September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Apr 10, 2011

Generasi Qur’ani Unik di Zaman Kontemporer


Oleh: Nurhasanah 'san' Sidabalok
Staff Div. Ke- LDK- an Puskomda FSLDK Sumut 2011-2013

Ma’alim fi Ath Thariq (Petunjuk Jalan). Judul buku yang sudah tidak asing lagi di telinga sejak bergabung di jalan dakwah ini, namun baru punya kesempatan beberapa minggu lalu untuk membaca isinya. Subhanallah. Tidak salah lagi, setiap aktivis harus baca buku yag satu ini. Buah karya fenomenal seorang ilmuwan barat yang sangat islami, Sayyid Quthb. Berhenti sejenak dari rutinitas agenda dakwah, dan baca buku ini. Memahamkan kita kembali akan hakikat dakwah dan tentunya menguatkan kita di jalan yang kita pilih saat ini.

Terinspirasi dari buku ini, maka lahirlah tulisan dengan judul “Generasi Qur’ani Unik di Zaman Kontemporer”. Sebelum membahas jauh ada baiknya kita membahas satu persatu kata yang mewakili judul tulisan ini.

Apa yang dimaksud dengan Generasi Qur’an?
Generasi Qur’an yaitu mereka yang menjadikan Al Qur’an sebagai pijakan dan rujukan dalam bersikap dan bertindak. Dalam bukunya Ma’alim fi Ath Thariq, Sayyid Quthb memaparkan dengan gamblang akan perbedaan orang- orang beriman di zaman Rasulullah dan di zaman setelah wafatnya beliau.

Pertama, perbedaan sumber rujukan dalam membuat keputusan untuk suatu hal. Para sahabat di zaman Rasululllah menjadikan Al Qur’an sebagai satu- satunya referensi dalam berbuat sesuatu. Adapun sabda- sabda rasulullah hanyalah merupakan satu dari beberapa konsekuensi yang bersumber dari Al Qur’an. Misalnya, ketika Aisyah radhiyallah ‘anha ditanya tentang aakhlak Rasullullah, ia menjawab ,”Akhlak beliau adalah Al Qur’an.”

Mungkin sekilas kita berpikir, “Ya wajar saja mereka hanya merujuk pada Al Qur’an, kan ketika itu belum ada peradaban, kebudayaan, karya tulis, keilmuan, dll yang bisa mempengaruhi mereka.” Ternyata tidak, bukankah kala itu sudah ada peradaban dan kebudayaan Romawi, juga buku dan Undang- undang mereka. Di sisi lain telah ada juga sisa- sisa peradaban, filsafat, rasionalitas dan kesenian Yunani. Namun para sahabat tetap menggunakan Al Qur’an sebagai pedomannya. Rasulullah ingin membentuk generasi yang tulus hatinya, jernih akalnya, orisinal konsepsinya, dan bersih kesadarannya dari pengaruh lain selain konsepsi Ilahi yang ada dalam Al Qur’an.

Kedua, perbedaan metode pembelajaran. Para sahabat di zaman Rasulullah mempelajri Al Qu’an untuk mendalami firman Allah, beraiatan dengan masalah yang mereka alami ketika itu. Mereka mempelajari Al Qur’an untuk kepentingan akhirat bukan dunia. Berbeda dengan hari ini, sebagian umat Islam mempelajari Al Qur’an berorientasikan tradisi dan publikasi, bahkan tidak jarang karena ingin memperoleh keuntungan materi dengan menggabungkan dalil- dalil fiqhiyah pada konklusi Al Qur’an yang disimpulkan berdasarkan pendapat pribadinya.

Ketiga, perbedaan kepatuhan. Ketaatan yang luarbiasa ditunjukkan oleh para sahabat di zaman Rasulullah ketika mereka menerima suatu perintah atau ilmu baru dari Allah melalui Rasulullah. Mereka akan mengerjakannya seketika itu juga. Berbeda dengan kondisi umat Islam saat ini. Ilmu yang begitu banyak namun aplikasi yang masih sangat minim. Terlalu banyak mempertanyakan, bukan bertanya.
Akankah generasi Qur’ani akan muncul di zaman kontemporer saat ini?
Hadist Rasulullah: “Tidak akan terulang lagi zaman seperti zamannya assabiqunal awwalun sepeninggal ku.”

Di sisi lain Rasulullah juga bersabda: “Bakal ada sebuah zaman dimana orang- orang beriman lebih baik dari zaman ini (generasi awwalun- red).”
Apakah kedua hadist ini kontroversial? Tentu saja tidak.

Hadist yang pertama jelas bahwa memang tidak akan pernah lagi terulang kisah seperti yang ada pada zaman Rasulullah, dimana kualitas para sahabat kala itu sangat luarbiasa. Ke- syumul-an mereka dalam menghamba kepada Allah sangat tergambar jelas dalam setiap tindakannya. Bagaimana mereka sanggup untuk berkorban demi Allah dan RasulNya walau nyawa mereka harus dikorbankan. Tidak ada keraguan dalam diri mereka ketika diminta untuk mengambil keputusan karena keloyalitasn mereka kepada Allah dan rasulNya.

Mari kita bandingkan dengan sekarang. Kondisi yang sangat jauh dari apa yang dicontohkan oleh para sahabat yang hidup di zaman Rasulullah. Umat islam saat ini masih ragu untuk mengambil keputusan dalam suatu urusan. Begitu banyak ertimbanagn yang diberikan hingga akhirnya sesuatu yang ssudah jelas di sisi Allah menjadi samar- samar. Bahkan hal ini juga menjangiti para kader yang dianggap sudah cukup matang. Tidak bisa dipungiri bahwa lingkungan yang sekarang ini kita miliki sangat mendukung kita unutk berbuat sesuatu yag kadang belum sesuai benar dengan apa yang diajarkan oleh guru kita Rasulullah.

Ya, sampai hari ini belum ada muncul kuam dimana banyaknya tokoh Islam dunia yang berada di sana seperti hanya zaman Rasulullah dimana banyak tokoh yang mensyiarkan kemurnian Islam. Sampai har ini, belum ada muncul di satu tempat dalam jumlah yang banyak.
Kemudian untuk hadist yag kedua, Rasulullah menjelaskan bahwa bakalan ada umat yang lebih baik dari umat di zaman beliau. Kita memang tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Rasulullah itu, tapi ada suatu harapan besar bahwa kita memiliki kesempatan untuk menjadi orang mukmin yang lebih baik. Artinya, Rasulullah tidak menutup kesempatan bagi umat Islam untuk terus berupaya agar bisa lebih baik menyaingi sahabt- sahabat yang hidup di masa beliau.

Seperti apakah Generasi Qur’ani Unik di Zaman Kontemporer?
Melahirkan generasi yang secerdas Abu Bakar, setegas Umar bin Khattab, sebijaksana Ali bin Abi Thalib, selembut Usman bin Affan, dan banyak sahabat lainnya bukanlah hal yang mudah. Atmosfer kehidupan yang berbeda dengan mereka mungkin salah satu penyebab sulitnya menemukan orang- orang yang memiliki pribadi luarbiasa seperti itu.
Di zaman kontemporer seperti saat ini, yang dibutuhkan adalah orang- orang yang memiliki keteguhan hati dan kekuatan iman dengan menjadikan Al Qur’an sebagai sumber utama penyelesaian segala sesuatu.

Hari ini, umat Islam terkungkung dalam dunia kejahiliyahan. Betapa tidak, mulai dari konsepsi dan akidah manusia, adat- istiadat, tradisi dan kebudayaan merupaka produk jahiliyah. Ketika kita mengaku bahawa kuta dalah orang beriman, maka kita harus meninggalkan semua itu. Berpijak kepada Al Qur’an adalah suatu keharusan. Kita aakan dapati bagaimana Al Qur’an menghendaki kesadaran kita kepada Allah, dan bagaimana Al Qur’an menghendaki kita berakhlak, sikap, dan tatanan kehidupan kita sehari- hari.

Generasi Qur’ani unik di zaman kontemporeer saat ini bukan suatu kemustahilan. Dengan menelisik kisah perjalanan para sahabat di zaman Rasulullah dan mencoba mensinergiskannya dengan keadaan saat ini, kita tentu akan mampu melahirkan generasi Qur’ani. Hal yang paling utama dalam membangun generasi tersebut adalah dengan meninggalkan konsep- konsep kejahiliyahan yang selama ini mengkungkung diri kita hingga tidak bisa berbuat seperti apa yang dikehendaki oleh Allah dalam Al Qur’an.

Generasi Qur’ani adalah impian kita bersama dan akan kita wujudkan bersama. Wallahua’lam. (10/04san)

0 komentar:

Post a Comment

 
Baca Juga:
Langganan
Get It