September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Jul 25, 2012

Aku seorang S.Pd, Lalu???



Aku seorang S.Pd, lalu?

Menyoal diri sendiri, gak salah mungkin.
Menyoal orang lain, ya salah! Ngapain menyibuk ngurusin gelar orang lain??

Aku seorang S.Pd, lalu?
Hei, aku belum bergelar itu lho! Sebentar lagi, insya Allah. Sebentar bagiku, walau bagimu bisa jadi sebentar juga dan bisa juga cukup lama. Haaahh, terserah kamu ya, terserah. :)

Aku seorang S.Pd, lalu?
Aku bahkan tidak tau apa yang akan kulakukan dengan mengandalkan gelar yang tak seberapa itu (hei, bersyukur Sob!). Ya, aku bersyukur pasti. Walau aku belum tau bagaimana wujud dari sebuah rasa syukur menyandang gelar S.Pd.

Aku seorang S.Pd, lalu?
Teman- teman bangga dan orangtua mereka juga pasti dong, secara anak mereka wisuda! Lha, aku dan orang tuaku? Pasti lebih bangga daripada mereka, karena rasa bangga kami disertai rasa syukur kepada sang Ilahi. Dan aku sudah tau wujud dari rasa syukur itu. Aku harus bekerja, ya!

Aku seorang S.Pd, lalu?
Mereka kasak- kusuk masukin lamaran dan gak sedikit yang khawatir dengan kondisi si IPK yang cukup memprihatinkan, antara berani dan enggan timbul ke permukaan. Aku pun, tapi  aku bukan khawatir sama IPK karena kondisinya baik- baik saja sampai sekarang Alhamdulillah, tapi tentang yang itu. Aku gak punya skill sama sekali di bidangku!

Aku seorang S.Pd, lalu?
Apa yang akan terjadi? Aku diterima di sekolah yang cukup bergengsi (katanya bertaraf internasional, entah benar entah tidak), ya syukur kembali. Tapi cukup sebagai karyawan? Haaah, ini bukan seperti yang diajarkan orang tuaku padaku. Lihat, bapakku bekerja ditanahnya sendiri, dan tanpa arahan dari siapa- siapa. Sukses?? Ya, aku bisa sampai sarjana, pun kakak, abang, adikku. Bolak- balik mereka menorehkan prestasi. Hasil kerja siapa coba? Jadi aku, tetap jadi kuli? Ahh, bapakku pasti marah besar!

Aku seorang S.Pd, lalu?
Aku diam melirik keindahan paras cantik wajah ibuku. Kau ingin berhenti? Itu pertanyaan yang cukup menohok. Aku mengangguk perlahan, tidak pasti. Haaah, pengecut! Itu saja tidak berani. Lalu kau mau jadi apa? Bagaimana jika kau berumah tangga, apa yang akan kau berikan untuk anak istrimu?
Beruntun. Aku hampir terjatuh, untung saja aku masih sadar, ada bapak di depanku.

Bagus, bapak dukung. Jangan mau jadi kuli! Jadilah seperti Bapak, ayo ayo!
Haha, aku tertawa. Bapak, apalagi. Dan Ibu? Entah, hanya diam. Wah, diamnya ibu artinya beliau pun setuju dengan keputusan kami. Bapak anak sama saja.

Aku seorang S.Pd, lalu?
Aku akan berkarya, ya. Berkarya. Tidak akan bergantung padamu, pada pemerintah, pada siapa saja kecuali pada Sang Pemilik Kuasa. Allah azza wa jalla.
 (25/07san)

1 komentar:

Post a Comment

 
Baca Juga:
Langganan
Get It