Setiap yang bernyawa
akan mengalami kematian.
Kesedihan, kegembiraan,
kenikmatan, kedukaan, dan rasa lainnya akan lebih terasa jika ia dialami oleh
orang- orang terdekat kita. Dan ia akan lebih terasa jika diri kita sendiri
yang mengalami peristiwa itu. Mungkin saja jika teman kita mengalami kesedihan,
kita akan turut menunjukkan rasa simpati. Namun ia tidak berlangsung lama,
boleh satu jam, 2 jam, satu malam, dan sangat jarang jika ia berbekas berhari-
hari. Namun coba jika yang ditimpa musibah itu adalah orang dekat kita, sebut
saja keluarga, maka kesedihan itu akan terbawa ke setiap aktivitas kita.
Kalaupun terlupa, maka ia hanya sebentar dan akan kembali muncul perasaan itu.
Selanjutnya bagaimana jika diri kita sendiri yang mengalaminya? Tidak hanya
sehari, seminggu, berbulan- bulan bahkan bertahun- tahun ia akan terus melekat.
Walaupun ia sudah terlewati dengan baik.
Begitupun dengan
kenikmatan yang Allah berikana kepada kita. Ia kan sangat berharga jika sudah
pergi, tiada. Kenikmatan yang Allah cabut dari orang- orang terdekat kita tentu
menyayat hati dan perasaan. Membisikkan ke telinga bahwa kita pun akan
mengalaminya. Sebut saja kenikmatan mendengar yang Allah cabut dari seorang
yang sudah berusia lanjut. Jika ia adalah ayah kita, atau ibukita maka rasa
sedih itu lebih dalam dibandingkan jika ia terjadi pada orang lain.
Kita patut belajar dari
setiap peristiwa yang terjadi di sekeliling. Membaca setiap jengkal kejadian
yang menimpa orang lain. Benar, semua ini hanya titipan. Penglihatan,
pendengaran, kaki yang kuat, gigi, dan semua kenikmatan yang kita rasakan hari
ini adalah titipan. Nyatanya memang setiap titipan akan diambil oleh si
pemiliknya.
Allah lah yang
mempercayakan kita untuk menjaga titipan kenikmatan itu. Tidaklah patas bagi
kita untuk mengingkari semua kenikmatan yang dititipkan. Semakin memahami
hakikat titipan, maka semakin tenang diri kita ketika telah tiba waktunya
titipan itu diambil. Sebaliknya, semakin kita merasa hebat dengan apa yang ada dalam diri kita,
maka semakin sulitlah kehidupan kita jika saatnya titipn itu diambil.
Jadilah kita sosok yang amanah untuk setiap
titipan yang dipercayakan kepada kita. menjaga setiap titipan agar ia berbuah
kenikmatan yang diridhoi oleh Sang Khalik adalah pengejewantahan sikap amanah.
Menjaga setiap titipan agar ia tidak menimbulkan berbagai kemaksiatan juga
adalah wujud dari sikap amanah.
Dengan demikian semoga titipan ini akan
diambil setelah kita memanfaatkannya untuk kebaikan. Kesabaran atas ujian
dicabutnya kenikmatan adalah sebuah harga mati.
0 komentar:
Post a Comment