“Andin, liat kertas Lina gak, yang formulir pendaftaran acara training UKM Islam itu?,” Lina mencari- cari kertas yang selama ini selalu ia lihat di depannya. Namun mengapa kini ketika dia butuh seolah- olah kertasnya menjauh. Aaaah, gerutu Lina sambil menyerakkan tumpukan kertas yang ada di rak bukunya yang memang dari awal sudah berserak.
Andin, teman satu kos Lina di sebuah rumah kontrakan hanya terdiam dan ketakutan. Memang Lina tidak akan berbuat anarkis, namun dasar Andin yang terlalu berlebihan kasi respon. Apatah lagi dengan LIna yang nota bene seorang batak asli, sementara Andin adalah seorang jawa yang masih kental dengan sikap lembutnya dan berbicara halus.
Kuliah di kota Medan adalah tantangan besar bagi Andin yang sejak lahir hingga mengikuti SNMPTN berada si Solo, Jawa Tengah. Keduanya bertemu ketika masa orientasi dan Lina masih belum menemukan tempat tinggal, kemudian Andin dengan polosnya mengajak Lina untuk tinggal bersama. Dan mereka bisa menyatu walau terkadang banyak kecanggungan diantara mereka.
“Gubrak!” Tumpukan buku- buku Lina tumbang. Andin lari menjauh, takut terjadi sesuatu padanya.
“Andiiiin, kamu kok malah pergi sih? Bantuin Lina cariin dong!”, teriak Lina sambil membuka buku- buku satu persatu karena mungkin kertasnya terselip.
“Eh, ia ia..”, Andin menuju ke kamar dengan hati- hati dan membantu Lina mencari kertas yang dimaksud. Nihil.
“Ya sudahlah, Lina udah telat ini. Ntar Lina minta aja lagi sama abang itu, sekalian tanya- tanya tentang trainingnya,” kata Lina sambil menarik tasnya dari bawah tumpukan buku dan segera berlari.
Gubrak, semua berserak. “Linaaaaaaaaaaaa”, kali ini Andin yang berteriak walau suaranya cukup nyaring di kuping Lina.
“Bantuin beresin, ya Andin sayang, Assalamu’alaikum….”, Lina bergegas tanpa ada merasa bersalah. Padahal Andin yang terkesan sangat rapi dan teratur sudah ingin ‘menebas’ leher Lina. Kebiasaan anak ini, pikir Andin. Tapi walau bagaimanapun, bagi Andin sendiri Lina adalah teman yang baik dan bersahabat. Rasa kepeduliannya sangat tinggi.
Pernah suatu ketika ada preman yang berusaha mengganggu Andin di perempatan jalan. Andin yang tidak terbiasa berhadapan dengan situasi yang demikian merasa sangat ketakutan. Andin hanya bisa berdoa agar Allah memberi bantuannya, dan secara tiba- tiba Lina sudah muncul di depan mereka dengan membawa 2 bungkus es cendol.
“Wah, kebetulan ni bang. Nih, “kata Lina sambil menyodorkan kedua bungkus e situ kepada para preman dan segera mengajak Andin pergi. Para preman tercengang dan segera menikmati es cendol dengan riang. Panas terik ditemani es cendol cukup mencairkan hati mereka.
Di tengah perjalanan, Lina tidak banyak bicara. Demikian juga Andin, hanya ucapan syukur kepada Allah dan terimakasih kepada sahabatnya yang keluar dari bibirnya. Heran dengan sikap Lina, tiba- tiba Andin menangis sesampai di teras rumah.
“Dirimu kenapa, Din? Disakiti ya tadi sama mereka? Bagian ana yang sakit?,” Lina merasa sangat kasihan dan memeriksa tangan dan kaki Andin.
“Hahahaha, kena deh. Andin segera berlari ke kamar dan Lina mengejar bersiap untuk membalas kejahilan Andin. Lina kembali ceria, padahal tadi dia terlihat murung karena uang nya sudah tidak cukup lagi untuk menemaninya di sisa- sisa akhir semester.
“Diiiin, liat buku grammar Lina yang kuning? Kemarin waktu Andin beresin letak dimana?”, kembali di pagi- pagi buta sebelum subuh Lina sudah membuat kebisingan di seantero kamar. Ya, Lina akan mulai belajar sebelum subuh, sebuah kebiasaan yang sudah rutin dilaksanakan.
“Ah, liat di situ aja. Paling dalam rak itu, atau di bawah kolong ini, atau ada di tepat cuci piring,” jawab Andin sekenanya sambil menarik selimut yang sudah menjauh darinya akibat tarikan Lina.
Hmmm, udah berani sekarang ya. “Andin,, bangun! Tahajud, sana! Mahasiswa kok malas gini sih? Ayo,” tarik Lina dengan paksa.
“Lin, Andin lagi g solat. Ga usah berisik gitu la, kalo mau solat, solat aja sana, kalo mau nyuruh orang cari buku, cari aja sendiri,” Andin semakin menjadi- jadi. Lina bergegas mencari bukunya di tempat cuci piring. Dalam hati, Andin merasa kasihan kepada temannya. Namun dia ingin member pelajaran berharga kepada Lina untuk lebih bisa teratur dalam hidup.
Sangat jarang Andin melihat Lina rapi dalam hidup. Mulai dari buku- buku yang berserak, catatan perkuliahan yang ada di semerata tempat, kertas yang tidak ada bersih karena bagian belakangnya juga sudah berhasil dicoreti oleh Lina dengan berbagai jenis tulisannya. Mulai dari jadwal harian, komentarin dosen yang lagi menerangkan, komunikasi dengan teman di kelas yang jaranya dari ujung ke ujung melalui tulisan, cerpen, puisi, curhatan, dan berbagai jenis tulisan lainnya mewarnai bagian belakang kertas- kertas print an atau fotocopyan.
Andin juga memperhatikan Lina sangat ceroboh. Setiap hari ada aja barangnya yang hilang, tidak jelas rimbanya. Kalau bisa dibilang orangnya asal untuk masalah keteraturan dan kerapian. Tapi di balik itu semua, Lina patut dibanggakan dalam hal ibadah. Solat rawatib, tahajud, tilawah, Dhuha, dll rutin… “Pengen Bantu ortu, Din.” Demikian jawaban Lina kala itu. Hmm, bersyukur sekali punya anak seperti Lina, pikir Andin. Jika dibandingkan dengannya, jauh banget bedanya. Memang untuk ibadah wajib insy Allah tidak pernah ketinggalan, namun untuk yang sunnah masih banyak mikir, dan bahkan sampai berbohong seperti yang dia lakukan di pagi ini. Karena malas untuk solat tahajud, Andin menegaskan bahwa dia lagi tidak solat. Lina tau kalau Andin sedang tidak jujur, tapi tidak perlu diperlebarnya karena Lina sedang fokus ke pencarian buku grammar yang terakhir dibaca minggu lalu.
Andin beranjak dari tempat tidur. Merasa bersalah kepada Lina, Andin pun mencari buku grammar Lina yang ketika membereskan buku kemarin tidak ada kelihatan.
“Dapat Lin?” kata Andin sambil membuka tas Lina. Tidak ada lagi tempat yang mungkin dicari dirumah ini, tidak mungkin ia ada di tempat cuci piring. Andin geli melihat Lina yang bolak- balik kamar- dapur.
“Lin, inikah?, sambil menyodorkan bukunya.
“Alhamdulillah, Lina lupa tadi ternyata baru dibalikkan sama Fahri tadi pagi.”
“Tugas Andin dah selesai, I’m coming… “, Andin bergerak cepat ke tempat tidur.
“Tahajuuuuud! Gubrak, kaki Lina tertabrak tiang tempat tidur karena ingin menarik Andin. Arrgggh, sakit..” kata Lina memegangi lututnya yang membiru.
“Andin, tolong setrikain baju Lina dong. Satupun gak ada yang tersetrika, Lina belum siap tugas ini. Bentar lagi dikumpul.” kali ini Lina agak memelas.
“Din, tolong carikan file Lina di computer tentang Noun Clause. Lina sibuk ngerjain tugas akhir morphology, ntah dimana kemarin Lina letak lha, nama filenya pun lupa. Tolongin ya, pagi ini jam 8 harus sudah dikumpul.”
Kali ini Lina SMS
Aslm. Din, tlg krmkn no k’Faiz. Lupa Lina letak dmn krtas nomor2 hp mrk. Syukron!
Din, bwkn buku Tata Negara ke kmpz y. lp td Ln bwnya. Thnx
Din, Din, Din………………………….
Dan berbagai permintaan tolong tersampaikan. Syukur Andin mau dan tidak banyak komen.
Dengan singkt Andin selalu membalas Sms Lina dengan,
Lin, Lin,,,, makanya belajar RAPI laaaaaaaaaaa…. Tengok ni, Andin!
Glek, ujung2ya promosi diri sendiri..
Hmmm, resiko Lina tidak bisa rapi. Berantakan semua
Des16, dini hari
Dikelilingi kertas2 dan buku2 yang tertata tidak RAPI. BErserak, demikian bahasa mereka.
ckckkcck
0 komentar:
Post a Comment