September, 2014

Fokus pada Impian, Setia pada Proses, Bayar harga di Awal_ __Untukmu; Ayah, Ibu__ 090111/san

Man Jadda wa Jadda. Zhelayu Uspekha!

"Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?(QS. Al Qashash: 60)

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

QS. Ar Rahman: 13

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan. (QS. Yusuf: 55)

“Maka Bersabarlah Dengan Sabar Yang Baik, sesungguhnya mereka memandang siksaaan itu mustahil. Sedangkan Kami memandangnya mungkin terjadi. (Al-Maarij : 5-7)

“Hadapilah dengan senyuman. Selamat bahagia!

“Masalah Palestina bukan hanya masalah bangsa Palestina dan bangsa Arab saja. Tetapi masalah seluruh umat Islam, bahkan masalah kemanusiaan secara keseluruhan. Atas dasar pandangan aqidah inilah seluruh umat Islam wajib memahami kondisi dan permasalahan Palestina.

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.”

(Q.S At Taubah: 44)

“Berkata Musa, ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu."

Q.S Al Maidah; 25

““ Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin “ Artinya : Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim "

(al anbiya;87)

““ Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang – orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku perkenankanlah doaku , ya Tuhanku beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab. "

Wanita adalah perhiasan. Dan sebaik- baik perhiasan adalah WANITA SHOLEHAH

HR. Muslim

"Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya."

HR. Tirmidzi

"Wanita yang didunianya solehah akan menjadi cahaya bagi keluarganya, melahirkan keturunan yang baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari."

Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya.

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

QS. Ar Rahman: 13

Aug 12, 2012

Target Ramadhanku, Apa Kabarmu?



Ramadhan perlahan bergegas, menjauh. Aku sadar dan paham betul bahwa ia akan meninggalkanku, kita semua. Lalu ku beranjak mengambil catatan kecilku dengan malu- malu. Pandanganku tertuju pada satu halaman yang penuh dengan poin- poin dan disertai tanda- tangan semacam perjanjian.

Kamar imajinasi, 18 Agustus 2012
Tilawah Al Qur’an …. kali khatam
Aku tidak terkejut sama sekali. Aku ingat betul akan targetan yang kubuat itu. Namun aku layaknya seorang anak yang tidak tahu malu, berbuat semauku. Aku bukannya mendekat untuk menyelesaikan ia dengan terhormat layaknya sebagaimana aku menyelesaikan laporan praktikumku sehari- hari di kampus. Aku malah ogah- ogahan, seolah aku tidak punya tanggungjawab menuntaskan targetan itu. Seolah menganggap itu hanya coretan kecil tak bermakna yang ditulis ketika gundah melanda. Aku benar- benar tidak mengerti apa yang diinginkan dan apa yang terjadi dengan diri. Dan hari ini? Sudah masuk Ramadhan ke 24, sementara jika diperhitungkan aku tidak akan mampu menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Ia hanya akan tercapai jika aku sedikit saja menghilangkan rasa ego dan malas. Ya, aku benar- benar mengerti apa solusi untuk setiap permasalahanku. Namun aku banyak berpikir dan menuntut orang lain. Maaf.


Aku lanjut ke target yang kedua, tambah hafalan …. surah
Untuk yang ini aku pun tidak menunjukkan ekspresi penyesalan akan kondisiku hari ini. Satupun belum ada yang kuselesaikan  sampai di 5 Ramadhan terakhir ini. Aku sedikit membela diri dengan aktivitasku yang cukup banyak di Ramdhan kali ini. Banyak hal yang harus kupersiapkan terkait perkuliahanku.

Kemudian aku membuat target sedekah …..  hari
Aku bisa sedikit tersenyum untuk yang ini. Walau minim, aku masih bisa menutupinya. Yah, berhutang sekalipun tidak masalah karena aku paham betul akan kemuliaan bersedekah di bulan ini. aku semakin sadar bahwa kaya mulia itu lebih baik daripada miskin mulia.

Lalu, tarawih, dhuha, tahajud setiap hari…
Aku mulai berpikir, apakah ini terlalu berlebihan? Namun kupikir tidak. Aku benar- benar ingin berubah kal menuliskan ini. aku ingin menjadikan hari- hariku di bulan Ramadhan penuh dengan ibadah. Hari ini? kudapati banyak yang tidak tertutupi. Ada banyak lobang di sana- sini, targetan itu sangat jauh dari diriku hari ini. astaghfirullah…

Terakhir, pada baris paling bawah ada tulisan, mendoakan orang- oaring yang dicintai dan orang- orang yang tidak mencintaiku sekalipun.
Aku  ingat betul kapan terakhir kali aku mendoakan orangtua dan orang- orang yang kukasihi, namun parahnya aku lupa kapan terakhir aku mendoakan mereka. Orang yang tampaknya sering memperlambat urusanku. Lagi lagi, Astaghfirullah.

Dan Ramadhan tidak bisa diajak kompromi untuk terus menemaniku di sini sampai aku mencapai target ini semua. Aku yang harus mengupayakan agar di sisa Ramadhan tahun ini bisa menuntaskan target itu yang bagiku lebih dari sekadar coretan dan aktivitas tanpa makna. Namun bagiku ia mampu membantuku mencapai derajat taqwa. Aku tertunduk. Malu. Malu pada diri sendiri dan pada Rabbku. Ampuni aku ya Rabb.
Aku teringat dengan ceramah Ustadz di masjid sebelum shalat tarawih,”Bagaimana seseorang bisa tidur nyenyak di malam hari sementara kematian semakin mendekat?”.

Semoga keegoan dan kemalasan ini bisa terhalaukan oleh keyakianan akan adanya kematian dimana pada hari itu diri tidak akan mampu lagi berbuat apa- apa untuk menutupi semua dosa- dosa.

Aug 11, 2012

Kokohkan Pondasimu, Mahasiswa Baru!





“Barangsiapa ingin membuat bangunan yang tinggi menjulang maka dia harus mengokohkan pondasinya, membuat dengan tepat serta memperhatikan betul-betul kekuatannya. Karena sesungguhnya bangunan yang tinggi butuh pondasi kuat dan kokoh. Amal perbuatan serta derajat kemuliaan manusia adalah sebuah bangunan sedangkan pondasinya adalah iman.”. (kitab Al Fawaid, Tahqiq Syaikh Salim bin ‘Id Al Hilaly, cetakan Maktabah Ar Rusyd, hal 229)



Demikianlah kata Imam ibnu Qayyim al-jauziyyah –rahimahullah- , salah seorang ulama besar Islam di masanya.

Tidak bisa disangkal, apa yang disampaikan di atas benar adanya. Jika kita analogikan dengan sebuah bangunan, maka pondasi adalah pusat perhatian kita dalam mengukur dan memastikan bangunan tersebut memiliki nilai lebih.  Pondasi haruslah menjadi bagian yang pertama kali dikuatkan dan dikokohkan hingga bangunan yang megah dan menjulang tinggi hingga mencakar langit indah dipandang mata dan bermanfaat untuk banyak hal.

Maka, begitu pula dengan diri kita, yang telah resmi menyandang ‘mahasiswa’. Memasuki bangku kuliah adalah awal mula kita untuk menyusun setiap elemen yang akan menemani perjalanan keberhasilan kita di kampus pilihan, pilihan kita ataupun pilihan Allah. Tidak bisa dipungkiri, pasti kita sudah membuat berbagai planning paling lama satu jam setelah pengumuman kelulusan dibaca di koran atau via situs lain. Ada banyak harapan, angan, cita- cita, dan ide- ide kreatif yang bermunculan di kepala dalam upaya menghadirkan hari- hari yang bersahabat di masa perkuliahan nanti.

Kita pun lalu terpikir akan orangtua bekerja untuk kebutuhan kuliah kita. Maka menjadi hal yag wajar jika kita ingin memberikan berbagai prestasi kepada mereka walau kita yakin itu semua tidak akan mampu membalas semua jasa mereka.

Untuk mencapai prestasi itu tentunya ada hal mendasar yang harus dilakukan oleh seorang mahasiswa baru. Membahas soal? Menghubungi kakak kelas? Mulai membiasakan diri untuk lebih rapi? Belajar manajemen? Kesemuanya itu adalah penting menyangkut persiapan menyambut sebuah kemenangan. Namun, sebelum melangkah lebih jauh dan lama di koridor kampus, mari kita tanyakan terlebih dahulu pada diri kita. Apa sebenarnya yang menjadi pondasi hidup kita? Mari duduk sejenak, berfikir cerdas, bagaimana membuat sebuah pondasi yang kokoh dan kuat, hingga kita bisa menyelesaikan perkuliahan ini dengan damai tak kurang suatu apapun.

Pondasi bagi diri seorang muslim adalah iman. Kekuatan pondasi diri berbanding lurus dengan kekuatan iman, jika lurus dan bersih aqidah dan iman seseorang, maka kokoh dan kuat pula pondasi bangunan dirinya. Sedangkan diri yang penuh dengan kotoran noda-noda perusak aqidah, maka rapuh dan lemah pula pondasi diri. Hati yang di liputi oleh iman dan aqidah yang benar dan lurus akan sangat berpengaruh di dalam aktifitas kehidupannya sehari-hari, layaknya seorang kusir bagi sebuah sebuah delman. Hati yang penuh dengan iman kepada Allah Ta’ala dan RasulNya akan mempunyai arah dan pandangan yang jelas di dalam hidupnya, ia tak mudah terombang-ambing di dalam deras gemerlapnya dunia. Jika kita merasa cerdas, berhentilah meyakini bahwa kita akan sukses akan sukses, sebelum kita melihat isi hati  dan keimanan kepada Dzat Yang memberi kecerdasan kepada kita. Betapa banyak orang yang cerdas namun tanpa ditopang dengan pondasi iman yang kokoh, akhirnya terjerumus di dalam penentangan yang sangat keras kepada Allah Ta’ala, dan akhirnya ia binasa bersama kesombongannya.

Iman dan Aqidah islamiyah, hendaknya di ambil dari sumber yang murni, sebagaimana mata air jernih yang di ambil dari sumbernya. Sumber aqidah yang murni tersebut adalah aqidah yang di bawa oleh Rasulullah dan di sampaikan kepada para sahabatnya. Mari kita perhatikan bagaimana Rasulullah – selama 13 tahun di Mekkah, apa dakwah yang beliau utamakan selama itu kepada para sahabat beliau? Tidak lain tidak bukan jawabannya adalah pemantapan Aqidah dan membersihkan hati dari noda-noda perusak aqidah. Beliau mengajarkan tauhid, yang memurnikan ketaatan dan ibadah hanya kepada Allah, dan membersihkannya dari kesyirikan dan peribadahan kepada selain Allah. Mengajarkan kepada para sahabat bagaimana cinta, takut, harap, cemas, dan seluruh ibadah dan ketaatan hanya di peruntukkan bagi Allah, Penguasa seluruh alam

Mengungat betapa urgennya hal aqidah ini, Rasululullah terus mewanti- wanti hingga lima hari sebelum akhir hayatnya agar tetap menjaga pondasi keimanan umatnya dengan wasiatnya :  “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”, kemudian beliau bersabda kembali : “Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah” (HR. Bukhari dan Muslim). Beginilah didikan yang di ajarkan oleh Rasulullah  kepada para murid-muridnya. Dan hasilnya? Tidak tanggung-tanggung, di masa khalifah Umar bin khaththab , sekitar sepertiga dunia berada di bawah naungan islam yang mulia. Inilah buah dari pondasi yang kokoh dan kuat, yang di imbangi dengan kecerdasan dan kedisiplinan yang tinggi. Dengan izin dan kehendak dari Allah , Kejayaan di dunia maupun di akhirat akan bisa di raih. 
Sebelum meninggi, Mari kokohkan pondasi!

Wallahua'lam.

Aug 7, 2012

Rumah Kedua (Edisi Robithoh)



Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa hati kami ini telah berkumpul karena cinta kepada-Mu, bertemu karena taat kepada-Mu, bersatu karena dakwah-Mu, dan saling mengikat janji untuk membela syariat-Mu. Karena itu, kuatkanlah ikatan kesatuannya, kekalkanlah kecintaanya, tunjukilah jalannya, penuhilah ia dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup. Lapangkanlah dadanya dengan pancaran iman kepada-Mu dan tawakal yang baik kepada-Mu. Hidupkanlah ia dengan mengenal-Mu dan matikanlah dengan meraih syahadah di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pelindung dan penolong. (Do’a Robithoh)

Kawan, jika kamu tak nyaman di sampingku, sebenarnya ada yang salah di antara kita. Siapa yang salah? Bisa aku atau kamu, tapi terlebih sering aku yang salah. Imanku compang-camping, imanku berantakan, imanku tak terawat, imanku terbengkalai. Jadi kawan, seharusnya dirikulah yang meminta maaf kepadamu, bukan sebaliknya. Aku minta maaf atas ketidaknyamanan yang kubuat. Akulah, manusia dengan iman yang compang-camping.  (Salim A Fillah, “Dalam Dekapan Ukhuwah”)

Rabb,  sungguh Engkau pembolak- balik hati. Kumohon dengan sangat, jangan biarkan kekerasan hati ini, saat iman ini melemah, aku bangga. Lalu aku dengan tenangnya tampil di depan saudaraku dirumah ini tanpa merasa bersalah sedikitpun. Do’a Robithoh yang tiap hari kami bacakan semoga tidak hanya sebatas rutinitas.

Rabb, di bulan Ramadhan ini kumohon kelembutan hati. Aku tidak ingin satupun saudaraku yang terluka karena kesalahan iman ini, karena kekosongan tilawahku, keterlambatan shalatku, kehilangan sujud- sujud tahajudku, kesalahan niatku, bahkan karena ketidakpatuhanku pada peraturan di rumah ini. Sungguh tak terhingga dosaku, ketika ternyata saudaraku banyak berkorban untukku, termasuk perasaan! Malu kepada- Mu, yang telah menitipkan saudara padaku namun aku tidak bisa menjaganya. Menjaga hatinya agar tak terluka akibat ke-ego-anku.
Rabb, ingatkan aku. Jangan biarkan aku semakin menjauh dari- Mu.

Semoga hadirku di sini memberi ketenangan.

(si 'aku' bisa siapa saja)

Sebegitu EGO- Kah Aku, Bu?


Bersinar kau bagai cahaya
Yang selalu beriku penerangan
Selembut sutra kasihmu ’kan
Selalu rasa dalam suka dan duka
(Haddad Alwi feat Farhan, “Ibu”)

Ibu, terimakasih telah memberi ku ruang. Sangat lebar.
Saat aku masih berumur 4- 5 tahun, kau beriku kebebasan. Puas. Dinding rumah kita yang tak lain adalah  perumahan guru SD Inpres berhasil kuhias. Sukses! Dan engkau hanya tersenyum. Walau aku tak tahu apa yang akan terjadi kemudian. Lalu kuterbangun di tengah malam mendengar usapan- usapan pada dinding. “Kenapa dihapus Ibu? Itu kan lukisan adek”, tanyaku merengut setengah picing mata.
“Yah, biar besok adek punya tempat lagi tuk melukis. Makin bagus pastinya,” jawabmu sambil membelai rambutnya. Lalu aku pulas, dan tak tau sampai jam berapa engkau membersihkannya.

Dan aku masuk SD. Yah, memang kala itu TK masih sulit ditemukan. Kalaupun ada, pasti di pusat kota yang memakan waktu lama untuk kesana. Tapi aku sudah merasa puas, TK bersamamu, Bu. Hanya bersamamu dan dinding rumah kita. Aku SD di sekolahmu, dan lagi- lagi aku berguru padamu. Tapi beda, engkau sungguh bijaksana dan amanah akan semua tugas yang engkau emban. Semua kami di kelas diperlakukan secara adil. “Kenapa adek tadi dihukum di kelas, Bu?”. Lagi- lagi engkau hanya tersenyum dan melanjutkan memotong kangkung.

Aku mulai menemukan hobi baru. Membaca. Lumayan bisa diandalkan. Tentunya buku yang kubaca berbau cerita anak dan engkau tau apa yang kuinginkan. "Faris dan Haji Obet" menjadi hadiahku yang dapat juara kelas. Masih kusimpan sampai sekaranng, Bu. Kisah yang begitu inspiratif walau aku tak tahu dimana buku sebagus itu bisa engkau temukan 10 tahun lalu. Dan aku tahu kini, jauh- jauh hari engkau sudah memesan kepada anak rekan guru yang kuliah di kota. Subhanallah, sungguh besar perhatian dan kasih sayangmu padaku.

Tidak cukup itu. Engkau dengan senag hati membebaskanku dari kerja- kerja rumah itu saat aku sedang asyik dengan buku- buku ceritaku. Yah, ada banyak koleksiku kala itu. Lagi- lagi, semua itu berkat usahamu. Tanpa malu engkau meminjam kunci perpustakaan kepada kepala sekolah agar aku bisa melayari semua buku yang ada di sana. Sampai aku tertidur bahkan di atas tikar teras kita. Dan saat bangun, aku mandi dan semua pekerjaan rumah sudah egkau selesaikan. Sungguh, aku malu padamu, Bu.

Menginjak SMP, engkau mengantarkanku ke SMP yang ada di kota dengan nilai sangat memuaskan. Aku makin gila belajar samapi kadang lupa waktu. Tengah malam engkau temani aku yang sedang menghafal, atau sekadar mengulang pelajaran. Hebatnya, aku mendapat suguhan darimu. Secangkir teh manis hangat yang warna dan rasanya pas sekali dengan seleraku. Tidak berhenti hanya dengan duduk diam, engkau ambil jarum jahit dan menjahit celana olahragaku yang koyak akibat cara dudukku yang tak beraturan saat melepas lelah setelah lari 9 keliling putaran lapangan sekolah. Sedikitpun aku tidak peka kala itu. Harusnya aku tidur terlebih dahulu lalu bangun tengah malam untuk menyelesaikan tugas ini. Ibu tidak akan tidur duluan sebelum anaknya tidur, itu yang belum kupelajari benar dari Ibu. Jadilah aku asyik sendiri dengan angka- angka menghitung rata- rata pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2003- 2004. Maafku, Bu.

Menjadi juara umum di SMA dan menjadi perwakilan sekolah untuk olimpiade tingkat kota. Engkau mengirimku ke pusat kota untuk menuntut ilmu di bangku SMA. SMA favorit yang menjadi satu kebanggaan bagi orangtua yang bisa menyekolahkan anaknya di sana. Aku mulai jauh darimu. Aku punya HP tapi engkau tak punya. Aku pun semakin disibukkan dengan semua agenda sekolah. Apalagi sat itu aku menjabat sebagai sekretaris pramukan gudep 038, pramuka di SMA ku. Tapi aku sering menangis, Bu. Aku sering membayangkan wajah Ibu yang bekerja untuk kebutuhanku. Rasanya prestasi- prestasi ini belum cukup untuk membalas jasa Ibu. Tapi aku tidak tahu mau berbuat apa, Bu.

Setelah menyelesaikan UN dengan tersenyum, aku harus fokus ke persiapan SNMPTN. Lagi- lagi, engkau kuhiraukan. Namun, kecewaku kenapa engkau tidak pernah memberitahuku bahwa engkau ingin agar aku di sampingmu ketika tanganmu terluka akibat mencari kayu di kebun sebelah rumah kita? Pun aku tidak pernah terpikir untuk sedikit menggantikanmu menemani bapak mengambil hasil kebun kita? Parahnya, aku tidak peka. Maaf, Bu.

Lagi- lagi engkau hanya diam dan berkata,”Sudah Nak, fokus saja pada belajarnya. Biar bisa lulus dan masuk ke sekolah insinyur”. Aku semakin merasa bersalah. Yang ada dalam pikiranku adalah aku harus lulus pada pilihan pertama, pilihanku dan harapan kedua orangtuaku. Aku belajar tak kenal waktu, semua kuhabiskan untuk membahas soal- soal. Tak ayal lagi, aku nyaris jatuh sakit. Semua panic. Dan engkau? Kulihat airmata menggenang di pelupuk matamu. Dan semua waktumu untuk menemaniku. Kulihat do’amu panjang sekali sehabis shalat, dan dalam sujudmu juga. Tak jarang mukenamu basah. Maafku, Bu. Lagi- lagi membuat susah.

Hingga H-2 ujian SNMPTN, aku masih terbaring lemas. Apa katamu? Subhanallah. “Tidak mengapa Nak, bisa dicoba tahun depan. Yang penting sehat dulu ya”. Aku tidak tahan. Aku menangis sejadi- jadinya dalam tutupan selimut. Rabb, begitu banyak kesalahanku pada Ibu.
Aku tidak tahu pasti bagaimana asal muasalnya. Aku tidak merasakan sedikitpun merasa sakit dan aku senang. Alhamdulillah. Bahkan dokter pun terkejut dengan perubahan yang signifikan ini. Aku bisa ujian SNMPTN. Engkau? Sujud lama sekali di mushola rumah sakit.

Bu, aku lulus…. Aku akan menjadi insinyur dan menjadi penerus pak Habibie.  Kedua kalinya kulihat engkau sujud syukur lama sekali.
Lalu aku berangkat ke kota, jauh. Lebih jauh tentunya dari sekolahku SMA.

Dan aku bertanya dalam hati:
Bu, kapan aku bisa menemanimu? Sebentarpun  aku tidak ada di sampingmu saat engkau butuh. Namun engkau selalu ada saat aku butuh.
Sebegitu EGO- kah aku, Bu?

Aug 6, 2012

Why Rohingya?





"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak akan menjadi pelindung dan penolong bagimu" (Al-Baqarah:120)

      Di dalam ayat yang mulia ini, Allah   menyingkap apa yang terdapat di dalam hati orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani berupa ketidaksenangan mereka terhadap Islam yang dibawa oleh Rasulullah  dan para pengikutnya. Sehingga seluruh kemampuan yang mereka miliki, mereka gunakan untuk menggiring kaum muslimin agar mengikuti agama dan keyakinan mereka yang batil. Mereka jalankan makar tersebut sedikit demi sedikit, hingga akhirnya seorang muslim keluar dari Islam dan condong kepada agama mereka. Na’udzubillah.

      Terbukti, kebenaran Al Qur’an tidak dapat disanggah.
Setelah jelasnya kebencian mereka terhadap kaum muslim lewat kezholiman yang terjadi di Palestina, kini muncul lagi di tempat yang berbeda. Ya, Rohingnya adalah satu dari sekian banyak bukti atas ketidaksengan kaum kafir kepada umat Islam. Tidak bisa dielakkan, memang atas dasar itulah memang kaum Buddha Myanmar serta didukung oleh militer dan pemerintah yang juga kaum kafir membantai umat Muslim Rohingya.

Membantu Muslim di Rohingya?
Padahal,
Negara kita bukannya kurang dari masalah, negara kita bukannya kurang dari konflik di sana, negara kita bukan terbebas dari berbagai kekerasan, dan negara kita juga belum mampu mengatasi itu semua.
Why Rohingnya?
Padahal,
Bukankah ada Padang yang harus kita bantu, Poso yang masih ada konflik, Aceh yang nyatanya belum aman, larangan beribadah bagi saudara kita di Manokwari?
Why Rohingya?
Padahal,
Bukankah petinggi negara kita pun tampaknya tidak pandang serius? Coba kita dengarkan pendapat mereka:
Presiden menyatakan bahwa konflik Myanmar hampir sama dengan konflik yang terjadi Indonesia, ketia=ka Poso dan Ambon mengalami sengketa. Lebih lanjut, wakil DPR Priyo Budi Santoso menyatakan bahwa konflik Myanmar belum seberapa dibandingkan dengan sengkta di Aceh dimana GAM ingin melepaskan diri.
Bagaimana para petinggi negara ini dengan mudah saja mengatakan demikian? Walaupun mereka tetap bergerak, namun sedikit banyaknya argument yang demikian cukup mengurangi homat kita pada mereka. Dan bahkan keinginan untuk berbuat untuk saudara di Myanmar juga ciut. Itu secara tidak langsung meminta kita untuk tidak terlalu ambil pusing.
Why Rohingya?
Padahal,
Bukankah kemacetan lalu lintas pun tak kunjung selesai, banjir yang masih terjadi di ibukota negara, meninggalnya ibu melahirkan masih terus menyisakan duka, dan banyak siswa putus sekolah.
So, Why Rohingya?
Kenapa harus Rohingya yang kita bantu?
Ya, kita WAJIB membantu mereka. Permasalahan di negara kita yang tak kunjung selesai bukan kemudian membenarkan kita bersembunyi di baliknya dan kemudian membela diri sendiri. Ada banyak alasan kenapa kita harus membantu mereka.

      Pertama, FAKTAnya kita masih satu regional, Asia Tenggara dan lebih meyakinkan lagi bahwa kita dan muslim Rohingya yang terzalimi itu dipersatukan dalam satu bingkai, yaitu AKIDAH. Kaum muslimin sedunia adalah saudara seiman, seperti yang termaktub dalam firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman tak lain adalah saudara.”(QS Al-Hujurat: 10) Dalam ayat tersebut, Allah menyatakan bahwa ikatan persaudaraan itu ada dalam bingkai keimanan, bukan nasab (keturunan), bukan suku dan adat istiadat, bukan pula kesamaan nasib dalam riwayat sejarah. Selanjutnya, peryataan yang mendukung ayat di atas disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya, “Setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak berbuat zalim kepadanya juga tidak membiarkannya tersakiti ataupun terzalimi.” (HR Bukhari No.: 2262 dan Muslim No.: 4650) Dalam hadits lain, beliau juga bersabda, “Tolonglah saudaramu dalam kondisi zalim maupun dizalimi.” (HR. Bukhari No.: 2263) Dalam shahih Muslim, diterangkan tentang maksud hadis tersebut; Nabi bersabda: “Jika dia berbuat zalim, maka kau cegah dia dari kezalimannya itu, itulah yang disebut menolongnya. Tetapi bila ia dizalimi maka wajib pula bagi yang lain untuk menolongnya terbebas dari kezaliman itu.” (HR. Muslim, No.: 4681) Oleh karena itu, alasan pertama yang menjadi landasan bagi tindakan kita mendukung Palestina adalah keimanan yang mempersaudarakan kita dengan mereka. Dengan demikian, kita telah menjalankan apa yang diwajibkan bagi kita terhadap saudara-saudara seiman, dan tiada amalan yang lebih dicintai Allah daripada amalan-amalan wajib.


      Kedua, mencegah kemungkaran adalah kewajiban. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan atau kekuasaan. Jika tidak mampu, maka dengan lisan dan bila tidak bisa, maka dengan hatinya dan yang demikian adalah (indikasi) selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim No.: 70) Kita telah mengetahui, bahwa yang dilakukan militer Myanmar  kepada saudara-saudara kita muslim Rohingya lebih dari sekadar kemungkaran biasa, yakni merupakan kekejian (fahisyah). Oleh karena itu, mencegahnya sesuai dengan kemampuan kita adalah wajib.

      Ketiga, kita mampu membantu. Rezeki yang Allah titipkan pada kita harusnya menjadi kemudahan bagi kita untuk menunjukkan bentuk kontribusi kepada muslim yang embutuhkan. membiasakan diri untuk bersedekah akan menumbuhkan rasa bersyukur yang mendalam. Ya, kita patut bersyukur atas kenyamanan dalam beribadah di bula Ramadhan seperti shalat tarawih yeng ditemani oleh hembusan kipas angin, serta kenikmatan berpuasa denngan bahan makanan yang enak dan bergizi. Tapi mereka di sana? Kita bahksan sepatutnya malu dengan jumlah pengeluaran kita yang kian hari kian membludak dan bahkan tidak jarang kita menuntut akan menu sahur yang lebih istimewa lagi. Dan bahkan kita dengan bangganya mengadakan buka puasa bersama denngan paket Ramadhan yang sebenarnya jika itu kita sedikit berpikir, kita tidak pantas untuk itu. Ya, tidak pantas. Kita yang dengan jumlah tilawah yang pas- pasan, shalat tarawih setengah hati, tahajud yang mulai terlewat, dan bahkan dengan shalat kita yang masih sering molor. Kita tidak pantas untuk semua kenikmatan itu.

      Keempat, kita masih mampu berdo’a dengan tenang. Kita jauh dari dentuman peluru, jauh dari longsor, jauh dari pembantaian, dan jauh dari banjir. Kita hidup ditengah kenyamanan yang amat sangat. Bukankah do’a adalah senjata orang mukmin? Mari mendoakan mereka.

      Keempat hal di atas merupakan alasan kita sebagai seorang Muslim dan Mukmin untuk membantu muslim Rohingya. Ketiga hal di atas cukup untuk menjawab pertanyaan mengapa kita harus mendukung kejelasan status mereka.  Selebihnya, dunia pun menyaksikan bahwa yang dilakukan militer Myanmar beserta kaum Budha merupakan sesuatu yang amat keji dan pelanggaran HAM. Siapa pun yang masih memiliki hati nurani akan terpanggil untuk bertindak, terlebih di tengah kondisi dimana dunia masih bellum memberi perhatian penuhnya untuk hal yang sangat urgen ini dan PBB bahkan sepertinya “kehilangan wibawa” di hadapan penguasa. Patutlah kita mengapresiasi dan memberikan dukungan penuh terhadap rekan-rekan yang telah mengambil langkah nyata untuk membantu Muslim Rohingya, seperti dengan mengirimkan tim relawan ke lokasi konflik lewat berbagai media serta pennggalangan dana yang massive dilaksanakan.

Semoga Allah selalu menghadirkan rasa peduli dalam diri kita. Wallahua’lam.

Aug 4, 2012

Rumah Kedua (Edisi Interaksi)




Benar, ada peraturan di rumah ini yang membuat kami lebih terjaga.

Semakin hari semakin besar rasa cintaku pada rumah ini, pun kepada semua penghuninya. Rasa cinta yang didasari oleh kenikmatan beribadah bersama, saling menasihati satu sama lain, hingga kebiasaan- kebiasaan di rumah ini terbawa dalam keseharianku baik dalam keadaan ramai ataupun sendiri. Yaaahh, walau kata mereka jangan pikirkan apa yang sudah diberi rumah ini padamu tapi apa yang sudah kau berikan untuk rumah ini. Satu hal, rasanya aku masih lebih banyak menerima daripada memberi. Maap maap.

Kalau di RumahKedua dijelaskan gimana aku bisa get trapped namun malah bersyukur karena tempat ini sangat indah, maka disini akan sedikit kujelaskan tentang interaksi kami dalam rumah ini. Culture schock? Haaah, bisa jadi semacam itu. Mmmh, setelah dipikir- pikir ini juga termasuk faktor pendukung hingga kami masih bisa terus terjaga. Bayangin aja, kalo kami syura’/ rapat itu pake hijab/ pembatas segala. Wah, belum lagi suara temen- temen akhwat yang lumayan sayup- sayup ditambah dengan desingan peluru, eh kendaraan yang silih berganti sedikit merusak konsentrasi kami. Tapi tampaknya gak ada yang peduli, pun kakak/ abang itu. Syura’ lanjut terussssssssss. Tampaknya mereka sudah sepaham. Wah, aku yang gak ngerti- ngerti ya memilih diem daripada semakin memperkeruh suasana yang sudah keruh duluan.

Gak cuma di syura’, ikhwan- akhwat ini juga sangat menjaga baik ketika di depan mading, di jurusan, atau berpapasan di tengah jalan. Yaah, aku sih dulunya risih banget sama yang begituan. Biasa aja kale.. haaah, Tapi itu mah dulu. Sekarang aku udah ngerti kenapa mereka begitu dan aku pun perlahan mengikut.. asyik rupanya.

Aku kemudian menemukan satu peraturan lagi di rumah ini. Ini yang jadi inti tulisan ini. Ya, ada aturan dalam interaksi setiap penghuni rumah. Entah darimana datangnya, gak ada tertulis di AD/ ART yang waktu Musyar kemarin sempat kebaca bentar, gak ada ditempel di base camp, dan gak ada acara khusus sosialisasi peraturan itu. Jadi darimana??? Huaaaaaaaa… Akupun dapatnya dari teman dekat yang kebetulan dia dekat sama atasan.

Dan ini sudah kami aplikasikan bersama, dan Alhamdulillah ada perbaikan dalam diri kami. Ya kami, termasuk aku. Kami yang dahulunya di atas jam 10 malam masih melanjutkan pembahasan progja dengan antara ikhwan- akhwat (maklum saking muncak2nya semangat), sekarang tak lagi. Kami yang dahulu di atas jam 9 malam masih asyik berkutat di depan laptop ditemani oleh temen- temen di facebook, lalu saling komen2an antar ikhwan- akhwat, eh Alhamdulillah sekarang gak lagi. Kami yang dahulunya jam 10 malam masih keluyuran gak jelas, Alhamdulillah sekarang sudah duduk manis dengan keluarga (yang ngekost ya sama temen kostnya). Yaah, luarbiasa kan? Ini juga yang membuatku betah tinggal di rumah ini. Banyak perubahan dalam diriku yang buat emakku juga senyum- senyum melihatku. Seneng deh.

Lantas, apa sebenarnya bunyi peraturan itu? Kurang lebih begini,
Interaksi ikhwan akhwat:
Bertemu dan komunikasi  langsung dibatasi sampai jam 6 sore, komunikasi via sms/ telp/ ym/ termasuk jejaring sosial lainnya sampai jam 9 malam.  
Yaah, gak kaku juga dong. Kalo misalnya ada keperluan mendadak ya tidak apa- apa. Asalkan dibicarakan dulu sama pihak yang berwajib.


Mmmh, kalo coba ditelisik, kenapa mesti gitu kali ya? Aku ya termasuk orang yang protes di awalnya. Secara aku kan orangnya dari pagi sampe sore sibuk, trus sampe rumah udah capek, istirahat dan tengah malam baru bangun. Makanya aku hanya punya waktu malam untuk balas komen2 temen- temen di facebook, termasuk komen penghuni rumah yang ikhwan.

Lalu dijelaskanlah sama kakak/abang itu. Bla bla bla…….. Huaaaaaaaaaa, syaitan lebih gencar dan mudah menggoda kita di malam hari. Ok, ok. Paham- paham.

Alhamdulillah, ini direspon baik sama orang- orang di rumah ini. Walau tak jarang ada yang ngasi- ngasi umpan juga di tengah malam via status fb atau share informasi. Ini nih kesukaanku. Ngasi umpan kan gak salah, yang salah tu ikan yang makan umpannya. Haaah.. Tapi untuk ngasi komentar dan sebar sesuatu di wall non- mahram insya Allah terus dijaga untuk tidak sampai terjadi.
 
Hei, gimana dengan status, komentar, serta bisnis- bisnis lain di jejaring sosial itu yang gak bermanfaat sama sekali? Bahkan sampai lebay gitu? Waah, ternyata diatur juga di rumah ini. Yaah, secara kita kan mahasiswa muslim yang cerdas dan sholeh, pastinya tiap apapun yang kita laksanakan udah dipikirkan terlebih dahulu kebaikan dan keburukannya.

Aku terus belajar dari orang- orang 'hebat' di rumah ini. Aku sangat menghindarkan kata ‘sesepuh’ karena bagiku konotasinya kurang baik. Kalau dilihat- lihat, kami jauh berbeda dari mereka. Mulai dari militansi (kata ini maknanya sangat dahsyat. Monggo nanya om Google artinya. Aku aja baru dapat kosakata ini setelah lama menjadi penghuni rumah ini), hingga ukhuwah.
Yaah, kata mereka sih ukhuwah yang sudah kuceritakan sebelumnya di Rumah Kedua belum seberapa dibandingkan dengan aplikasi pemahaman ukhuwah diantara mereka dahulu ketika tinggal di rumah ini.
Baiklah. Edisi Interaksi dirasa cukup. Bersiap menyambut edisi berikutnya.
 Semoga Allah memberi keistiqomahan pada kita dalam menjalankan apa- apa yang BAIK dengan BENAR.

(si 'aku' bisa siapa saja)



  

 
Baca Juga:
Langganan
Get It