Biskuat coklat, siapa yang tidak kenal? Biskuit yang sesuai dimakan ketika lapar dan butuh energi, dan bahkan saat nyantai sekalipun. Ia akan membantu kita untuk tetap semangat beraktivitas sepanjang hari.
Kerupuk? Wah jangan ditanya. Cocoknya dimakan ketika nyantai n bermalas- malasan. Opps, jangan salah. Itu juga bisa meningkatkan daya tahan kantuk di tengah malam. Tapi jangan coba2 bermain dengannya saat belum makan.
Terakhir, kopi. Tidak disarankan untuk minum jenis minuman hitam ini. Tapi yang pasti dia punya manfaat dalam memberikan kenikmatan tersendiri ketika meminumnya. Tidak bisa menjamin hilangnya rasa kantuk, namun bisa memberi semangat untuk berkarya. (haha)
Itulah ketiga jenis makanan dan minuman yang punya cita rasa berbeda. Mereka dimanfaatkan pada masanya. Ada saat2 khusus bagi mereka untuk di kupas habis, dan mereka memberi manfaat. Namun tidak bisa dipaksakan kepada mereka untuk menggantikan fungsi satu sama lain. Tidak akan maksimal hasilnya. Tidak bisa dipaksakan satu jenis makanan mencakup fungsi kedua makanan dan minuman lainnya. Masing2 punya potensi yang berbeda.
Pun manusia. Ada banyak tipe. Tidak semua orang bisa kita manfaatkan dalam suatu urusan, ya dia tidak punya keahlian lebih di sana. Jangan dipaksakan.
Kita tentu ingin serba bisa di segala hal dan tidak jarang kita merasa sedih ketika tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan oleh orang lain. Dalam dakwah kampus kita sering menemukan keadaan seperti ini. Sebut saja misalnya Adam, seorang IT. Ketika ada seseorang yang berkonsultasi dengannya terkait problematika kader yang terkesan semakin ‘loyo’, mungkin dia hanya bisa menjelaskan sedikit dari apa yang seharusnya menjadi jawaban. Dia kemudian merekomendasikan nama seseorang untuk ditanyakan lebih lanjut. Selanjutnya, apakah kita menyalahkan Adam yang tidak mampu memberikan jawaban yang solutif atas permasalahan itu? Walaupun dia sudah berada di tataran tertinggi di kepengurusan? Dan patutkah bagi Adam untuk bersedih dan merasa tidak bermanfaat untuk orang lain?
Kita terkadang terlalu mengharap lebih pada diri kita. Bahkan kita tidak jarang terkesan memaksakan diri untuk serba bisa di hadapan orang lain. Akibatnya? Saat mendapati diri kita ternyata tidak bisa seperti yang orang lain lakukan, kita akan menyalahkan diri sendiri dan merasa down.
Sebagai kader dakwah kita tentu paham bahwa masing2 kita punya spesifikasi. Dan idealnya kita ditempatkan di kepengurusan pada disiplin ilmu yang kita senangi dan kuasai. Bicara tentang ideal, agaknya ia sering berseberangan dengan kenyataan walau tidak sepenuhnya. (Kepada yang ditempatkan pada tempat yang bukan seharusnya, pasti punya pertimbangan lain dari tim formatur. Just go on yow!). Menyadari akan hal itu, kita sejatinya bisa menempatkan diri dimanapun kita ditempatkan dan berbuat banyak kebaikan di sana.
Hal yang sering ditemukan, ada beberapa kader yang ingin sekali berbuat sesuatu untuk bidang lain walau itu bukan ranahnya. Luarbiasa. (asal jangan buat suasana kacau aja). Dia punya banyak ide cemerlang dan mencoba menjalankannya. Namun di tengah perjalanan, dia mendapati dirinya semakin lemah dan sedih tidak mampu mengerjakan itu semua. Pikiran menjadi runyam akibat banyaknya targetan yang ingin dibuatnya. Dia yakin dia mampu, dan dia lakukan denga sendiri. Menyentuh sisi lain yang belum tersentuh dan memaksimalkan usaha pada bagian yang sudah tersentuh.
Akhirnya apa? Semakin lama dia semakin menyadari bahwa semua punya ranah masing2. Satu hal yang perlu dipelajari adalah bagaimana cara mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain. Yakinlah, urusan yang hanya dipikirkan dan dikerjakan oleh satu kepala tidak lebih baik daripada yang dipikirkan dan dikerjakan oleh banyak kepala. Kita punya spesifikasi masing2, tidak perlu khawatir. Kita bisa meraup banyak keuntungan (red- pahala) dari ranah kita sendiri. Tidak perlu terlalu sedih belum mampu berbuat lebih di ranah lain. Maksimalkan potensi, raih ridho Ilahi. (16/02san)
*ku tahu kau ingin menjelajahi semua penjuru. tapi cobalah untuk fokus pada satu rumah.
0 komentar:
Post a Comment