September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Sep 28, 2012

Berguru pada Shahabiyah


Membaca kisah para sahabiyah rasanya tidak ada bosan- bosannya. Bukan karena kisah mereka yang menampakkan sosok sempurna bagi seorang wanita, namun lebih daripada itu. Tampilan sosok wanita yang digambarkan bak bidadari dengan wajah yang selalu berseri- seri, lurus pemikirannya, sopan dalam bertutur kata, dan bijaksana dalam membuat keputusan, namun bukan karena itu juga. Perlu kiranya bagi kita untuk menelusuri kehidupan mereka, hingga kita sadar betapa jauhnya perbedaan antara wanita yang masih menghirup udara segar di zaman nubuwwah dengan wanita zaman sekarang. Dengan demikia insya Allah akan tumbuh rasa ingin belajar dan memperbaiki diri lebih mendekat dengan kehidupan para shahabiyah.

Ummu Sulaim binti Malhan binti Khalid dengan segala kelebihan yang harta yang dimiliki serta garis keturunan yang terhormat tampil dengan ketinggian imannya. Sepeninggal suaminya, Malik tidak serta merta ia menerima lamaran Abu Thalhah yang cukup terkenal dengan timbunan harta serta jabatan yang menjanjikan di kalangan kaum Quraisy. Mungkin kita akan berkata, Ummu Sulaim kan seorang yang kaya. Dan anaknya pun masih satu, Anas bin Malik, yang pastinya bisa dipeliharanya dengan baik hingga ia tidak membutuhkan suami lagi. Namun ternyata bukan itu penyebab penolakan lamaran itu. Tanpa sedikitpun rasa ragu, lamaran itu ia tolak dengan satu alasan bahwa Abu Thalhah masih sombong dengan kekafiran yang dimilikinya. Hingga ketika Abu Thalhah sudah memeluk akidah yang lurus ini, Ummu Sulaim menerima lamaran kemantapan hati.

Kemudian, ada Ummu Habibah yang mempunyai nama asli Ramlah binti Abu Sufyan. Lahir di tengah keluarga yang kental dengan ajaran nenek moyang dan memiliki ayah yang tidak lain adalah pemuka Quraisy, tidak kemudian hatinya tertutup untuk sebuah hidayah. Karena sejatinya, siapapun yang sudah diberi hidayah oleh Allah maka tidak akan ada yang dapat mencegahnya. Pun sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki hidayah untuk seseorang maka tidak ada satupun yang bisa memaksanya. Ummu Habibah adalah satu contoh kebenaran pernyataan ini. Dengan ketegasannya, beriman kepada Allah dan RasulNya menjadi pilihan saat seruan itu sudah datang.
Ternyata semakin tinggi keimanan seseorang maka semakin tinggi pula ujian yang diterimanya. Ummu Habibah juga mengalami kondisi yang demikian. Setelah bersusah payah memperjuangkan keislamannya di hadapan ayahnya, Abu Sufyan, dia kemudian diuji dengan murtadnya suaminya, Ubaidullah bin Jahsys. Menjadi satu pelajaran yang sangat berharga, di tengah kondisi yang rumit itu, ternyata dia tetap mampu berpegang teguh pada keyakinannya. Dan rencana Allah tentulah sangat indah untuk mereka yang menjaga kesucian dirinya. Akhirnya beliau dipersunting oleh Rasulullah sebagai istrinya. Subhanallah!

Kedua wanita itu patut menjadi panutan kita di tengah hiruk- pikuk dunia ini. Saat harta dan jabatan dirasa lebih mulia dibandingkan keistiqomahan. Saat wanita yang mampu menghasilkan banyak uang setelah sekolah tinggi dianggap hebat walau tanpa sadar mereka telah jauh dari kodratnya sebagai ibu bagi anak- anaknya. Kedua wanita ini juga memberi pelajaran bagi kita ternyata Allah tidak akan memberi beban kepada kita jika kita tidak sanggup. Oleh karena itu, apapun yang kita hadapi saat ini, semua itu adalah bukti Allah cinta pada kita. Allah ingin kita lebih dekat denganNya, setelah selama ini mungkin kita hidup di bawah kesenangan yang melalaikan kita. Kita pun belajar dari kedua mujahidah itu bahwa wanita perlu memiliki prinsip. Karena bagaimanapun keadaan kita kelak di hadapanNya tergantung pada keputusan kita hari ini. Semoga Allah selalu meneguhkan hati kita hingga selalu condong pada kebenaran dan ketaatan padaNya. (270912/san)

0 komentar:

Post a Comment

 
Baca Juga:
Langganan
Get It