puasa Senin Kamis rutin?
Tidak, tidak pantas kawan!
Yaaah, wajar dong jika kita cukup serius mikirin ini.
Perlu Selalu ada HARAP dan TAKUT .

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan (perasaan) harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu‘” (QS al-Anbiyaa’:90).


Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, “Yang dimaksud dengan ar-raja’ (berharap) adalah bahwa jika seorang hamba melakukan kesalahan (dosa atau kurang dalam melaksanakan perintah Allah) maka hendaknya dia bersangka baik kepada-Nya dan berharap agar Dia menghapuskan (mengampuni) dosanya, demikian pula ketika dia melakukan ketaatan (kepada-Nya) dia berharap agar Allah menerimanya. Adapun orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kemudian dia berharap Allah tidak menyiksanya (pada hari kiamat) tanpa ada rasa penyesalan dan (kesadaran untuk) meninggalkan perbuatan maksiat (tanpa melakukan taubat yang benar kepada Allah), maka ini adalah orang yang tertipu (oleh setan)” .


Imam Hasan al-Bashri berkata, “Orang mukmin bersangka baik kepada Rabb-nya (Allah Ta’ala) maka dia pun memperbaiki amal perbuatannya, sedangkan orang orang kafir dan munafik bersangka buruk kepada Allah maka mereka pun memperburuk amal perbuatan mereka” .


2.   Serius dalam Peningkatan Profesionalitas
Setiap muslim wajib menuntut ilmu. Rasulullah bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu dalam firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah ayat 11 :
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.


Satu keharusan bagi kita tuk selalu mengevaluasi diri sendiri atas keprofesionalan. Komitmen untuk mengerjakan tugas kuliah tepat waktu serta melayakkan diri sesuai dengan post- post kita, semua itu perlu keseriusan.
Kalau kita tidak serius, apa yang bakal terjadi?


3.   Serius dalam Perbaikan Karakter
Maaf jika sikap kami seperti ini. Yah, kami hanya ingin menjaga diri dan iman kami. Perlu kalian tahu, kami pun punya perasaan yang sama dengan kalian. Namun itu tidak serta merta menjadikan diri kami rela hina sendiri di hadapanNya. Siapa sih yang tidak ingin selalu diperhatikan, wow semua juga ingin. Kita- kita masih normal kok.


Inilah cara kami dalam menjaga sesuatu yang sangat berharga yang telah diberikan Rabb kami pada kami. Hidayah. Yah, ini satu barang mahal yang dititipkan pada kami. Jika demikian, berlebihan kah jika  kami sangat protektif menjaganya? Ibarat harta berharga yang kalian miliki, tentu selalu ada perasaan was- was jika ia hilang. Maka upaya apapun akan kalian lakukan tuk memastikan ia aman pada diri kalian. Pun kami.


Komunikasi kami, sikap kami, perbuatan kami, maaf jika risih. Tidak ada maksud yang lain, kecuali ingin menjaga diri dan barang termahal ini.
Keseriusan ini, semata- mata ingin memastikan diri tetap terjaga. Perubahan yang mungkin kalian rasakan dari kami pada waktu dulu dan sekarang, kami akui. Kami harus benar- benar harus menjaga ini, tapi tenang HAK kalian atas diri kami akan tetap dipenuhi.
Boleh lah kita sama- sama serius sejak sekarang. Asik lhooo ^_<


___Serious? Here We are___
Yaaah, kita akan serius beribadah, serius belajar, serius berkomunikasi.
Toh, beda- beda kan ekspresi keseriusan kita.
Satu hal yang perlu kita pahami bersama, serius tidak harus dilihat dari raut wajah. Kerutan di daki, eh dahi atau keseringan kita memejamkan mata saat berbicara (ini mah ngantuk namanya ). Namun serius lebih pada perbuatan kita.

“Sesungguhnya mereka yang berkata: “Rabb kami adalah Allah”, kemudian mereka beristiqomah, maka tak ada baginya rasa takut dan duka cita. Meraka adalah penghuni syurga kekal di dalamnya sebagai balasan atas apa-apa yang mereka perbuat”. (Qs. Al Ahqaaf: 13-14).

Yap, keseriusan  adalah satu bukti upaya keistiqomahan kita. Yuk, mari…. (25/05san)

May 22, 2012

Jagalah Allah, Maka Allah Akan Menjagamu


Bergelut dengan berbagai agenda dalam berbeda situasi dan dengan beraneka ragam karakter menjadi keseharian kita selaku ADK. Hingga tidak dipungkiri rutinitas- rutinitas ini membentuk kita menjadi sosok yang super sibuk di kalangan teman- teman sekompleks (baca: jurusan). Semoga saja kesibukan itu semua punya tujuan yang jelas hingga kita tidak sibuk tak menentu yang hanya berakhir dengan penyesalan. Beberapa agenda terbengkalai dan beberapa orang terdekat terdzolimi . Pun dengan kondisi ruhiyah kita yang mengalami kesesakan. 


Lantas bagaimana kita agar tetap berada di track yang benar serta dalam penjagaan Allah? Impian kita bersama bahwa hari demi hari terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah kita, adanya hubungan yang baik dengan Allah serta manusia juga. Ini adalah cita- cita besar kita, bagaimana agar semua agenda itu tidak melalaikan kita dari tanggung jawab kita sebagai hamba Allah yang dituntut agar selalu mendahulukan Dia dalam setiap gerak.

Kita yakini bahwa ketika kondisi ini sudah kita rasakan, maka akan banyak pencapaian- pencapaian yang akan kita hasilkan. Akan banyak pula pertolongan dan keajaiban yang ditunjukkan Allah kepada kita. Bukankah kita ingin agar Allah selalu mengingatkan kita ketika kita salah? Ingin selalu diberi petunjuk. Nah, berawal dari tujuan mulia ini, Allah telah memberikan garansi untuk kita. Bahwa, siapa yang menjaga Allah maka Allah akan menjaganya. Bahwa, siapa yang memohon pertolongan kepada Allah maka Allah akan menolongnya.


Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dia berkata: Aku pernah berada di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, lalu beliau bersabda yang artinya:

“Wahai anak kecil, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kau akan menemui-Nya berada di hadapanmu. Bila kau meminta maka mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberimu manfaat, niscaya mereka tidak akan memberi manfaat apa pun kepadamu selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk membahayakanmu, niscaya mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (penulis takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (tempat menulis takdir) telah kering.” (HR. At-Tirmizi no. 2516)

“Wahai anak kecil, jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Ingatlah Dia di waktu lapang niscaya Dia akan ingat kepadamu di waktu sempit. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Telah kering pena dengan apa yang akan terjadi. Seandainya seluruh makhluk hendak memberi manfaat kepadamu dengan sesuatu yang Allah tidak menetapkan padamu, niscaya mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu. Dan seandainya mereka hendak mencelakakan dirimu dengan sesuatu yang Allah tidak menetapkan atasmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu. Dan ketahuilah bahwa di dalam kesabaran terhadap sesuatu yang engkau benci terdapat banyak kebaikan, ketahuilah bahwa pertolongan itu (datang) setelah kesabaran, dan kelapangan itu (datang) setelah kesempitan, serta kemudahan itu (datang) setelah kesulitan.”



Ini adalah hadits yang agung, di dalamnya terdapat wasiat yang agung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada sepupu beliau, Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma. Beliau mewasiatkan kepadanya agar senantiasa menjaga Allah dengan cara selalu melaksanakan semua perintah-Nya, menjauhi semua larangan-Nya, dan menjaga semua batasan-batasan yang telah Allah buat dalam keadaan takut dan merasa dia selalu diawasi oleh-Nya. Karena siapa saja yang menjaga Allah Ta’ala maka Allah Ta’ala akan menjaga semua kepentingan dunia dan akhiratnya. Beliau juga memerintahkan kepada Ibnu Abbas agar senantiasa meminta tolong hanya kepada Allah Ta’ala pada semua urusannya karena hanya Dialah yang Maha Mampu dan hanya Dialah yang tidak akan mengecewakan siapa saja yang berdoa kepada-Nya.

Kemudian setelah itu beliau mengingatkan kepada Ibnu Abbas akan suatu pokok yang sangat penting yaitu bertawakkal kepada Allah dan mengimani bahwa semua takdir yang Allah telah tetapkan kepada para hamba-Nya, baik yang berupa kebaikan maupun kejelekan pasti akan mengenai mereka dan tidak akan meleset dari mereka sedikitpun. Beliau juga mengabarkan bahwa karena rahmat Allah maka tidak ada satu musibahpun yang akan berlangsung terus-menerus dan tidak ada satu kesusahanpun yang akan berlanjut terus menerus, karena setiap musibah pasti ada jalan keluarnya dan setiap kesusahan pasti akan diakhiri dengan kemudahan. Karenanya jangan sampai seseorang itu putus asa dalam musibah dan kesusahan yang menimpanya. 

Semoga ini bisa penyejuk bagi kita ditengah padatnya agenda- agenda kita. Ada garansi kawan, jika kita menjaga Allah maka Allah akan menjaga kita.  Berbuatlah, maka kau akan menerima hasilnya. Expecting never ending. (23/05san)




May 16, 2012

Berguru Ketulusan pada Sosok ZAINAB binti JAHSY


Dia adalah Ummul mukminin, Zainab binti Jahsy bin Rabab bin Ya'mar. Ibu beliau bernama Ummyah Binti Muthallib, Paman dari paman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam . Pada mulanya nama beliau adalah Barra', namun tatkala diperistri oleh Rasulullah, beliau diganti namanya dengan Zainab.

Tatkala Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam melamarnya untuk budak beliau yakni Zaid bin Haritsah (kekasih Rasulullah dan anak angkatnya), maka Zainab dan juga keluarganya tidak berkenan. Rasulullah bersabda kepada Zainab, "Aku rela Zaid menjadi suamimu". Maka Zainab berkata: "Wahai Rasulullah akan tetapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah wanita terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya. Maka turunlah firman Allah (artinya): "Dan Tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan–urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (Al-Ahzab:36).

Akhirnya Zainab mau menikah dengan Zaid karena ta'at kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, konsekuen dengan landasan Islam yaitu tidak ada kelebihan antara orang yang satu dengan orang yang lain melainkan dengan takwa.

Akan tetapi kehidupan rumah tangga tersebut tidak harmonis, ketidakcocokan mewarnai rumah tangga yang terwujud karena perintah Allah yang bertujuan untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan dan hukum-hukum jahiliyah dalam perkawinan.

Tatkala Zaid merasakan betapa sulitnya hidup berdampingan dengan Zainab, beliau mendatangi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam mengadukan problem yang dihadapi dengan memohon izin kepada Rasulullah untuk menceraikannya. Namun beliau bersabda: "Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah".

Padahal beliau mengetahui betul bahwa perceraian pasti terjadi dan Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak kandung. Hanya saja Rasulullah tidak memberitahukan kepadanya ataupun kepada yang lain sebagaimana tuntunan Syar'i karena beliau khawatir, manusia lebih-lebih orang-orang musyrik, akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya. Maka Allah 'Azza wajalla menurunkan ayat-Nya: "Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan          kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:"Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih kamu takuti. Maka tatkala Zaid yang telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini ( istri-istri anak-anak angkat itu ) apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi". (Al-Ahzab:37).

Al-Wâqidiy dan yang lain menyebutkan bahwa ayat ini turun manakala Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan 'Aisyah tiba-tiba beliau pingsan. Setelah bangun, beliau tersenyum seraya bersabda:"Siapakah yang hendak memberikan kabar gembira kepada Zainab?", Kemudian beliau membaca ayat tersebut. Maka berangkatlah seorang pemberi kabar gembira kepada Zainab untuk memberikan kabar kepadanya, ada yang mengatakan bahwa Salma pembantu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam yang membawa kabar gembira tersebut. Ada pula yang mengatakan bahwa yang membawa kabar gembira tersebut adalah Zaid sendiri. Ketika itu, beliau langsung membuang apa yang ada di tangannya kemudian sujud syukur kepada Allah.

Begitulah, Allah Subhanahu menikahi Zainab radliallâhu 'anha dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya tanpa wali dan tanpa saksi sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab dihadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Beliau berkata:"Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas 'Arsy-Nya". Dan dalam riwayat lain,"Allah telah menikahkanku di langit". Dalam riwayat lain,"Allah menikahkan ku dari langit yang ketujuh". Dan dalam sebagian riwayat lain,"Aku labih mulia dari kalian dalam hal wali dan yang paling mulia dalam hal wakil; kalian dinikahkan oleh orang tua kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari langit yang ketujuh".

Zainab radliallâhu 'anha adalah seorang wanita shalihah, bertakwa dan tulus imannya, hal itu ditanyakan sendiri oleh sayyidah 'Aisyah radliallâhu 'anha tatkala berkata:"Aku tidak lihat seorangpun yang lebih baik diennya dari Zainab, lebih bertakwa kepada Allah dan paling jujur perkataannya, paling banyak menyambung silaturrahmi dan paling banyak shadaqah, paling bersungguh-sungguh dalam beramal dengan jalan shadaqah dan taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla".

Beliau radliallâhu 'anha adalah seorang wanita yang mulia dan baik. Beliau bekerja dengan kedua tangannya, beliau menyamak kulit dan menyedekahkannya di jalan Allah, yakni beliau bagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Tatkala 'Aisyah mendengar berita wafatnya Zainab, beliau berkata:"Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda". Kemudian beliau berkata: "Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda kepada para istrinya: 'Orang yang paling cepat menyusulku diantara kalian adalah yang paling panjang tangannya…' ".
Maka apabila kami berkumpul sepeninggal beliau, kami mengukur tangan kami di dinding untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang di maksud dengan panjang tangan adalah sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah.

Ajal menjemput beliau pada tahun 20 hijriyah pada saat berumur 53 tahun. Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab turut menyalatkan beliau. Penduduk Madinah turut mengantar jenazah Ummul Mukminin, Zainab binti Jahsy hingga ke Baqi'. Beliau adalah istri Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam yang pertama kali wafat setelah wafatnya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam, semoga Allah merahmati wanita yang paling mulia dalam hal wali dan wakil, dan yang paling panjang tangannya.
(14/05san dari sumber terpercaya)


May 8, 2012

Kecewa, Syukurilah









Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr: 1-3)

Ya, mencoba membaca situasi. 

Akhir- akhir ini ada satu fenomena klasik di kalangan aktivis, khususnya aktivis dakwah kampus. Ini bukan tren yang dibuat- buat namun ia hadir apa adanya, sedia kala. Fenomena yang tidak bisa dianggap remeh karena luarbiasa pengaruhnya bagi perkembangan dakwah kampus. Yup, kecewa.

Akhi wa ukhti fillah yang dirahmati Allah,
Bersyukurlah jika kita pernah kecewa dalam dakwah ini. Ya, karena itu artinya kita bergerak, kita berbuat. Jika kita tidak pernah bergerak dan berbuat sama sekali, bagaimana kita bisa kecewa?

Kecewa bisa jadi pada diri sendiri, saat kita terlambat bangun. Kecewa pada teman dekat, membiarkan kita melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Kecewa pada saudara, terlalu banyak menuntut. Kecewa pada orangtua, tidak mendirikan shalat tepat waktu. Kecewa pada dosen pembimbing, perfeksionis. Kecewa pada orang- orang sekitar, membuang sampah sembarangan. Hingga bisa kita simpulkan, kekecewaan ada di mana- mana dan bersama siapa saja.

Sejatinya, kecewa bermula dari sebuah harapan. Jika diibaratkan ketika  kita menanam bunga, memberi pupuk, menyiram dan merawatnya dengan baik.  Namun kenyataannya kita tidak melihat bunga yang tumbuh subur dengan indahnya bunga yang dihasilkan. Ada ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Wajar dong kecewa!

Dalam hiruk- pikuk dakwah kampus pun demikian. Kita menaruh harapan kepada saudara kita dimana kita sangat yakin dia akan mampu seperti yang kita harapkan. Misalnya dalam satu acara besar dimana kita terlibat dalam kepanitiaan (hmm, dari sini nih seringnya kasus bermula), beberapa dengan semangat memberikan berbagai argumentasi dan wacana jitu untuk kesuksesan acara. Tepat ketika wacana itu hendak diaplikasikan, gelap (beberapa gak tau pergi kemana). Akhirnya kita juga yang sibuk. Kecewa? Sangat wajar (saya dukung 100%)!

Namun apakah tindak lanjut dari rasa kecewa ini?
Haruskah kita keluar dari komunitas dakwah ini dan membentuk komunitas baru?
Wow, tentu saja tidak. Karena akhirnya kita  juga akan menemukan kekecewaan di arena baru itu.

Akhi wa ukhti fillah,
Saat kekecewaan muncul, saat itulah kita dibutuhkan. Artinya, hanya orang yang kecewalah yang peka dan mampu menterjemahkan satu keadaan. Maka peran kita hendaknya lebih besar menangkal fenomena itu.
Jelas, dibutuhkan nasihat kebenaran dari kita.
Saat yang lain tidak memperhatikan penampilan yang akhirnya tampil dengan wajah kusut, kita kecewa. Beginikah seorang ADK? Siapa yang bakal berani curhat dan meminta pendapatnya saat orang lain ada masalah?
Saat yang lain hanya cerdas dalam teori namun aksi sangat minim, kita kecewa. Bukankah Allah sangat murka kepada orang yang mengatakan apa yang tidak ia kerjakan? Siapa yang akan mau mendengarkan nasihat yang kita berikan? Kebenaran yang akan kita sampaikan?

Ya, sosok kecewa harapannya bisa menjadi pencerah bagi yang lain.
Mari renungkan kembali.
Ketika ada kelemahan dan kesalahan saudara kita, cobalah untuk menutupinya dengan kebaikan dan kontribusi yang telah ia berikan untuk dakwah ini. Sebagaimana Allah mengampunkan dosa- dosa manusia dengan amalan yang mereka perbuat.
Kita adalah da’i. Bukan mahasiswa yang tiba- tiba tanpa sengaja bergabung di barisan ini. Berbuatlah dengan ikhlas, berikanlah nasihat kepada saudara kita dengan cara yang ahsan.(09/05san)


May 7, 2012

Sosok Kader Dakwah

Aku berharap para kader dakwah adalah orang- orang yang selalu mendahulukan husnudzhon dan tabayyun dalam tiap geraknya. 
Mereka tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu, 
mereka tidak dengan mudahnya memvonis seseorang, 
mereka tidak senang memperkeruh suasana, 
mereka tidak hanya kuat dalam ikhtiar namun juga dalam doa dan tawakal
mereka selalu menikmati perjalanannya dengan semangat dan ceria,
mereka adalah penenang di saat yang lain dalam kemelut. 

Ya, 
mereka rajin mengevaluasi kinerja dan diri,
mereka terus meningkatkan kualitas diri,
mereka selalu dinanti,
mereka yang peka dan peduli,
mereka berjalan dengan kerendahan hati,

Ya,
mereka patuh pada qiyadahnya,
mereka selalu menjaga aib saudaranya,
mereka memiliki niat yang ikhlas semata- mata karena Allah
Begitulah harapannya. (07/05san)

Aktivis Dakwah Kampus
Aktivis Dakwah Kampus, Lucky You




May 6, 2012

Tingkatkan Kualitas Diri, Dakwah Kampus Kokoh Berdiri


Semakin kau menuntut kesempurnaan dari diri seseorang, maka saat itu pula kau semakin menemukan banyak kekurangan pada dirinya.

Dalam organisasi berkumpul berbagai orang dengan membawa karakter masing- masing. Banyak hal yang akan kita pelajari dan pahami saat berinteraksi dengan satu sama lain hingga di akhir kita bisa menyimpulkan si A begini, si B begini, dan seterusnya. Namun itu bukanlah hal yang mudah, bukan sesuatu yang bisa kita putuskan dalam waktu singkat. Lama, hingga kita bisa menyimpulkan karakter seseorang.

Pun dalam dakwah kampus. Beraneka pendapat bersinggungan, berbagai keinginan menjejali, berbagai tingkah laku menuntut kesiapan hati. Walau namanya dakwah kampus, orang- orangnya tetaplah manusia normal. Punya rasa dan hati. ADK (aktivis dakwah kampus, nama keren dari personil dakwah kampus, wewwh) juga ada yang temperamen, cengeng, doyan pujian, senang nyuruh, minta pelayanan, dan sebagainya. Di balik itu juga ada ADK yang pengen kerja sendiri (kl diganggu jd berantakan katanya), yang seneng begadang, yang hobi makan, yang suka ngaret, yang bentar- bentar ngeluh, dan yang sampai sholatnya sedikit molor.

Ya, kita akan temukan sosok yang demikian di sekeliling atau mungkin diri kita sendiri. Pertanyaannya adalah patutkah kita bangga dengan sifat- sifat tersebut? Tidakkah kita ingin seperti Umar yang mampu menempatkan sikap temperamennya pada tempatnya, kelembutan dan kecengengan Aisyah pada waktunya? Berikut juga dengan komitmen Abu Thalhah tuk menghukum dirinya atas kelalaian dalam beribadah lewat bersedekah, juga kerja keras Fatimah dalam rumah tangga sebagai putri dari seorang Rasul? Mari kita posisikan sifat- sifat itu pada track yang tepat!

Siapapun kita tentu ingin lebih baik. Dan itu harusnya terlihat dalam keseharian kita, baik lewat ucapan, tindakan, maupun tatapan. Terlebih pada para ADK. Keseriusan tuk mengubah sikap masa bodoh menjadi lebih tanggap, kesanggupan menerima amanah, kebesaran hati dalam setiap situasi, kesediaan menjalankan perintah qiyadah, hingga kesabaran dalam menanti kemenangan dakwah sembari terus bergerak dan berbuat. Begitulah seharusnya.

Bukan saatnya lagi kita ingin selalu diperhatikan, ingin dihargai walau kita sendiri sulit menghargai orang lain (waktu syuro’ baca2 buku misalnya, acuh gak acuh). Bukan lagi menuntut kesempurnaan dari teman seperjuangan, namun cobalah berbuat yang terbaik yang kita mampu. Saat masing- masing sudah melaksanakan ini dari diri sendiri, insya Allah tidak akan ada waktu untuk mengeluh dan menuntut.
Tetap semangat dan ceria, mari nikmati tiap perjalanan hidup kita!(06/05san)

May 5, 2012

Tetaplah di Track yang Benar!


Ya, tiap kita punya obsesi.
Karena sungguh, dunia khayalan tak seindah dunia pikiran dunia pikiran tak seindah dunia lisan, dan dunia lisan tak seindah dunia aplikasi di lapangan. Bahkan terkadang bertolak belakang dengan teori yang kita sampaikan. Perlu ada orang- orang yang menjaga kita tuk terus berada di track yang benar. Selamat datang kawan!

Berdakwah ibarat berkereta dimana ada proses yang harus kita lalui hingga kita bisa mencapai tujuan. Jika kita naik kereta, pertama kita harus tahu kemana tujuana kita, kemudian membeli tiket, dan kita bersabar dalam perjalanan tersebut. Ya, kita bersabar dan memiliki keyakinan kuat bahwa kita akan sampai di tujuan. Tidak tergesa- gesa, karena sesungguhnya kita tidak bisa memaksa sang masinis untuk mencari jalan lain yang lebih singkat. Kita dengan patuhnya mengikuti track walau sebenarnya kala itu kita sangat diburu waktu.

Dan kemudian, mau tidak mau kita harus menkmati perjalanan. Akan makin menambah masalah jika kita menggerutu atau mengumpat- umpat keadaan. Banyak cara yang bisa kita gunakan to kill the time dalam situasi seperti itu. Jika sendiri, sebagian mungkin memilih untuk mendengarkan MP3, membaca buku, melihat pemandangan sekita yang tak berwarna, dan yang paling banyak adalah memanfaatkan waktu itu untuk istirarahat. Tidur. Cara yang terakhir ini sebenarnya penuh resiko. Saat tidak ada yang membangunkan maka jangan salahkan siapa- siapa jika kelewatan. Maka, teman dalam setiap  perjalanan adalah penting.

Tidak hanya sebagai pengingat sebelum terlewat, namun peran teman dalam perjalanan lebih dari itu. Perjalanan panjang yang memakan banyak waktu itu tentunya lebih baik jika kita isi dengan kegiatan bermanfaat. Ya, diskusi. Bersama teman kita akan berbagai dan memberikan pencerahan satu sama lain.

Pun dalam dakwah. Ia adalah amal jama’i. Memahami hal ini, tidak akan ada rasa hebat sendiri dengan kerja sendiri dan sebaliknya tidak ada rasa terpuruk sendiri dengan salah sendiri. Semua akan kita rasakan bersama- sama dalam lingkaran ini. Semakin kita mengupayakan hadirnya keceriaan dan pikiran positif dalam setiap perjalanan, maka semakin kuat pula rasa kekeluargaan yang tertanam. Kita akan merasa selalu dijaga dan diingatkan. Ya, diingatkan dengan obsesi kita yang mungkin terlalu melampaui batas ‘kewajaran’. (06/05san)

Draft pertama, Insya Allah segera direvisi.


 
Baca Juga:
Langganan
Get It