September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Man Jadda wa Jadda. Zhelayu Uspekha!

"Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?(QS. Al Qashash: 60)

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

QS. Ar Rahman: 13

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan. (QS. Yusuf: 55)

“Maka Bersabarlah Dengan Sabar Yang Baik, sesungguhnya mereka memandang siksaaan itu mustahil. Sedangkan Kami memandangnya mungkin terjadi. (Al-Maarij : 5-7)

“Hadapilah dengan senyuman. Selamat bahagia!

“Masalah Palestina bukan hanya masalah bangsa Palestina dan bangsa Arab saja. Tetapi masalah seluruh umat Islam, bahkan masalah kemanusiaan secara keseluruhan. Atas dasar pandangan aqidah inilah seluruh umat Islam wajib memahami kondisi dan permasalahan Palestina.

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.”

(Q.S At Taubah: 44)

“Berkata Musa, ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu."

Q.S Al Maidah; 25

““ Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin “ Artinya : Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim "

(al anbiya;87)

““ Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang – orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku perkenankanlah doaku , ya Tuhanku beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab. "

Wanita adalah perhiasan. Dan sebaik- baik perhiasan adalah WANITA SHOLEHAH

HR. Muslim

"Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya."

HR. Tirmidzi

"Wanita yang didunianya solehah akan menjadi cahaya bagi keluarganya, melahirkan keturunan yang baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari."

Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya.

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

QS. Ar Rahman: 13

Dec 23, 2010

Penantian di Empat Bulan Satu Minggu


“Sudah kau siapkan makanan ayam itu, Farhan?”, Mak Irham bertanya kepada putra semata wayangnya Farhan yang sedang sibuk mempersiapkan ubi- ubi halus untuk sarapan pagi sang ayam. Irham adalah nama ayah Farhaan dan Fitri, jadi kedua orangtuanya dipanggil dengan sebutan itu.
“Iya Mak, sedikit lagi ini. Tinggal mencampur ubi dengan ampas kelapa kemarin,”jawab Farhan yang segera beranjak ke belakang rumah menuju kandang kandang ayam mereka.
“Kukkuruyuuuuuuk,” si jago berkokok dengan gagahnya. Farhan merasa nyaman berada di kampung halamannya yang telah ditinggalnya sejak satu tahun yang lalu ketika namanya ada di koran pengumuman sehingga ia harus berangkat ke Padang. 

Menjadi anak laki- laki bungsu dari keluarga Batak Toba asli adalah suatu kebanggaan bagi Farhan. Betapa tidak, dirinya sangat diakui keberadaannya. Bukan berarti kakaknya Fitri tidak diakui, namun sepertinya ada nilai lebih yang diberikan keluarganya padanya. Sekolah jauh ke Padang, memiliki kereta pribadi, dibelikan sebuah laptop dan fasilitas lainnya cuku membuatnya nyaman dan siap mengukir prestasi di kota Padang, kota impiannya. Lain dengan kakaknya Fitri yang tidak diperbolehkan untuk keluar dari kota kelahirannya, sehingga harus ikhlas untuk mengembangkan diri di universitas kota sendiri, Jambi.
“Ini tidak adil, masak ibu dan ayah membedakan anak- anaknya? Fitri kan juga ingin melihat dunia luar. Sumpek di Jambi terus, Fitri pengen ke Bandung, kuliah di sana.”protes Fitri di kala dia ingin mencoba test masuk perguruan tinggi negeri.
“Fit, ayah bukan melarang kamu pergi menuntut ilmu jauh. Ayah senang mendengar semangatmu yang begitu melegakan hati ayah. Tapi, sebagai anak perempuan lebih baik kamu tidak usah terlalu jauh. Kalau nanti terjadi apa- apa denganmu bagaimana? Kita kan gak punya sanak keluarga di sana.”jelas Pak Irham dengan hati- hati. Karakter Fitri yang keras harus dihadapi dengan kelembutan, kalo nggak bisa terjadi perang dunia III.
“Huuh, lagi- lagi itu alasannya.”Fitri tidak bisa kasi penjelasan lagi, tidak akan bisa meluluhkan hati sang ayah. Kalau sudah A, harus A dan akhirnya Fitri mengambil keputusan tuk kuliah di kotanya mengambil jurusan Psikologi.
Sementara adik laki- lakinya yang jaraknya berada di bawahnya satu tahun diberi izin untuk mengambil jurusan Teknik di kota Padang. Kasian benar anak perempuan ini, pikir Fitri kala itu.

“Sudah lama gak turun hujan ya, Mak?”tanya Farhan sembari menyerakkan ubi halus di atas tanah kering dan tampak berlobang.
“Iya, sudah ada kira- kira 2 bulan 2 minggu, dan hujan terakhir itu hanya gerimis sebentar yang tidak sempat membasahi alam.”jelas Mak Irham.
“Jadi, usaha apa yang udah masyarakat lakukan Mak?”tanya Farhan merasa cukup prihatin dengan kondisi yang ada. Betapa sungguh kasihan para petani yang tidak bisa berproduksi akibat kemarau panjang, dan tentu saja keluarga mereka yang mana ayahnya juga seorang petani.
“Kita sudah sempat memanggil dukun untuk menghadirkan hujan di kampung ini, namun belum berhasil. Dan sekarang kita sedang menjalankan anjuran dari orang pintar dari kampung terdekat untuk mencipratkan air di setiap teras rumah subuh dini hari. Hanya itu yang bisa kita usahakan sekarang,”Mak Irham menjelaskan dengan hati- hati. Ia mengerti bahwa tindakan yang mereka lakukan itu sudah menyimpang dari ajaran agama dan tentu anak laki- lakinya sangat tidak setuju. Namun, apa hendak dikatakan itu sudah perintah dari kepala desa demi kebaikan bersama.
“Apa? Jadi penduduk kampung sekarang berbuat syirik? Dan mamak ayah juga ikut?”, spontan Farhan memburu pertanyaan kepada mamaknya.
“Farhan, setelah selesai kasi makan ayam segera kau susul ayah ke ladang ya. Biar kita bongkar saja cabe itu, tidak ada harapan lagi ayah lihat,”suara ayah terdenar dari pintu depan.
“Baik yah,”jawabku langsung dan tidak ingin beralih dari pembicaraan dengan mamak.
“Semula mamak dan ayahmu menolak untuk melakukan itu semua, tapi kami tidak memiliki daya untuk menentang perintah Pak Jamil, kepala desa kita. Haji Badar dan keluarganya pun tidak menentang perintah ini, apalagi kami ini yang belum haji, yang ilmunya belum seberapa,”Mak Irham menjelaskan panjang lebar.
“Astagfirullah, Mak. Bukankah sudah kita pahami bersama bahwa haji belum menjamin seseorang itu lebih baik? Kita pun jelas mengerti bahwa tindakan syirik seperti itu adalah dosa besar.”kata Farhan dengan agak keras. Walaupun tidak begitu paham benar tentang agama mereka, tapi untuk hal seperti ini sudah benar- benar tertanam dalam pikiran Farhan bahwa itu adalah dosa besar. Seperti yang ia pelajari ketika bersekolah di aliyah 2 tahun yang lalu.
Bukankah kita bisa meminta kepada Allah dengan solat istighashah? Bukankah kita yakin bahwa Allah adalah sebaik- baik tempat meminta? Itu yang selalu kuingat dari mamak.
Itu yang kupikirkan dalam perjalanan menuju ladang. Sedih dengan kondisi tanam- tanaman para petani yang kering kerontang menemani perjalanannya, dan lebih sedih lagi dengan kondisi dan sikap masyarakat kampungnya dalam menghadapi ‘bencana’ ini. Apalagi keluarganya juga turut melakukan kemaksiatan itu.
“Bah, pulang kau Cok?”tanya tulang Ramli yang kebetulan baru pulang dari ladang membawa kayu bakar dalam beko merah. Kayu kopi yang sudah cukup kering dan segera bisa digunakan untuk menanak nasi dan lauknya.
“Iya Tulang, libur semester jadi dimanfaatkan untuk bantu orangtua. Walau sedikit agak kecewa. Aku terdiam, begitu juga Tulang Ramli yang melihat raut wajahku sedikit berubah.
“Oh ya, gimana kabar Sofi Tulang, dimana dia kuliah?”tanya Farhan mengalihkan pembicaraan mereka. Sofi adalah anak tunggal Tulang Ramli yang seumuran dengan Farhan.
“Dia sekarang di Bogor, mengambil jurusan Astronomi. Insya Allah hari Minggu ini akan datang bersama teman- temannya yang ingin berkunjung ke kampung kita dan meneliti tentang musim kemarau yang tidak kunjung berakhir. Nanti boleh lah kau sambut mereka juga, biar ada Nampak orang berilmu di kampong kita ini.”jelas Tulang Ramli dengan senang hati.
“Insya Allah Tulang, hari Minggu kuusahakan datang ke rumah. Mungkin ayah sudah nunggu lama, sampai jumpa nanti di mesjid Maghrib ya Tulang,”kataku sambil bergegas.
“Oke, Insya Allah,”jawab Tulang Ramli setegah berbisik. Solat ke mesjid? Hal yang sudah lama ia tinggalkan sejak musim kemarau melanda kampung mereka. Ada perasaan menuntut dan tidak mendapat perlakuan yang adil dari Tuhan atas kampung mereka. Akibatnya, kampung yang dahulunya memiliki jamaah solat Maghrib lebih dari satu shaff, kini tinggal dua atau tiga orang. Itu pun hanya Atuk Hasan yang memang tinggal di mesjid dan Pak Tono beserta anak laki- lakinya yang berusia 6 tahun. Sedangkan di waktu solat lainnya, Atuk Hasan lebih sering merangkap tugas sebagai mu’adzin, imam, dan makmum sendiri.

“Yah, benarkah apa yang disampaikan Mamak kemarin padaku? Bahwa kalian berdua dan seisi kampung telah menyekutukan Allah dalam hal permintaan bantuan hujan?,”aku mencoba menggali informasi yang akurat dari ayah ketika kami akan berangkat ke mesjid menunaikan solat Maghrib.
“Tidak perlu kau campuri, Farhan. Belajarlah sungguh- sungguh, rajin solat dan mengaji. Cukup.”ayah seolah tidak senang membicarakan hal itu. Sepertinya ayah pun merasa bersalah dengan tindakan yang ia lakukan walau tidak pernah ditunjukkan lewat protes keras kepada kepala desa yang member perintah. Namun kulihat dari raut wajah ayah, wajah yang sudah kukenal. Ketaatannya beribadah patut kubanggakan walau saat ini agak sedikit mengendur. Kucoba menguatkan ayah kembali, menghadirkan kenangan indah kami ketika ayah dengan berbagai teknik jitunya mengajakku solat ke mesjid. Dan aku pun tertaklukkan oleh kelembutannya.

“Bagaimana ini Pak, hujan tidak kunjung turun. Padahal kita sudah menuruti segala perintah orang pintar itu,”protes beberapa warga kampung ke kantor kepala desa. Keresahan semakin tergambar di wajah para warga yang sebagian besar adalah para petani cabai yang terpaksa membongkar cabai mereka karena tidak ada lagi harapan untuknya tumbuh berkembang. Kekhawatiran semakin menghantui mereka akibat tindaka yang mereka ambil untuk penyelesaian masalah ini, menyekutukan Tuhan. Hal yang seumur- umur baru kali ini mereka lakukan, namun tidak juga bisa menurunkan hujan di tanah kering mereka. Penyesalan yang akhirnya hadir.
“Kita harus lebih bersabar lagi, Pak. Mungkin waktunya belum cukup, kita usahakan saja lagi.”kata kepala desa dengan pasrah. Tidak ada lagi yang bisa disarankannya kepada warganya selain berusaha sedikit lagi. Dengan wajah yang diusahakan tenang dan berwibawa, namun dalam hati sudah sangat khawatir dengan kondisi yang menimpa kampung mereka.
“Sabar gimana lagi, Pak? Sedikit pun tidak ada tanda- tanda hujan. Kita sudah dibohongi oleh orang pintar itu, hanya ingin meraup untung dari kita yang sudah kering ini.”jawab salah seorang warga dengan penuh semangat.
 Dapur pun sudah mulai jarang berasap, anak- anak yang tidak bisa lagi bersekolah karena harus mencari sumber air ke kampung seberang untuk menyirami tanaman jagung atau terung mereka yang sudah hampir berbuah dan sayang untuk ditinggalkan begitu saja. Minimal bisa untuk konsumsi pribadi jika memang nanti hasilnya kurang layak dipasarkan.
“Jadi sebaiknya kita hentikan saja ritual itu, kita kembali meminta kepada Tuhan, Sang Pemberi Rahmat yang selama ini kita lalai padaNya. Tidak menutup kemungkinan bahwa bencana ini tidak kunjung berakhir disebabkan sikap kita yang telah menyekutukanNya. Padahal yang selama ini kita ketahui bahwa masyarakat kita taat beribadah sehingga menjadi kebanggaan bagi kita. Marilah kita kembalikan lagi suasana religious di kampong kita, mulai dari keluarga kita dan kemudian seluruh warga akan kembali meminta hanya padaNya.”sambung farhan yang turut hadir mencoba memberi solusi. Yang lain manggut- manggut, tidak terkecuali kepala desa yang merasa malu kepada warganya. Apalagi kepada anak muda yang punya pemikiran cerdas jauh darinya. Dan mulai sekarang, gerakan ketaatan beribadah akan semakin dihimbau kepada warganya. Harapan mereka hanyalah kepada Tuhan Yang Esa, Pemilik Jagad Raya.

Seminggu, dua minggu, tiga minggu, belum juga ada tanda- tanda akan turun hujan. Keresahan kembali menghantui beberapa warga yang semakin melemah. Namun tidak bagi mereka yang benar- benar yakin akan pertolongan Tuhan orang yang taat pada Nya.
Sofi dan teman- temannya yang sudah berada di kampung kurang lebih seminggu juga merasakan keresahan yang dialami warga. Bersama Farhan, mereka mencoba memberi pemahaman kepada warga semampu mereka, menoba untuk tidak semakin memperkeruh suasana dengan keluhan- keluhan yang sebenarnya layak mereka sampaikan. Mahasiswa yang biasanya dilengkapi dengan segala fasilitas di kota, lebih dari seminggu menghadapi masalah- masalah yang membuat mereka tidak nyaman. Namun berkat kesabaran dan pengetahuan yang mereka miliki, semua dijalani dengan senang hati. Berharap semuanya akan normal kembali. Warga muslim dengan penuh khusyuk mendirika solat meminta hujan secara berjamaah.
“Farhan, coba kau lihat langit di sebelah barat daya. Bukankah itu awan yang menghitam pertanda hujan akan turun?”Mamak menunjuk ke langit ketika kami sedang menyiangi rumput yang menempel ke dinding rumah, menandakan penghuninya jarang memperhatikan. Sibuk dengan kerjaan di ladang yang bagi mereka lebih penting dan menghasilkan.
“Alhamdulillah, benar Mak. Tunggu biar kubangunkan ayah dan k’ Fitri untuk menyaksikan turunnya rahmat ini bersama- sama.”bergegas masuk ke rumah dan membangunkan yang terlelap lelah memikirkan tanah kami yang kering.
Ternyata sudah ramai yang berdatangan ke tanah lapang yang tidak lain adalah halaman kami yang merempet dengan lapangan sekolah dasar tempatku belajar huruf a-z kala itu. Anak- anak kecil membuka baju mereka agar bisa mandi hujan perdana yang sudah lama dinantikan. Akhirnya, Alhamdulillah hujan turun setelah penantian yang cukup lama, tepatnya 4 bulan 1 minggu. Semua bersorak riang, tidak sedikit yang sujud syukur sambil berlinangan air mata mengucapkan syukur atas terkabulnya permohonan mereka. Menangis tersedu- sedu atas kesalahan besar yang telah mereka lakukan selama penantian turunnya rahmat ini. Dan kini semakin jelas bagi mereka akan kekuasaan Tuhan karena Dialah sebaik- baik penolong. Hujan kali ini pasti memberi berkah bagi segenap penghuni alam yang yakin pada Nya.




Dec 22, 2010

Hari Ibu Hari Ini

“Hari ibu boy,” kata Faza kepada sohibnya Harfi.
“Hah, emang sejak kapan dideklarasikan? Pake hari ibu segala, ribet ah. Wong tiap ari aku Sms an sama mamak di sana kok. Tanya kabar, dan sering juga aku telpon.”kata Harfi yang sewot melihat Faza sibuk memintanya memegangi kertas plastik untuk  dilekatkan ke bungkus kado yang katanya akan dikirimnya  ke seberang lewat TiKi.
“Gak bisa gitu boy, walau memang kenyataannya tiap hari kita harus sayang Ibu, tapi tidak apa lah sekali- sekali kita kasi yang spesial untuknya. Kita manfaatkan hari Ibu ini, kan gak hal yang tasyabbuh seperti halnya perayaan Tahun Baru Masehi,”jawab Faza sambil terus merapikan kado yang bersampul merah muda dengan sangat sulit.

Maklum, ini kali kedua ia membungkus kado. Kali pertama ketika ibunya memintanya membungkus kado pernikahan tetangganya 2 tahun silam ketika ia berada di kampong liburan.
“Hehehe, dah pinter ya ente sekarang. Pake tasyabbuh segala, gak sia2 kita belajar sama Bang Udin selama setengah tahun ini. Banyak perkembangan padamu boy. Tuk hari ibu, bener juga . Apa salahnya kita kasi sebuah surprise untuk menunjukkan betapa bersyukur dan senangnya kita memiliki beliau. Baik, akan kulakukan. Niih, “Harfi menyerahkan staple  kepada Faza dan segera beranjak pergi ke kamar.

“Heh, ini belum siap bro! Siapkan satu- satu dulu, Allah pun menganjurkan Jika telah selesai satu urusan, maka kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh- sungguh..,”setengah berteriak Faza menyebutkan salah satu ayat Al Qur’an yang dia pun lupa surah apa.
“Dahulukan lah yang penting dan mendesak, gitu kata Bang Udin,”terdengar teriakan Harfi dari dalam kamar.
“Hadeeeh, 2 ilmuwan berbicara,” gumam Faza sambil terus merapikan bungkusan kadonya yang semakin membingungkannya akibat kertas plastik yang sulit untuk diajak kompromi.

Hari ini ibu sedang apa ya. Harfi merenung di bilik kamarnya yang berukuran 3x4 m ditemani tumpukan buku2 dan kumpulan soal- soal SPMB beberapa tahun yang lalu. Pasti sedang mempersiapkan nilai2 rapor anak muridnya yang akan dibagikan 3 hari lagi. Biasanya Harfi lah yang membantu ibu menjumlah nilai2 ujian, membagi, mengambil rata2, nilai mentah, nilai setengah matang, dan nilai matang. Setelah itu memindahkannya ke kertas folio dengan rapi  dan teliti. Biasanya saat pembagian rapor sudah dekat, ibu akan kocar- kacir kelabakan dibuatnya. Pasalnya murid ibu selalu banyak, lebih dari 30an orang. Murid terbanyak dibandingkan  kelas yang lain. Resiko ibu memang yang sudah senioran di SD Inpres 096115 Hayamwuruk, jadi ibu dianggap paling bisa dibandingkan guru yang lain.
Tidak pernah mengeluh, ini yang menjadi salah satu kebanggaanku pada sosok ibu yang kukenal sejak 18 tahun yang lalu. Tidur hingga larut malam pun direlakan demi selesainya tugas mulia yang sudah diamanahkan kepada ibu. Biasanya aku akan menemani ibu dengan menyediakan air hangat untuk ibu dan aku sendiri segelas kopi pahit yang menjadi favoritku. Bukan ingin senang sendiri, ibuku memang lebih suka air putih hangat. Dan aku akan bercerita tetang kehidupanku di perkuliahan, perantauan, teman2ku, kelompok ngajiku yang cukup membuatku rajin ibadah padahal awalnya ibu sempat sangsi mengantarku ke kota, takut tidak terkontrol karena memang aku orangnya cukup bandal dan jarang solat . Biasanya ibu akan menanggapi dengan senyuman yang cukup ikhlas dan membuatku senang untuk terus bercerita, hingga akhirnya,
“4x80= 240?? Benar itu Mang?,” tanya ibuku yang tampak bingung. Aku berhenti bercerita, 4x8=.. . aku berpikir sejenak, ah seolah pertanyaan sulit. Bukan Mak, 320 hasilnya,” kuberikan tipex kepadanya yang sudah terlanjur menuliskan angka 240 di penjumlahan 4 kali ulangan harian. Kuhentikan ceritaku, menunggu kondisi aman kembali. Panggilan mang yang Mamak beikan padaku cukup menyejukkan hatiku. Suda h lama aku tidak mendengar kata itu, maklum di kota tidak ada yang paham akan panggilan itu. Boy, bro, ente, sob, dan panggilan keren lainnya menemaniku. Namun tidak ada yang dapat menggantikan kata mang.
Sekarang, maaf Mak. Aku tidak bisa membantu. Banyak hal yang harus keselesaikan di sini dalam liburan ini. Urusan pertukaran pelajar ke Jepang yang tidak kunjung selesai karena katanya harus ada surat keterangan dari Pembantu Rektor I, II, III, IV padahal sekarang hanya satu dari mereka yang ada di tempat, sementara yang lain sedang ada kunjungan ke universitas lain. Kemudian, lamaran yang kuberikan ke perusahaan sedang menunggu pengumuman yang aku optimis diterima di sana. Dan satu lagi, impianku menjadi penghapal Al Quran yang selama ini mandek ingin kumantapkan dalam liburan ini. Dan satu lagi, di penghujung Desember ini aku ada amanah di kepanitiaan sebuah big event, dan aku yakin engkau pun pasti memintakku untuk selalu bertanggungjawab.

Mungkin teman2 ku yang lain sudaha pada pulang ke kampung masing2 dengan membawa oleh2 hasil kerja mereka, bercengkerama dan membahagiakan ibu mereka. Namun di sini aku tidak bisa mewujudkannya saat ini, Mak. Ada saat yang lebih tepat nantinya aku berada di sisimu menemanimu. Tidak akan lama, setelah selesai urusan ini aku akan segera kembali Insya Allah.
Mohon maaf ku padamu, Ibu…
Harfi melipat kertas dengan hati- hati. Membentuk lipatan terindah yang pernah dipelajarinya di acara training ikhwan beberapa bulan yang lalu. Alhamdulillah…
“Faza… come here! This will be more powerful, hehehe,” Harfi berteriak memanggil Faza yang tidak kunjung selesai membungkus.

“Heh, kalau begini ceritanya petugas TiKi pasti tidak sudi ngantar  titipan ini. Kebanyakan umbai- umbai siiih, liat punya gue ni, Simple but Sure,” Harfi memperlihatkan surat cintanya yang selesai dalm kurang lebih 30 menit plus dihias sedemikian rupa untuk dititipkan ke TiKi bersama seperangkat alat solat untuk Ibunya yang pasti sedang merindukannya.
Faza terdiam, hasil kerjanya tak kunjung beres.
Help me please, katanya lirih.

Happy Mother’s Day, Mamak ku Tercinta…
Harfi menuliskannya besar2 di sampul kadonya dan kado Faza yang sudah rapi.



Des22, 2010
Laudendan tak berdendang kini

Dec 20, 2010

Rapi??( Sori, Bukan Kita)

“Andin, liat kertas Lina gak, yang formulir pendaftaran acara training UKM Islam itu?,” Lina mencari- cari kertas yang selama ini selalu ia lihat di depannya. Namun mengapa kini ketika dia butuh seolah- olah kertasnya menjauh.  Aaaah, gerutu Lina sambil menyerakkan tumpukan kertas yang ada di rak bukunya yang memang dari awal sudah berserak.
Andin, teman satu kos Lina di sebuah rumah kontrakan hanya terdiam dan ketakutan. Memang Lina tidak akan berbuat anarkis, namun dasar Andin yang terlalu berlebihan kasi respon. Apatah lagi dengan LIna yang nota bene seorang batak asli, sementara Andin adalah seorang jawa yang masih kental dengan sikap lembutnya dan berbicara halus.
Kuliah di kota Medan adalah tantangan besar bagi Andin yang sejak lahir hingga mengikuti SNMPTN berada si Solo, Jawa Tengah. Keduanya bertemu ketika masa orientasi dan Lina masih belum menemukan tempat tinggal, kemudian Andin dengan polosnya mengajak Lina untuk tinggal bersama. Dan mereka bisa menyatu walau terkadang banyak kecanggungan diantara mereka.


“Gubrak!” Tumpukan buku- buku Lina tumbang. Andin lari menjauh, takut terjadi sesuatu padanya.
“Andiiiin, kamu kok malah pergi sih? Bantuin Lina cariin dong!”, teriak Lina sambil membuka buku- buku satu persatu karena mungkin kertasnya terselip.
“Eh, ia ia..”, Andin menuju ke kamar dengan hati- hati dan membantu Lina mencari kertas yang dimaksud. Nihil.
“Ya sudahlah, Lina udah telat ini. Ntar Lina minta aja lagi sama abang itu, sekalian tanya- tanya tentang trainingnya,” kata Lina sambil menarik tasnya dari bawah tumpukan buku dan segera berlari.

Gubrak, semua berserak. “Linaaaaaaaaaaaa”, kali ini Andin yang berteriak walau suaranya cukup nyaring di kuping Lina.
“Bantuin beresin, ya Andin sayang, Assalamu’alaikum….”, Lina bergegas tanpa ada merasa bersalah. Padahal Andin yang terkesan sangat rapi  dan teratur sudah ingin ‘menebas’ leher Lina. Kebiasaan anak ini, pikir Andin. Tapi walau bagaimanapun, bagi Andin sendiri Lina adalah teman yang baik dan bersahabat. Rasa kepeduliannya sangat tinggi.

Pernah suatu ketika ada preman yang berusaha mengganggu Andin di perempatan jalan. Andin yang tidak terbiasa berhadapan dengan situasi yang demikian merasa sangat ketakutan. Andin hanya bisa berdoa agar Allah memberi bantuannya, dan secara tiba- tiba Lina sudah muncul di depan mereka dengan membawa 2 bungkus es cendol.
“Wah, kebetulan ni bang. Nih, “kata Lina sambil menyodorkan kedua bungkus e situ kepada para preman dan segera mengajak Andin pergi. Para preman tercengang dan segera menikmati es cendol dengan riang. Panas terik ditemani es cendol cukup mencairkan hati mereka.

Di tengah perjalanan, Lina tidak banyak bicara. Demikian juga Andin, hanya ucapan syukur kepada Allah dan terimakasih kepada sahabatnya yang keluar dari bibirnya. Heran dengan sikap Lina, tiba- tiba Andin menangis sesampai di teras rumah.
“Dirimu kenapa, Din? Disakiti ya tadi sama mereka? Bagian ana yang sakit?,” Lina merasa sangat kasihan dan memeriksa tangan dan kaki Andin.
“Hahahaha, kena deh. Andin segera berlari ke kamar dan Lina mengejar bersiap untuk membalas kejahilan Andin. Lina kembali ceria, padahal tadi dia terlihat murung karena uang nya sudah tidak cukup lagi untuk menemaninya di sisa- sisa akhir semester.

“Diiiin, liat buku grammar Lina yang kuning? Kemarin waktu Andin beresin letak dimana?”, kembali di pagi- pagi buta sebelum subuh Lina sudah membuat kebisingan di seantero kamar. Ya, Lina akan mulai belajar sebelum subuh, sebuah kebiasaan yang sudah rutin dilaksanakan.
“Ah, liat di situ aja. Paling dalam rak itu, atau di bawah kolong ini, atau ada di tepat cuci piring,” jawab Andin sekenanya sambil menarik selimut yang sudah menjauh darinya akibat tarikan Lina.
Hmmm, udah berani sekarang ya. “Andin,, bangun! Tahajud, sana! Mahasiswa kok malas gini sih? Ayo,” tarik Lina dengan paksa.
“Lin, Andin lagi g solat. Ga usah berisik gitu la, kalo mau solat, solat aja sana, kalo mau nyuruh orang cari buku, cari aja sendiri,” Andin semakin menjadi- jadi. Lina bergegas mencari bukunya di tempat cuci piring. Dalam hati, Andin merasa kasihan kepada temannya. Namun dia ingin member pelajaran berharga kepada Lina untuk lebih bisa teratur dalam hidup.
Sangat jarang Andin melihat Lina rapi dalam hidup. Mulai dari buku- buku yang berserak, catatan perkuliahan yang ada di semerata tempat, kertas yang tidak ada bersih karena bagian belakangnya juga sudah berhasil dicoreti oleh Lina dengan berbagai jenis tulisannya. Mulai dari jadwal harian,  komentarin dosen yang lagi menerangkan, komunikasi dengan teman di kelas yang jaranya dari ujung ke ujung melalui tulisan, cerpen, puisi, curhatan, dan berbagai jenis tulisan lainnya mewarnai bagian belakang kertas- kertas print an atau fotocopyan.

Andin juga memperhatikan Lina sangat ceroboh. Setiap hari ada aja barangnya yang hilang, tidak jelas rimbanya. Kalau bisa dibilang orangnya asal untuk masalah keteraturan dan kerapian. Tapi di balik itu semua, Lina patut dibanggakan dalam hal ibadah. Solat rawatib, tahajud, tilawah, Dhuha, dll rutin… “Pengen Bantu ortu, Din.” Demikian jawaban Lina kala itu. Hmm, bersyukur sekali punya anak seperti Lina, pikir Andin. Jika dibandingkan dengannya, jauh banget bedanya. Memang untuk ibadah wajib insy Allah tidak pernah ketinggalan, namun untuk yang sunnah masih banyak mikir, dan bahkan sampai berbohong seperti yang dia lakukan di pagi ini. Karena malas untuk solat tahajud, Andin menegaskan bahwa dia lagi tidak solat. Lina tau kalau Andin sedang tidak jujur, tapi tidak perlu diperlebarnya karena Lina sedang fokus ke pencarian buku grammar yang terakhir dibaca minggu lalu.
Andin beranjak dari tempat tidur. Merasa bersalah kepada Lina, Andin pun mencari buku grammar Lina yang ketika membereskan buku kemarin tidak ada kelihatan.

“Dapat Lin?” kata Andin sambil membuka tas Lina. Tidak ada lagi tempat yang mungkin dicari dirumah ini, tidak mungkin ia ada di tempat cuci piring. Andin geli melihat Lina yang bolak- balik kamar- dapur.
“Lin, inikah?, sambil menyodorkan bukunya.
“Alhamdulillah, Lina lupa tadi ternyata baru dibalikkan sama Fahri tadi pagi.”
“Tugas Andin dah selesai, I’m coming… “, Andin bergerak cepat ke tempat tidur.
“Tahajuuuuud! Gubrak, kaki Lina tertabrak tiang tempat tidur karena ingin menarik Andin. Arrgggh, sakit..” kata Lina memegangi lututnya yang membiru.

“Andin, tolong setrikain baju Lina dong. Satupun gak ada yang tersetrika, Lina belum siap tugas ini. Bentar lagi dikumpul.” kali ini Lina agak memelas.
“Din, tolong carikan file Lina di computer tentang Noun Clause. Lina sibuk ngerjain tugas akhir morphology, ntah dimana kemarin Lina letak lha, nama filenya pun lupa. Tolongin ya, pagi ini jam 8 harus sudah dikumpul.”
Kali ini Lina SMS

Aslm. Din, tlg krmkn no k’Faiz. Lupa Lina letak dmn krtas nomor2 hp mrk. Syukron!
Din, bwkn buku Tata Negara ke kmpz y. lp td Ln bwnya. Thnx
Din, Din, Din………………………….
Dan berbagai permintaan tolong tersampaikan. Syukur Andin mau dan tidak banyak komen.
Dengan singkt Andin selalu membalas Sms Lina dengan,
Lin, Lin,,,, makanya belajar RAPI laaaaaaaaaaa…. Tengok ni, Andin!
Glek, ujung2ya promosi diri sendiri..
Hmmm, resiko Lina tidak bisa rapi. Berantakan semua


Des16, dini hari
Dikelilingi kertas2 dan buku2 yang tertata tidak RAPI. BErserak, demikian bahasa mereka.
ckckkcck

Kamu Egois Siih

"Jam berapa ngampus kak?", tanya adikku di sela- sela kesibukannya menggambar, ntah menggambar apa. Yang jelas bukan gambar pemandangan indah yang kelak bisa dipajang di dinding ruah yang masih putih bersih. Dan tidak juga lukisan kaligrafi yang nantinya bisa mennghiasi rumah kami dengan kalimat2 Allah, yang selama ini terasa kering. Dan tentu juga tidak sebuah gambar wanita cantik yang menjadi idamannya. Tidak. Hanya garis2 lurus yang dipertemukan dengan rapi dan terbentuklah sebuah bangun ruang yang menunjukkan dirinya adalah seorg anak teknik. terserah teknik apa.
"Jam 8, antar ya boy.",jawabku sekenanya sambil tetap fokus ke layar laptop untuk menyelesaikan tugasku yang harus segra dikumpul jam 8 ini. Dan sekarang jam di laptopku menunjukkan pukul 07.47. Huft, error lagi. Cursor mengulah, Brak, pukulan ringan ke arah mouse.. Alhamdulillah, normal kembali.
Hidupkan print, Ahh tinta habis lagi..

"Bang, tolong cek printer kita, padahal baru diisi kemrn tintanya,"pintaku sambil sibuk memasukkan buku ke dalam tas.
"Buku Metopel mana?" Kembali rak buku berserak. Adikku geleng3.
"Buru- buru boy, soriii,"kataku seolah tau isi pikirannya.
"Ah, kapan dirimu gak buru2? Tiap pagi begini, heran,,, heran.
"Hahaha, tawaku sambil menjitak kepalannya.
Tanpa beban, kusiapkan diriku untuk berpakaian rapi hari ini, calon bu dokter harus rapi.
Oh iya, kenalkan namaku  Mila, kuliah di Kedokteran swasta Yogyakarta. kalau asal ku sih dari Sumatera Utara sana, dekat Aceh. Bersama abang dan adikku, kami menuntut ilmu di kota orang, biar berhasil kelak. Karena di kota kami pendidikannya belum cukup susuai untuk org sekaliber kami2 ini. hehehe..
Yup, ngeprint selesai, dan cabut bersama Satria F150.

"Fin, dah selesai tugas Geometri? Gmn ente buat caranya?", kuhampiri Findy yang cukup terkenal di kelas kami dengan kejeniusan otaknya.
"Oke, dah tau saya. Syukron!," sedikit berlari kutuu bangkuku untuk menyelesaikan satu soal lagi.
"Eit, Liat tugas berbahasa Mil, bingung juga dengan sastra ini.", Louis sedikit menahan langkahku.
"Hmm, saya buatnya asal2an Loi, ntar salah lagi. Liat yang lain aja ya", kataku sambil mempercepat langkah menuju bangku pojok, bangkuku senidri.
Louis terdiam.

"Maaf teman, saya cabut dulu ya. Gak bisa ikut kerja kelompok ini, ada keperluan mendesak. Ni bahan dari saya,"kataku pada temen kelompok yang sedang pusing mikirin cara penyelesaina tugas Statistik. Memang tidak ada yang protes, seolah mereka sudah paham akan aku yang sering seperti ini.
Yah, sedikit lagi tentang diriku, aku aktif dii sebuah Organisasi Islam di kampus. Aku dijuluki Aktivis Dakwah Kampus oleh mereka. Bersama puluhan teman lainnya dari satu fakultas, kami menyebarkn dakwah Islam kepada mahasiswa muslim. Menciptakan kampus islami adalah impian kami bersama. Karena itu, aku sering disibukkan dengan kegiatan2, syuro, buat laporan, undangan, dan kerjaan lainnya. Aku senang dengan ini semua. Terserah lah apa kata mereka. Life's going on..

Berjalan tergesa- gesa menuju kampus, sibuk menghubungi para pemateri, mengajak adik2 ikut kegiatan,  menjadi rutinitasku.
Astagfirullah, ternyata ada yang terlupakan.
mereka bilang aku cuek, tidak perhatian sama mereka, sukanya ngumpul sama teman se organisasi aja, egois lah pokoknya. Kawan sekelas pun bilang begitu, walau aku punya gank yang selalu support aku. Tuk tugas2 perkuliahan sering kuminta bantuan mereka.
Mereka juga bilang aku sering sepele dengan tugas. Hmm, tidak sepenuhnya benar. Aku bahkan sampai larut malam tidur, ngerjain laporan kegiatan memang (heheh) tapi tugas pun selalu kuupayakan selesai di rumah, walau hasilnya tidak seperti mereka yang mengerjakan di kelas.

Selalu menyusahkan, demikian kata adikku.
Menyuruh orang ngantar sesuka hati, padahal yang disuruh masih ingin melanjutkan mimpi indah.
"Tenang boy, ini semua kulakukan untukmu. Biar tidak terbiasa tidur habis subuh, "demikian alasanku.

"Huh, menganggu org yang sedang sibuk. Makanya ngerjain tugas itu melam hari, bukan pagi mau berangkat kuliah. Jadinya gini, semua kerja terhambat. Makan apa kami? Ini rumah kok tidak pernah dibersihkan?", itu protes dari abangku.

"Pengen dibantu orang tapi gak pernah bantu, pengen dimengerti tapi tak pernh mengerti org, pngen diperhatikan, namun tak pernh memberi perhatian", demikian celotehan sahabatku Rizka yg cukup membuatku lumpuh dalam berbicara, bisu dalam berjalan.

"Kakak sih egois, adik2nya gak diperhatiin. Padahal kami sagat butuh, kami masih meraba di jalan ini kak," itu dari Petrik, mahasiswa baru yg cukup dekat denganku. Berbagai kisah pribadi pun tidak sungkan, yang membuatku kadang tidak nyaman.

"Oke oke, kuterima semua itu. Aku sadar itu semua. EGOIS. Itu memang aku. tapi tunggu pemblsnku, kalian akan terdiam dengan banyaknya perhatian yang kuberikan. Berlebih pun.


Des18, disamping printer dan kertas A4. Maaf semua..

Dec 1, 2010

Score 600 Bukan Sekedar Mimpi

TOEFL (Test of English as Foreign Language)
 .. bagi penulis, test ini adalah test bergengsi yang merupakan test bahasa Inggris sesungguhnya.. Bagaimana tidak, 6 tahun belajar bahasa Inggris di SMP- SMA, kemudian bagi yang kuliah mengambil jurusan bahasa Inggris seperti saya akan menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun untuk belajar bahasa Inggris. Jika dijumlahkan sekitar 11 tahun waktu yg dihabiskan untuk belajar bahasa ini. Dan akhirnya, hanya ada satu test yang harus kita lalui untuk mengetahui kemampuan bahasa Inggris. TOEFL. Tentunya siapapun ingin berhasil di test ini...http://belajar-yok.blogspot.com/2010/09/strategi-pengambilan-test-toefl.html

Kekuatan Pikiran

Semua berawal dari pikiran. Ya, itu yang aku ketahui setelah membaca beberapa buku self- development, menonton beberapa film motivasi, dan berdiskusi dengan mereka yang sudah bisa dkatakan berhasil.
 

Semula aku masih bingung tentang itu dan sebagai ornag yang kritis aku tidak bisa menerimananya begitu saja. Aku terus mencari hingga aku yakin akan kebenaran statement itu dan menemukan bukti konkritnya. Butuh waktu lama untuk itu. Kukaitkan dengan kehidupan sehari- hari. Ternyata tidak kutemukan 100% benar. Tidak murni. Selalu ada penyaringan di setiap perjalanan membenarkan itu. Selalu ada alas an yang tepat untuk membantah statement yang pada waktu itu masih sangat baru dalam pikiranku dan aku membiarkannya diriku tuk larut dalam pencarian kebenaran itu.

Seiring waktu berjalan, kurasakan kebenarannya walau belum sepenuhnya karena aku lihat TIDAK SEMUA BERJALAN SEPERTI YANG AKU PIKIRKAN. Tapi mengapa merreka semua, para pakar motivasi, ilmuwan, mengatakan demikian?


Mari Menghafal Quran, Akhi wa Ukhti Fillah

"Udah hafal berapa, akh?"
"Hmmm, Sibuk ni, ga sempat mau ngapal lagi. Aktivits dkwah cukup bnyk saat ini"
"Ia ya, ane juga mrsakannya. Tapi apakah brti kita diizinkan tuk tidak memperbyk hfalan kita karna amanh dkwh?"
"Yaaa, sbnrnya gak bisa gt sih. Tapi ane bener2 g bisa tuk saat ini. Fokus di training Perekrutan maba yang sdh ckup dkat ini. Ane cabut dulu ya, Aslmkm..!"
_________________________________________________<

"Aslm, lagi ngapain ni? Kok Quran n matanya ditutup n komat kamit?"
"Wslm, iya  ane lagi ngapal ni, mumpung ada waktu and lagi mood"
"Antum hebat deh, bisa ttp ningkatkan hafalan. Jujur, ane pun ingin sangat sperti antum turut menghafal."
"Oh , benerkah?? trnyata ane punya temen. Muraja'ah yuk! (*_* , kegirangan)

"Eh ia, tapi ane blm mlai. Ni masi cari waktu yg tepat. Mudah2an aja dalam waktu dekat bisa ane mulai."
"Ha?? nunggu waktu yg tepat? Jgn sampai ksibukan mu mlalaikan engkau dari kewajiban menjaga Qur'an, akhi."
"Afwan, ane pun gak ingin sperti ini. Hafalan yg ane dapatkan wktu di pesantren dulu pun mulai hlg satu persatu. Astagfirullah."
"Itulah yang ane risaukan saat ini. Ketika para aktivis dakwah sibuk dgn kgtn dkwah dan tanpa sengaja melupakan kewajiban mereka tuk menjaga Qur'an. Makanya ane mencoba tuk membangkitkan smgt teman2 sesama aktivis dakwah tuk lebih geliat dalam menghafal Quran. Kalau bukan kita siapa lagi??."
" Ia deh, ntar ane juga ngajak yang lain. tapi tuk skrg mungkin belum bisa, urusan Peminjaman t4 dan perlgkapan tuk acara hari Ahad juga blm fix. Hmmmm, ane duluan ya.. Aslmkm!"
_--------------------------------------------------------------------------------_

       Kejadian seperti kedua kasus di atas sering ditemukan di kalangan aktivis dakwah, kelompok yang seharusnya lebih getol mensyiarkan Al Qur'an. Namun karena kesibukan yang tak kunjung berakhir, alokasi waktu untuk menghafal Quran terpakai tuk hal lain. Demikian hari ini, besok, lusa, dan heri- hari berikutnya, hingga Ramadhan kembali hadir dan semua mulai kembali. Alhamdulillah..
      Namun berapa banyak yang dapat dihafal dalam waktu singkat itu?? Bukankah kita dianjurkan untuk seimbang dalam segala sesuatu? Tawazun? Tidak ada yang dapat dan ingin disalahkan atas kejadian yang berulang- ulang terjadi. Dan memanng tidak layak untuk mempermasalahkannya. Yag paling penting sekarang adalah bagaimana supaya Tawazunitas itu hadir di tengah kesibukan yang tiada henti. Akademik lancar, dakwah mantap, hafalan mulus.. Mahasiswa Ideal (pendapat bagi beberapa org, trmasuk bagiku)..

     Baik, sebagai pengantar tuk tulisan perdana ini.

'Sebaik- baik kamu adalah yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya' (Hadist)..
Tingkatan mempelajari Al Qur'an:
Menghafal. Tingkatan pertama adalah Menghafal seperti yang dilakukan oleh Baginda Rasulullah. Untuk zaman sekarang ini, hal itu bisa dimulai sejak dari anak- anak. Sebelum si anak bisa membaca, hendaknya orang tua sudah membiasakan si anak mendengarkan bacaan Quran, atau bahkan sejak masih dalam kandungan. Ketika si anak sudah terbiasa dengan bacaan seperti itu, ketika mereka sudah mengenal huruf dan bisa melafazkannya, itu akan mudah bagi mereka untuk menghafal Al Quran.

Anak- anak? Jadi bagi kita yang sudah melewati d'golden age? Tenang, banyak jalan Menuju Roma..
Sebelum mulai membahas tentang tips menghafal Al Quran, kita harus menyamakn persepsi terlebih dahulu. Ada 2 mindset yang harus tertanam dalam pikiran kita:
1. Menghafal Al quran sama sekali tidak mengganggu pelajaran lain, tapi malah membantu meningkatkan pemahaman akan pengetahuan lain
2.Keberkahan akan datang pada para penghafal Quran

Berikut tips menghafal bagi kita yangberprofesi sbg pelajar, mhasiswa, guru, orgtua, dan bagi siapa saja yang ingin menghafal Quran dan menjaga hafalannya.. http://alamster.wordpress.com/2007/01/24/tips-menghafal-al-quran/


Setelah mengetahui tips tersebut, kita juga harus yakin akan kemampuan yang kita miliki. Yang jelas, Jangan Remehkan Diri Anda!!
Semua adalah sama, hanya stimulus yang diberikan tuk sesuatu yang berbeda oleh setiap orang. Kepala kita sama seperti Abu bakar, Volume otak kita sama dengan Umar bin Khattab, hanya cara kita menggunakanlah yang berbeda.
Tidak ada keajaiban di dunia ini, kalaupun ada pasti ada sebabnya.

Selamat Menghafal Quran! Aktivis dakwah hafalannya minim tidak akan lagi kita temukan. Luruskan niat semata- mata hanya ingin memperoleh keridhoan Allah.
Zhelayu uspekha!!
ganbatte Kudasai!!

Guruku,Sungguh Aku Mencintaimu. Terimakasih


Hmm, bentar lagi hari guru. H2..
Oh, belikan tas aja, soalnya tas ibu itu kan dah usang… hmm, ia .(^_<, senang sambil berlari kecil..)
Eh, tapi kalo dipikir- pikir, lebih baik sepatu aja deh.
Kan kasian ibu itu kalo becek, kena ke dalam.
Ia sepatu aja.. (*_*, tersenyum lega dan berjalan cepat)
Ahhh, gak juga..
Kayaknya jilbab ibu itu deh yang paling perlu
Kan penampilan sgt menentukan,
Apalagi teman2 sering ngejek ibu itu yang jarang sekali matching,
Arrrgh, apa ya????
(~_~, kok jadi confuse gini??, Imam… bijaksini lahJ)
Yah, gak ada salahnya beli semua, toh gak mahal kali..paling gesek sekali, gak bakalan ngaruh deeeh..
(^_^, senyum sendiri, Imam z d’best laaaa.. lari lari ke parkiran mobil, dan tancap gas menuju Butik. Ahahah. Mantapzzz)

H…
Sselamat hari Guru, ibu guru ku..(Jmenyodorkan bingkisan ke Bu Husan, dengan girang. Depan guru lain pula).. dan semua pun melirik ke arah bingkisan besar 3 kotak, waaah…*_*semua berbinar- binar)

(“.” Bu Husna berlinangan airmatanya, dan berlari ke belakang)
Bu, tunggu dong.. ini bawa bingkisannya (^\^ heran melihat si Ibu.. kok lucu seorang wanita ini, cckckck)
Ahhh, kejar Mam…
Gagal.. si Ibu telah pergi jauh..(^[^ Imam, apa yg telah kau lakukan? Arrgggh , kok jadi ribet gini eeea..)
Bingkisan pun di bawa pulang, walau Bu Iin terus menatap kearah bingkisan itu. (*(*, gak boleh. Special untuk guruku tercinta, Bu Husna Van Java kuJ s4 lagi joking2, ahhhh. Imam… Imam)

3 hari setelah hari Guru…
Bu Husna kembali ke kelas, dengan penampilan yang tidak berbeda. (^_~, Ala kadarnya, kata Adin)

Tapi tidak dgn materinya, beda. Sangat berbeda.
“terimakasih atas perhatian anak- anak semua.. bagi ibu, kalian adalah mutiara2 yang siap untuk dibentuk, batangan emas yang siap tuk di jadikan emas yang indah… saat2 terindah ibu lalui bersama kalian. Bla bla bla… (‘_’, hiks… hiks.. Imam, kau kok jadi cengeng gini? Nangis? Imam yang manja, nangis?? Ahhh, tiada yang dapat menolak kehadiran butiran ini…)
………………………………………… to be continued.

Sebelumnya siapa sih yang dikatakan guru? Baik, akan kita bedah dengan seorang calon guru, Insya Allah..ckckkckck.. (*_*, jgn syirik ya, ntar ga diampuni.. ckckckkc lagi)
Guru, in English teacher: a person whose job is teaching, especially in a school.(oxford dictionary, said).
Zakiah Darajat menyatakan bahwa persyaratan seorang guru di samping harus memiliki kedalaman ilmu pengetahuan, ia juga bahkan mesti seorang yang bertakwa kepada Allah dan mempunyai akhlak atau berkelakuan baik.

Mengapa seorang guru harus menjadi teladan bagi siswa?
 Karena kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap perilaku siswa. Perilaku guru dalam mengajar secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar siswa, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Artinya jika kepribadian yang ditampilkan guru dalam mengajar sesuai dengan segala tutur sapa, sikap, dan perilakunya, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik, bukan hanya mengenai materi pelajaran sekolah tapi juga mengenai persoalan kehidupan yang sesungguhnya.

Di sinilah dalam menunaikan tugasnya seorang guru bukan hanya sebatas kata-kata, akan tetapi juga dalam bentuk perilaku, tindakan, dan contoh-contoh sehingga mampu menjadi teladan dan bisa memberi motivasi bagi siswa-siswanya. Menurut pengalaman para ahli pendidikan, sikap dan tingkah laku seorang guru jauh lebih efektif dibanding dengan perkataan yang tidak dibarengi dengan amal nyata.

Pada titik inilah, menjadi guru teladan adalah menjelma guru yang tidak hanya siap memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, dan pencerahan rasional-intelektual semata, tetapi juga mampu memberikan bimbingan nurani, akhlak yang mulia, sekaligus pencerahan emosional-spiritual kepada murid-muridnya.

Kepada calon guru, hati- hati dengan sikap Anda! Karena akan ada yang menduplikasikannya.
Perbaiki diri sekarang kita juga! Let’s Learn more, how to catch the student’s heart, just like Bu Husna..
Yupzzzzzz . be a professional teacher.
Rabb, rahmatilah mereka yang telah banyak berkorban untuk kami.
Yang hati mereka sering kami sakiti,
Yang kami jarang dengan cepat melakukan perintahnya,
Yang kami bahkan tidak jarang protes,
Yang sering kami bicarakan kekurangannya,
Oh, Maafkan kami ..
Rabb, balas segala kebaikan mereka..
Sungguh Engkau lebih mengetahui ketulusan hati mereka mendidik kami.**(Teruntuk Kedua orangtua kami, guru2 kami, dosen2 kami, dan semua yang telah mendidik kami… semoga Allah menjaga kebersamaan ini, Amin)

 
Baca Juga:
Langganan
Get It