Aku
seorang S.Pd, lalu?
Menyoal
diri sendiri, gak salah mungkin.
Menyoal
orang lain, ya salah! Ngapain menyibuk ngurusin gelar orang lain??
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Hei,
aku belum bergelar itu lho! Sebentar lagi, insya Allah. Sebentar bagiku, walau
bagimu bisa jadi sebentar juga dan bisa juga cukup lama. Haaahh, terserah kamu
ya, terserah. :)
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Aku
bahkan tidak tau apa yang akan kulakukan dengan mengandalkan gelar yang tak
seberapa itu (hei, bersyukur Sob!). Ya, aku bersyukur pasti. Walau aku belum
tau bagaimana wujud dari sebuah rasa syukur menyandang gelar S.Pd.
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Teman-
teman bangga dan orangtua mereka juga pasti dong, secara anak mereka wisuda! Lha,
aku dan orang tuaku? Pasti lebih bangga daripada mereka, karena rasa bangga
kami disertai rasa syukur kepada sang Ilahi. Dan aku sudah tau wujud dari rasa
syukur itu. Aku harus bekerja, ya!
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Mereka
kasak- kusuk masukin lamaran dan gak sedikit yang khawatir dengan kondisi si
IPK yang cukup memprihatinkan, antara berani dan enggan timbul ke permukaan. Aku
pun, tapi aku bukan khawatir sama IPK
karena kondisinya baik- baik saja sampai sekarang Alhamdulillah, tapi tentang
yang itu. Aku gak punya skill sama sekali di bidangku!
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Apa
yang akan terjadi? Aku diterima di sekolah yang cukup bergengsi (katanya bertaraf internasional, entah benar entah tidak), ya syukur kembali. Tapi cukup sebagai
karyawan? Haaah, ini bukan seperti yang diajarkan orang tuaku padaku. Lihat, bapakku
bekerja ditanahnya sendiri, dan tanpa arahan dari siapa- siapa. Sukses?? Ya,
aku bisa sampai sarjana, pun kakak, abang, adikku. Bolak- balik mereka
menorehkan prestasi. Hasil kerja siapa coba? Jadi aku, tetap jadi kuli? Ahh,
bapakku pasti marah besar!
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Aku
diam melirik keindahan paras cantik wajah ibuku. Kau ingin berhenti? Itu pertanyaan
yang cukup menohok. Aku mengangguk perlahan, tidak pasti. Haaah, pengecut! Itu saja
tidak berani. Lalu kau mau jadi apa? Bagaimana jika kau berumah tangga, apa
yang akan kau berikan untuk anak istrimu?
Beruntun.
Aku hampir terjatuh, untung saja aku masih sadar, ada bapak di depanku.
Bagus,
bapak dukung. Jangan mau jadi kuli! Jadilah seperti Bapak, ayo ayo!
Haha,
aku tertawa. Bapak, apalagi. Dan Ibu? Entah, hanya diam. Wah, diamnya ibu
artinya beliau pun setuju dengan keputusan kami. Bapak anak sama saja.
Aku
seorang S.Pd, lalu?
Aku
akan berkarya, ya. Berkarya. Tidak akan bergantung padamu, pada pemerintah,
pada siapa saja kecuali pada Sang Pemilik Kuasa. Allah azza wa jalla.
(25/07san)
1 komentar:
fastabiqul khairaat..
Post a Comment