Membaca kisah para sahabiyah
rasanya tidak ada bosan- bosannya. Bukan karena kisah mereka yang menampakkan
sosok sempurna bagi seorang wanita, namun lebih daripada itu. Tampilan sosok
wanita yang digambarkan bak bidadari dengan wajah yang selalu berseri- seri, lurus
pemikirannya, sopan dalam bertutur kata, dan bijaksana dalam membuat keputusan,
namun bukan karena itu juga. Perlu kiranya bagi kita untuk menelusuri kehidupan
mereka, hingga kita sadar betapa jauhnya perbedaan antara wanita yang masih
menghirup udara segar di zaman nubuwwah dengan wanita zaman sekarang. Dengan
demikia insya Allah akan tumbuh rasa ingin belajar dan memperbaiki diri lebih
mendekat dengan kehidupan para shahabiyah.
Ummu Sulaim binti Malhan binti
Khalid dengan segala kelebihan yang harta yang dimiliki serta garis keturunan
yang terhormat tampil dengan ketinggian imannya. Sepeninggal suaminya, Malik
tidak serta merta ia menerima lamaran Abu Thalhah yang cukup terkenal dengan
timbunan harta serta jabatan yang menjanjikan di kalangan kaum Quraisy. Mungkin
kita akan berkata, Ummu Sulaim kan seorang yang kaya. Dan anaknya pun
masih satu, Anas bin Malik, yang pastinya bisa dipeliharanya dengan baik hingga
ia tidak membutuhkan suami lagi. Namun ternyata bukan itu penyebab penolakan
lamaran itu. Tanpa sedikitpun rasa ragu, lamaran itu ia tolak dengan satu alasan
bahwa Abu Thalhah masih sombong dengan kekafiran yang dimilikinya. Hingga
ketika Abu Thalhah sudah memeluk akidah yang lurus ini, Ummu Sulaim menerima
lamaran kemantapan hati.
Kemudian, ada Ummu Habibah yang
mempunyai nama asli Ramlah binti Abu Sufyan. Lahir di tengah keluarga yang
kental dengan ajaran nenek moyang dan memiliki ayah yang tidak lain adalah
pemuka Quraisy, tidak kemudian hatinya tertutup untuk sebuah hidayah. Karena
sejatinya, siapapun yang sudah diberi hidayah oleh Allah maka tidak akan ada
yang dapat mencegahnya. Pun sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki hidayah
untuk seseorang maka tidak ada satupun yang bisa memaksanya. Ummu Habibah adalah
satu contoh kebenaran pernyataan ini. Dengan ketegasannya, beriman kepada Allah
dan RasulNya menjadi pilihan saat seruan itu sudah datang.
Ternyata semakin tinggi keimanan
seseorang maka semakin tinggi pula ujian yang diterimanya. Ummu Habibah juga
mengalami kondisi yang demikian. Setelah bersusah payah memperjuangkan
keislamannya di hadapan ayahnya, Abu Sufyan, dia kemudian diuji dengan
murtadnya suaminya, Ubaidullah bin Jahsys. Menjadi satu pelajaran yang sangat
berharga, di tengah kondisi yang rumit itu, ternyata dia tetap mampu berpegang
teguh pada keyakinannya. Dan rencana Allah tentulah sangat indah untuk mereka
yang menjaga kesucian dirinya. Akhirnya beliau dipersunting oleh Rasulullah
sebagai istrinya. Subhanallah!
Kedua wanita itu patut menjadi
panutan kita di tengah hiruk- pikuk dunia ini. Saat harta dan jabatan dirasa
lebih mulia dibandingkan keistiqomahan. Saat wanita yang mampu menghasilkan
banyak uang setelah sekolah tinggi dianggap hebat walau tanpa sadar mereka
telah jauh dari kodratnya sebagai ibu bagi anak- anaknya. Kedua wanita ini juga
memberi pelajaran bagi kita ternyata Allah tidak akan memberi beban kepada kita
jika kita tidak sanggup. Oleh karena itu, apapun yang kita hadapi saat ini,
semua itu adalah bukti Allah cinta pada kita. Allah ingin kita lebih dekat
denganNya, setelah selama ini mungkin kita hidup di bawah kesenangan yang
melalaikan kita. Kita pun belajar dari kedua mujahidah itu bahwa wanita perlu memiliki
prinsip. Karena bagaimanapun keadaan kita kelak di hadapanNya tergantung pada
keputusan kita hari ini. Semoga Allah selalu meneguhkan hati kita hingga selalu
condong pada kebenaran dan ketaatan padaNya. (270912/san)
0 komentar:
Post a Comment