Oleh:
Nurhasanah 'san' Sidabalok
(Staff Div. Ke- LDK- an Puskomda FSLDK Sumut 2011-2013)
Saya mengawali tulisan ini dengan sebuah ilustrasi singkat tentang kondisi suatu LDK yang bisa dikatakan memiliki nilai lebih dibanding LDK lain di wilayahnya. Sebut saja LDK Negara. Nilai lebih yang dimiliki oleh LDK ini terletak pada jumlah mahasiswa muslim yang mayoritas, atmosfer yang mendukung untuk menjalankan misi dakwah, jumlah kader yang cukup banyak dibandingkan kampus lain, dan tidak kalah penting adalah jiwa militansi yang dimiliki para kader dakwah tercermin dalam perjalanan dakwah mereka. Hingga akhirnya, LDK ini mendapatkan amanah untuk menjadi tim khusus yang kelak bisa menaungi seluruh LDK yang ada di wilayah tersebut. LDK Negara dinobatkan sebagai pengurus Puskomda. Sembari berdoa agar amanah ini tidak menjadikan kinerja dakwah di internal kampus terbengkalai.
Demikian sedikit tentang kondisi LDK yang hari ini memikul amanah yang tidak bisa dipandang sepele. Satu wilayah bukanlah arena yang sempit. "Wong kampus sendiri aja belum terurus", sedikit pesimis dari beberapa anggota. Namun segera ditampik oleh sebuah pertanyaan singkat, "kapan masalah internal kampus selesai??."
Ya, tepat sekali. Permasalahan tidak akan pernah selesai karena memang dari masalah itu lah kita akan belajar. Satu lagi, ketika kita tetap pada posisi tanpa membuat suatu perubahan dengan berpindah ke posisi lain, tentu kemampuan kita juga tidak akan berubah. Stagnan. Padahal yang kita butuhkan dari sebuah LDK adalah selalu dinamis atau bergerak.
Berangkat dari sebuah keyakinan bahwa kita harus bergerak, LDK berlomba- lomba untuk menjadi yang terbaik. Berbagai acara diadakan, mulai dari pelayanan dalam bentuk syiar, training perekrutan, mengadakan seminar- seminar, dan kegitan lainnya yang memberi kontribusi positif terhadap perkembangan dakwah kampus. Namun dalam perjalanannya, ada suatu permasalahan yang dihadapi oleh beberapa LDK. Permasalahan itu terkait dengan tujuan akhir mereka, cermin yang mereka pilih. Kepada LDK mana mereka akan melihat? Artinya, adakah LDK yang menjadi percontohan di wilayah mereka? Seperti apakah LDK yang sudah dikatakan muda, madya, dan bahkan mandiri? Ini sebenarnya yang ingin saya soroti di sini.
Adanya LDK prototipe (percontohan) adalah salah satu cara efektif untuk memperjelas arah tujuan LDK lainnya. Ketika mereka sudah memiliki cerminan yang jelas, tentu mereka bisa men-copy cara yang dilakukan oleh LDK prototipe tersebut dan diterapkan di kampus mereka. Keberadaan LDK prototipe sedikit- banyaknya berpengaruh terhadap perkembangan dakwah kampus yang akhirnya akan menghasilkan LDK- LDK lain yang dapat mengembangkan sayap.
Selanjutnya, bagaimanakah LDK yang dikatakan prototipe?? Apakah dengan memiliki kelebihan- kelebihan seperti yang dimiliki oleh LDK Negara itu sudah dapat dikatakan LDK prototipe?
Sebenarnya, LDK prototipe tergantung pada kondisi wilayah itu sendiri. Ketika suatu wilayah yang kampusnya belum memiliki LDK, atau sudah memiliki LDK namun belum berjalan dengan baik. Terbukti dengan minimnya jumlah kader, tidak terlaksanaya program kerja, jaringan yang kurang berkembang, dan kondisi lainnya menjadikan LDK tersebut seolah ada dan tiada. Nah, ketika hal ini terjadi di suatu wilayah, maka LDK yang memiliki kader banyak, program kerja yang sudah berjalan dengan teratur, pembinaan yang berjalan lancar, jaringan yang baik dengan LDK wilayah maupun di luar wilayanya, maka LDK ini dapat dijadikan sebagai LDK prototipe.
Mungkin sebagian diantara kita berkata, bagaimana mungkin sebuah LDK dijadikan LDK prototipe hanya dengan membandingkannya dengan LDK lain di wilayahnya?? Bukankah LDK prototipe itu sudah ada kriterianya??
Ya, pertanyaan yang sama ketika pertama kali menyentuh daerah ini. Setelah ditelaah, ternyata untuk mengembangkan dakwah kampus kita harus terlebih dahulu mengerti kondisi internal LDK tersebut. Jadi, menjadikan LDK prototipe yang berasal dari wilayah yang sama adalah salah satu cara untuk mempermudah suatu LDK melakukan sesuatu. Atmosfer yang diberikan akan lebih nyaman jika berada di wilayah yanga sama dan mudah untuk menduplikasi sistemnya.
Bayangkan jika di suatu daerah misalnya Sumatera Utara harus menduplikasi sistem yang berjalan di daerah Jawa sepenuhnya. Bukankah kedua daerah ini sudah sangat berbeda? Mungkin tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa hal yang bisa kita terpakan di daerah kita, namun alangakah lebih baiknya jika suatu daerah memiliki satu rujukan yang kelak bisa dijadikan sebagai sumber ilmu. Tidak perlu jauh- jauh, LDK Sumatera Utara bisa merujuk ke LDK yanng ada di Sumatera Barat dimana LDK tersebut juga mengalami peningkatan yang signifikan, baik dalam jumlah kader maupun kualitas nya sendiri.
Sedikit bercerita tentang LDK di daerah Minang ini, mereka berbagi bahwa betapa komitmen yang sangat kuat dimiliki oleh kader- kader mereka. Ketika ada saat dimana sebagaian kader mulai melemah, selalu ada pemberi semangat yang ditunjukkan dengan perbuatan. Tidak masalah jika sendiri selama itu masih dalam kebenaran dan berpotensi besar untuk perkembangan dakwah. Artinya, ketika komitemen mereka sudah kuat, apapun yang dihadapan, seperti apapun terjalnya perjalanan, mereka selalu berbuat. 'Tandang gelanggang walau seorang'.
Kesimpulannya, menjadi LDK prototipe adalah kesempatan bagi tiap LDK. Mau belajar dan berbagi adalah ciri kader sejati. Tidak pernah merasa puas untuk sebuah ilmu adalah pembelajar handal. Selalu optimis adalah ciri orang sukses. Dakwah adalah kewajiban. Amanah yang diemban akan dipertanggungjawabkan. Dan akhir kata, LDK prototipe sangat diperlukan untuk sebuah perjalanan menuju tujuan yang jelas untuk sebuah Lembaga Dakwah Kampus yang profesional. (18/03san)
0 komentar:
Post a Comment