September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

May 17, 2011

Untukmu, Adikku Pejuang Dakwah


By: Nurhasanah 'san' Sidabalok

Tidak tahu kenapa. Dan belum tahu jelas apa yang terjadi pada dirimu. Kehadiranmu di jalan dakwah ini begitu kusyukuri. Kemauanmu tuk berjuang bersama kami di sini sungguh mendapat apresiasi yang luarbiasa. Kuacungi jempol tuk setiap pengorbanan yang telah engkau lakukan. Saat temanmu sibuk memikirkan tugas, laporan dan amanah lainnya di jurusan, engkau pun rela tuk membagi pikiranmu dan kemudian memikirkan agenda dakwah ini. Ketika temanmu asyik dengan kegiatan mereka yang katanya merefreshkan pikiran, engkau malah memilih untuk hadir di sebuah acara kecil yang behkan engkau tahu akan ada banyak ekurangan di sana. Tapi engkau sudah siap dengan itu semua. Aku pun tahu bahwa ingin rasanya diri untuk berhenti sejenak, istirahat dengan segala rutinitas dakwah yang ada. Ingin mencari sesuatu yang baru. Namun tidak kulihat engakau akhirnya berpaling dari jalan ini. Tertatih, terseok, bahkan terpukul di tengah perjalanan ini, karena sesungguhnya jalan dakwah adalah perjuangan bukan wisata.
Dinda, ada sesuatu yang mengusik hati ini. Entah apakah ini hanya prasangka atau kerena kekuatan intuisi yang kumiliki J. Adakah sesuatu yang salah dengnan pendidikan yang telah kami berikan? Mencoba intropeksi atas apa yang menimpa kita saat ini. Ada suatu kekhawatiran ketika melihat pertumbuhan kader kita yang semakin pesat di tahun ini. Khawatir dengan ketidaksiapan kita untuk membimbing itu semua. Khawatir jika suatu saat nanti kita lalai dengan amanah ini. Khawatir jika penyakit wahn menimpa kita. Bukankah Rasulullah sudah menggambarkannya?

"Akan datang masa di mana kamu diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkuk." Para sahabat bertanya, "Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulallah?" Rasulullah bersabda, "Tidak, bahkan saat itu jumlahmu sangat banyak, tetapi seperti buih di lautan karena kamu tertimpa penyakit 'wahn'." Sahabat bertanya, "Apakah penyakit 'wahn' itu ya Rasulallah?" Beliau menjawab, "Penyakit 'wahn' itu adalah terlalu cinta dunia dan takut mati."

Baru tersadar bahwa ternyata kita belum memahami dakwah ini secara menyeluruh. Ada beberapa sendi yang nyaris kita tinggal. Atas dasar ketidakpahaman atau ketidakingintahuan. Terlihat kesimpangsiuran di sana- sini. Label ADK yang melekat pada diri kita masih belum kuat terpancang. Kembali, pendidikan yang kami berikankah penyebabnya?
Dinda, tida bisa dipungkiri ada kekhawatiran dalam hati kami untuk meninggalkan kalian sementara di sini. Bukan saatnya lagi menganggap siapa rendah siapa tinggi. Karena memang tidak ada dalam kamus kita, selaku aktivis dakwah. Kekhawatiran yang juga dahulu dirasakan oleh penddahulu kita ketika mereka ingin meninggalkan kami saat akan berangkat untuk tugas negara. Banyak orang berkata bahwa Learning by Doinng adalah metode belajar yang paling efisien. Dan seseorang akan paham ketika dia sudah berada dalam lingkungan itu dan beraktivitas di dalamnya. Au pun sangat sepakat dengan hal itu, dan memang sudah terbukti pada diriku sendiri.

Namun saat ini, ada satu tanggungjawab besar yang kami pikul sebelum akhirnya mengizinkan kalian tuk masuk ke sana. Ada ilmu yang harus kami wariskan. Ilmu yang kelak bermanfaat untuk kelancaran langkah kalian dan perkembangan dakwah kampus kita. Ilmu yang dahulunya juga diwariskan pada kami. Ilmu itu adalah “Kemauan untuk Belajar”.

Dinda, keadaan kita saat ini mencerminkan bahwa betapa ilmu kita masih sangat sedikit. Sehingga dalam pergerakannya, kita masih lebih nyaman menggunakan cara yang konvensional (baca: kiri). Kita masih terasa sulit untuk menjadi seorang innovator yang akhirnya membuat sebuah gebrakan baru (baca: kanan). Hasilnya? Tidak banyak yang ta hasilkan, belum sebanding dengan apa yang telah kita keluarkan. Keinginan untuk pindah ke zona tidak nyaman (uncomfortable zone) membutuhan pemahaman yang benar bahwa ternyata kita tidak bisa bergera dengan cara- cara biasa. Belajar untuk menjadi kader yang kreatif adalah satu cirri bahwa kita punya keinginan kuat untuk turut bersama mengusung emenangan dakwah ini.

Dinda, kami yakin pendidikan yang selama ini diberikan memang belum seperti yang diharapkan. Banyak kekurangan di sana- sini hingga tidak jarang akhirnya kita saling ‘diam- diaman’. Keegoan, perasaan ingin selalu dihormati, merasa paling banyak ilmuanya mungkin masih melekat dalam pribadi- pribadi ini.
Yang jelas, keinginan terbesar kami bahwa kita bisa bergandengan tangan di sini. Lihatlah gambar yang menjadi lambang tulisan ini. Hubungan sebagai kakak- adik, atau bahakan sebagai teman dekat. Kesamaan persepsi kita akan jalan dakwah ini akan membantu kita menjalaninya secara dewasa. Kita akan bersama mewujudkan impian- impian kita mewujudkan kampus islami. Kita, aku dan engakau akan saling bahu membahu karena aku yakin akan potensi luarbiasa yang ada pada dirimu.

*untuk adik2 ku di UKMI Ar rahman UNIMED. Love u full :)
>>>>>Sharing is caring>>>>

0 komentar:

Post a Comment

 
Baca Juga:
Langganan
Get It