Tidakkah kau sedih melihat temanmu sangat jauh? Jauh dari nilai2 keislaman? Orang yang selalu bersamamu mengerjakan tugas, berdiskusi bersama, tawa canda, bahkan suka cita bersama, namun sangat jauh dari agamanya?
Kupikir kau masih sehat. Lahir batin. Tentu kau tidak ingin keadaan itu terjadi di sampingmu kan? Seolah- olah, dan kenyataannya peranmu tidak ada untuk mereka selain hanya masalah akademik. Tentang agama? Ahh, kau bahkan tidak peduli.
Kau hanya sibuk memikirkan dirimu sendiri dan bangga dengan apa yang kau jalani hari ini. Hei, seperti itukah yang engkau pelajari?
Ok ok, berhentilah merutukiku. Engkau tahu kan kegelapn bukan untuk dirutuki, namun sediakan lilin untuk menghadirkan secercah sinar. Dan dalam hal ini, ya aku masih sehat. Aku juga tidak ingin keadaan ini terjadi, tapi apa dayaku?
Ahh, coba kau pikirkan. Bagaimana kau bisa seperti ini? Sholat lima waktu, tilawah, shaum, dan banyak lagi ibadah2 yang kau lakukan dalam setahun terakhir. Engkau hari ini sangat berbeda dengan dirimu yag ada sejak SMA dulu. Aku tahu betul keadaanmu.
Itu kan semua berkat hidaya Allah. Aku dan yang tidak punya kuasa dalam hal beri- memberi hidayah.
Pertanyaanku, bisakah hidayah itu datang begitu saja? Aku resah kawan, resah. Kau lihat remaja2 putri hari ini? Aku khawatir, sangat. Ketika malu tidak lagi dimaknai sebagai pakaian, dan agama mulai diabaikan. Aku sedih. Aku hanya benda mati yang hanya jika digerakkan bisa memberi manfaat. Cobalah kau sedikit berbuat.
Kawan, aku tidak jauh beda dengan apa yang kau alami. Di sekelilingku, kucoba masuki mereka. Bersama mereka kupikir satu strategi untuk bisa menanamkan nilai2 keislaman itu, tapi ternyata tidak. Teman2 yang sebagaian besar dari sekolah yang tidak berbasis agama sangat memerlukan pemahaman agama sejak dini, sejak semester awal. Namun tak mereka dapatkan. Itu masalahnya. Mereka hanya dicecoki dengan pengetahuan teerkait program studi mereka. Aku bisa seperti ini pun karena hidayah Allah melalui engkau. Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada diriku jika dahulu akku tidak dikenalkan padamu.
Tidak perlu banyak berkisah. Satu hal yang kuyakini, aku ternyata punya pengaruh dalam perubahan diri sosok muslim. Aku merasa bersyukur untuk itu. Namun sangat disayangkan sangat sedikit yang berminat untuk mengikutiku. Aku pun sangat terpukul ketika kegiatan ku tidak lagi dijadikan sebagai mata kuliah wajib. Padahal dahulunya aku sempat punya posisi yang strategis. Entah, kalian tidak mampu mempertahanannya. Tidak tahu apa yang kalian kejar dengan seabrek agenda kalian itu. Maaf jika aku menyinggungmu.
Tidak apa- apa. Satu hal yang ingin kusampaikan adalah hingga hari ini kami masih terus berupaya untuk melegalkanmu. Kami tahu betul seberapa besar pengaruhmu untuk memberi perubahan pada kondisi mahasiswa muslim saat ini. Mulai dari ibadah, tata cara berpakaian, pergaulan, hingga hal yang terkecil. Kami sadar betul akan peranmu. Dan kami akan terus berupaya untuk menjadikanmu menjadi mata kuliah wajib kembali. Aku dan teman2 juga resah dengan kondisi ini. Kami terus berupaya hingga semuanya bisa merasakan manisnya berIslam. Ingat, aku dan teman2 akan memperjuangkanmu.
Ok. Terimakasih atas perhatiannya. Sampai jumpa di kota transit!
.Senyum MENTORING, senyum Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment