Oleh:
Nurhasanah 'san' Sidabalok
Staff Div. Ke- LDK- an Puskomda FSLDK Sumut 2011-2013
..."Aduh, pengurus di fakultas ane kok makin loyo aja ni?"...
..Ya ampun, koordinasinya kok makin gak jelas ??"..
"idiiih, kerjanya lambat banget sih.."
Mungkin potongan kalimat- kalimat seperti itu sering kita dengar di kalangan Aktivis Dakwah Kampus. Tidak bisa dipungkiri, memang demikianlah yang terjadi di lapangan. Ada kalanya semangat menyurut akibat virus mendekat, komunikasi yang kurang lancar hingga bingung dengan apa yang seharusnya dilakukan, bahkan terkadang saling 'marah- marahan' terjadi akibat adanya sosok plegmatis berada di depan sang koleris kuat . Kondisi yang seperti ini sudah menjadi 'santapan' yang menantang bagi setiap kader, baik kader muda maupun madya, atau kader 'tua' bahkan. Ketika hal ini menimpa kita tidak perlu khawatir karena mereka yang sebelumnya juga sudah pernah mengalaminya dan hebatnya mereka tidak harus lari dari masalah ini, atau keluar dari jamaah ini. Hanya dengan sebuah keyakinan bahwa kita bisa meghadapinya dan tekad yang kuat bahwa kita memang ingin menyelesaikannya dengan cara terhormat.
'Satu Kesatuan Utuh', demikian judul tulisan ini. Mungkin tidak perlu terlalu berlebihan dan mengangkat topik yang terlalu tinggi, hanya sedikit mengajak kita untuk berpikir dan mencari solusi untuk ketiga kalimat di awal tulisan ini. Nah, kaitannya dengan judul?
Di sini saya ingin mengajak kita semua, para mahasiswa yang menamakan diri sebagai ADK untuk membenarkan bahwa 3 kalimat di awal tulisan ini benar pernah terjadi dalam perjalanan dakwah kita.
Pertama, permasalahan pengurus yang ada di fakultas. Suatu LDK yang sudah membentuk LDF di setiap fakultas tentunya memiliki struktur kepengurusan tersendiri. Dalam suatu diskusi atau sharing, ternyata laporan dari ketua LDF adalah seperti kalimat pertama dalam tulisan ini. Kekecewaan yang mendalam atas kejadian yang menimpa saudara seperjuangannya di fakultas akibat maraknya virus yang menyebar di kalangan kader. Kondisi ini semakin diperparah dengan mulai menghindarnya kader dari kegiatan yang merupakan program kerja mereka, namun seolah tidak peduli. Sumpah yang telah diucapkan ketika pelantikan pengurus seakan- akan hanya lips service saja. Hingga akhirnya, kembali monopoli terjadi. Satu orang multi fungsi. Satu- persatu mulai menghilang dan menyibukkan diri dengan kegiatan pribadinya, hingga tinggallah satu dua orang yang hanya mengandalkan semangat dan komitmen kuat untuk tetap berjalan, walau terseok- seok.
Kedua, masih berbicara tentang LDF. Namun kali ini berkaitan dengan LDK yang merupakan pusat informasi dan instruksi. Komunikasi yang tidak berjalan lancar diantara pengurus ikhwan dan akhwat. Terkadang ada rasa gengsi, atau merasa sesuatu dapat diselesaikan sendiri dalam satu kubu (ikhwan saja, atau akhwat saja). Sebut saja misalnya untuk masalah penetapan mekanisme kerja untuk sebuah kegiatan. Pada kubu ikhwan LDK (pusat), mereka telah sepakat bahwa sistemnya menggunakan metode X dimana metode ini belum pernah diadakan namun mereka ingin membuat suatu gebrakan, dan segera diinformasikan kepada pengurus ikhwan fakulta. Di tempat lain, kubu akhwat sudah sepakat untuk menggunakan metode Y karena sudah diterapkan sebelumnya dan terbukti ampuh. Dan akhwat pun menginformasikan kepada pengurus akhwat fakultas bahwa tidak ada perubahan dalam metode pelaksanaan.
Hingga akhirnya pengurus di fakultas menemukan kebingungan akan metode yang harus diterapka,n sementara waktu pelaksanaan kegiatan sudah sangat dekat. Akibatnya, pengurus fakultas menngambil inisiatif sendiri untuk memilih salah satu dengan sedikit kecewa kepada pengurus pusat. Dan kegiatan pun kurang berjalan maksimal seperti yang diharapkan.
Ketiga, ketidaksabaran atas lambatnya kinerja partner. Hal ini sering menyebabkan rasa sakit hati ataupun bahkan membuat seseorang menjauh dan akhirnya keluar. Memahami saudara kita adalah suatu kewajiban. Jangan sampai ketidakpahaman kita akan tipe saudara kita menjadi penyebab hilangnya kader- kader yang ternyata memiliki potensi maksimal. Koleris sangat diharapkan dalam situasi darurat. keberaniannya mengambil keputusan dengan gerak yang sangat lincah. Dan si plegmatis walau lambat namun pasti. Tidak ada yang perlu disalahkan. Tidak juga mereka yang sanguinis maupun melankolis. Bukankah di awal tarbiyah kita sudah dikenalkan dengan tahapan ukhuwah islamiyah? Tafahum.
Mungkin masih banyak lagi permasalahan yang dihadapi oleh para aktivis dakwah kampus, apalagi mereka yang sudah lama berkecimpung di sana. Tiga masalah ini hanyalah sekelumit dari yang penulis ketahui dan pasti pembaca memiliki pengalaman yang lebih banyak dari ini.
Setelah ditelisik ulang, persoalan yang ada di fakultas ternyata dampak dari persoalan yang ada di pusat. Seperti yang tadi kita bahas bahwah, komunikasi yang kurang lancar antar pengurus ikhwan dan akhwat berdampak pada kesimpangsiurang kinerja pengurus fakutas. Kemudian, ditengah permasalahan komunikasi di tengah ikhwan akhwat pusat, ternyata di jaringan ke atas juga mengalami kekurangan.
Thus, semua elemen tersebut memiliki ketekaitan satu sama lain. Jaringan yang berada di atas hendaknya membangun komunikasi yang baik dengan yang ada di bawah. KOmunikasi dan instruksi yang jelas akan memberi hasil yang baik. Tidak ada grouping dalam dakwah, semua berjalan seiring dengan tetap menaati qiyadah. Hingga akhirnya, alumni yang berafiliasi pada dakwah ini- seperti tujuan dakwah- bisa terwujud. (18/03san)
0 komentar:
Post a Comment